Share

6. BERTAHAN HIDUP

Seminggu sudah Adam menginap di losmen, keuangannya sudah sangat menipis. Biaya menginap di losmen sederhana seperti itu saja, sudah menelan uangnya 300 ribu rupiah per-malamnya. Saat ini, dalam dompet Adam hanya tersisa 50 ribu.

Jelas malam ini, Ia tidak dapat lagi menginap di losmen tersebut.

Adam coba memutar otaknya untuk bisa menghasilkan uang. Semua daftar temannya telah dihubunginya, namun tidak ada satupun dari mereka yang bersedia membantunya dan bahkan banyak dari mereka yang telah memblokir nomornya.

Tidak hanya mereka, bahkan para wanita yang pernah singgah di masa lalunya juga menolak membantu Adam dan menghindar dengan berbagai alasan. Lebih parahnya, saat ini semua orang seakan berusaha menghindari Adam.

Hal itu membuat Adam hampir frustasi.

Kenyataan ini membuatnya sadar satu hal, semua orang yang dikenalnya 'baik' dimasa lalu, hanya karena kekayaan dan status yang dimilikinya saat itu. Saat Ia menjadi orang terbuang seperti sekarang, Adam dapat melihat seperti apa wajah asli mereka semua.

Namun, Adam tidak bisa larut dengan semua penyesalan tersebut. Ia harus segera memikirkan cara untuk bisa bertahan hidup. Ia menjadi dilema, selama ini Adam tidak pernah benar-benar bekerja. Satu-satunya pekerjaan yang dilakukannya, hanyalah bersenang-senang dan menghabiskan uang orang tuanya.

Bisa dibilang, Adam tidak memiliki pengalaman pekerjaan sama sekali. Meski untuk seukuran pemuda seusianya, Ia telah memiliki dua titel yang didapatnya dari dua jurusan berbeda. Sebuah prestasi yang tidak mudah dicapai oleh orang biasa.

Keluarganya menginginkan Ia menjadi menjadi seorang ahli manajemen untuk bisa menggantikan peran ayahnya dalam mengelola perusahaan kelak. Namun, Ia menggemari dunia teknologi. Karena alasan itu, Ia mengambil dua jurusan berbeda sekaligus. Meski dimanja dengan kemewahan, satu kelebihannya Adam memiliki otak yang encer.

Dalam waktu kurang dari empat tahun, Ia berhasil menyelesaikan dua bidang keilmuan tersebut hampir bersamaan.

Namun karena terlena dengan semua yang dimilikinya, Adam tidak pernah menerapkan apa yang didapatkannya di universitas pada dunia nyata. Ia lebih suka menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang dan menghabiskan uang yang seakan tidak pernah ada habisnya.   

Sekarang, Adam baru mulai merasakan penyesalan. Betapa canggungnya Ia menghadapi kerasnya kehidupan, saat tidak ada apapun atau siapapun yang bisa diandalkannya untuk bertahan hidup. 

Waktu berlanjut, sampai ketika manajer losmen menghampiri Adam di kamarnya.

"Maaf Mas, apa Anda berencana untuk memperpanjang pemesanan kamarnya hari ini?"

Adam bingung bagaimana harus menjawab pertanyaan sang manajer, Ia tentu saja masih ingin menginap disana untuk beberapa malam lagi. Tapi, uangnya sudah tidak cukup untuk menambah waktu menginap semalam lagi. Ia dengan malu berkata, "Bolehkah saya memperpanjang semalam lagi? Tapi saya baru bisa membayar tagihannya besok."

Manajer losmen langsung menyipitkan matanya melihat Adam. Ia sudah banyak memiliki pengalaman dengan pelanggan seperti ini sebelumnya, tidak sedikit yang memiliki alasan yang sama dengan Adam, lalu mereka akan kabur keesokan harinya. Ia langsung menyimpulkan jika pria tampan didepannya sudah tidak memiliki uang untuk menginap di losmennya.

Jika sebelumnya, Ia datang dengan senyum yang ramah. Namun begitu Adam coba meminta kelonggaran padanya, ekspresinya langsung berubah dingin. "Maaf, Mas. Kami memiliki aturan disini, Anda bisa menggunakan kamar di losmen kami jika Anda sudah melakukan pembayaran didepan. Kami tidak menerima pembayaran dibelakang."

Hari itu, Adam kembali harus merasakan bagaimana rasanya diusir. Bahkan pengusiran tersebut terasa lebih memalukan, karena keamanan yang ditugaskan untuk mengusirnya bersikap kasar. Ditambah dengan pandangan penuh penghinaan dari semua orang yang melihatnya.

Jika saja, tidak mengingat Ia akan kembali masuk penjara dengan menghajar orang, maka Adam bisa dipastikan sudah menghajar manajer losmen sombong dan juga keamanan suruhannya. 

"Kampret, baru losmen bobrok kayak gini, kalian sudah sombong."

"Losmen lu ampas, kamar kalian juga jelek. Ini lebih cocok jadi rumah susun panti jompo daripada sebuah losmen."

Adam berteriak kesal diluar losmen, Ia tidak lagi peduli dengan tatapan aneh orang-orang yang melihatnya.

Adam meraih tas ranselnya dan beranjak pergi dengan perasaan malu sekaligus kesal, mulutnya masih memaki-maki petugas losmen dan semua fasilitas buruk yang ada disana.

Suaranya lumayan keras, sehingga siapapun yang berada disana dapat mendengar makiannya.

"Pria brengsek itu, apa maksudnya menjelek-jelekkan losmen kita? Padahal dia sudah menginap disini selama seminggu, bilang saja kere! Malah menyalahkan fasilitas losmen kita." Salah seorang karyawan losmen yang sedang berdiri di lobby mendengar makian dan sumpah serapah Adam malah mencibir kearahnya.

Hari sudah beranjak siang, Adam tidak tahu lagi harus pergi kemana. Ia seperti pengembara yang sedang tersesat dan tidak tahu arah tujuan.

Kriuk kriuk.

Perutnya sudah mulai protes minta diisi.

Siang itu, Adam singgah di sebuah warung makan padang yang dilewatinya. Saking laparnya, Ia sampai makan dua piring penuh tanpa memikirkan apapun, yang penting perutnya kenyang.

Saat menerima jumlah tagihan yang harus dibayarnya, kening Adam berkerut tajam. Ia membayar 45 ribu rupiah dan sekarang tinggal menyisakan 5 ribu perak didalam dompetnya.

Wajah Adam sekarang menjadi lebih pucat, bukan karena kekenyangan. Tapi, memikirkan apa yang akan dimakannya setelah ini.

Adam terpaksa harus membuang egonya, dia coba mencari pekerjaan apapun yang dapat menghasilkan uang. Pekerjaan apapun, asal dapat membuatnya tetap bisa makan dan bertahap hidup.

Ia coba melamar pekerjaan di rumah makan padang tempat Ia makan sebelumnya.

"Maaf, dek. Tapi disini sudah penuh." Jawab pemilik rumah makan menolaknya.

"Pekerjaan apapun tidak apa-apa, Pak. Mencuci piring pun saya bersedia." Ucap Adam memohon. 

Si pemilik rumah makan menatap Adam dengan kasihan. Tapi, Ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolongnya. "Maafkan saya, tapi saya benar-benar tidak dapat membantu Anda saat ini." Jawab si pemilik rumah makan dengan tatapan menyesal.

Adam melangkah gontai keluar rumah makan. 

Dengan uang lima ribu, bagaimana bisa Ia bertahan hidup? 

Ketika pergi dari rumah, Ia tidak membawa ijazahnya sama sekali. Jika tidak, Ia mungkin dapat menggunakan ijazahnya untuk coba melamar pekerjaan di perusahaan.

Setelah berusaha mencari pekerjaan seharian, akhirnya Adam berhasil mendapat pekerjaan menjadi buruh lepas sebagai kuli angkut di pasar.

Hari itu, Adam harus belajar betapa kerasnya hidup menjadi orang susah. Ia mengangkat puluhan karung beras dan memindahkannya dari truk ke dalam kios.

Meski memiliki tubuh yang bagus, namun bekerja seberat itu tak ayal membuat Adam harus berkeringat deras. 

"Adam, ini upah lu hari ini." Panggil si juragan, memberikan dua lembar uang kertas berwarna hijau dengan gambar Dr. GSSJ. Ratulangi didepannya.

"Upahnya segini, Bos?" Tanya Adam seakan tidak percaya. Padahal Ia sudah hampir kehabisan tenaga dan pakaiannya sudah kotor, namun mendapat penghasilan sejumlah itu, membuat Adam tercengang.

Pertanyaan Adam membuat si induk semang marah, Ia melototi Adam dan berkata ketus, "Terus lu mau dikasih upah berapa? Sejuta? Mending lu ngerampok saja sana! Itu udah upah standar dan sudah gue lebihin, karena lu sudah bekerja baik hari ini. Lu gak puas?" 

Adam hendak protes, namun begitu ingat betapa susahnya Ia mencari kerja hari itu, Adam terpaksa diam dan menerima upahnya hari itu.

"Ya, sudah. Terimakasih, Bos." Ucap Adam dengan berat hati.

"Dasar anak muda jaman sekarang! Udah tau kerja kayak gini, mau diupah besar pula." Ucap juragan beras geleng-geleng kepala setelah kepergian Adam.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nim Ranah
suka akoh, beda sih
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status