Di Juana Diaz, Moon tinggal bersama kedua buah hatinya, Jessica dan Jason. Mereka hidup luntang-lantung. Para tetangga menjauhi mereka dan kerap kali melakukan perundungan karena terhasut oleh gosip tidak benar tentang Moon, yang dikabarkan berkerja sebagai wanita malam. Sampai pada suatu hari, Moon jatuh sakit karena kelelahan berkerja. Membuat Jessica dan Jason iba pada mamanya dan memutuskan menjual buah lemon di pasar. Akan tetapi, Jessica dan Jason malah dirundung Erna, tetangga sebelah rumah mereka. Jessica begitu ketakutan dengan Erna. Namun, beruntung sekali ada pria asing tiba-tiba membantu mereka. Pria itu ternyata mengalami hilang ingatan dan tidak tahu siapa jati dirinya. Jessica sangat senang dengan kehadirannya dan tiba-tiba mengucapkan sepenggal kalimat, yang membuat Jason, saudara kembarnya terkejut. "Paman, jadi papaku ya!" kata Jessica dengan mata berbinar-binar. Akankah pria asing itu mengiyakan permintaan Jessica? Lalu apakah ingatannya akan kembali seperti sedia kala? Dan siapakah sosok itu sebenarnya?
View MorePagi ini, langit terlihat sangat terang benderang. Padahal waktu masih menunjukkan pukul enam. Para penduduk desa Juana Diaz terlihat begitu antusias menjalankan aktivitasnya. Salah satu aktivitas yang kerap kali dilakukan penduduk setempat adalah kegiatan jual beli di pasar. Di mana para pedagang menjajakan dagangan dan berusaha menarik perhatian para pengunjung pasar untuk membeli barang dagangan.
"Permisi Madam Erna, apa kau melihat Jessica dan Jason ada di sekitar sini?" Seorang wanita berwajah pucat pasi membuat perhatian salah satu pedagang buah teralihkan seketika. Moon tampak begitu gelisah. Sebab sudah tiga puluh menit mengitari pasar. Namun, kedua anak kembarnya belum juga terlihat. Mendengar namanya disebut, Erna sontak mengalihkan pandangan mata. Bukannya langsung menjawab. Wanita bertubuh tambun itu malah memindai Moon dari atas hingga bawah. "Madam, apa kau melihat si kembar?" Untuk kedua kalinya Moon bertanya lagi. Dia tak sabaran dan takut bila kedua anaknya dalam keadaan bahaya sekarang. Sebab, untuk pertama kalinya si kembar berani keluar dari rumah tanpa sepengetahuannya. Satu jam sebelumnya, setelah terbangun dari tidur. Moon membelalakkan mata kala mendapati rumah dalam keadaan kosong dan hanya terlihat secarik kertas tergeletak di tepi ranjang tadi. Isi kertas tersebut adalah pesan dari si kembar. Keduanya meminta izin menjual buah lemon, bermaksud membeli obat untuk dirinya. Moon merasa bersalah karena batuknya dari semalam tak kunjung mereda. Akhir-akhir ini kondisi kesehatan Moon memang sedikit menurun. Mungkin, karena terlalu sering berkerja tanpa mengenal waktu membuat imunitas tubuhnya melemah. Terlebih, dia hanya lah ibu tunggal yang tidak memiliki suami atau pun sanak saudara. Selama ini Moon berkerja serabutan dan kadang kala tidak diupah oleh atasannya. Sebenarnya dulu Moon tinggal di Amerika Serikat dan berasal dari keluarga yang cukup terpandang. Akan tetapi, karena kekejian papa kandung, mama tiri dan adik-adik tirinya, Moon dijebak dan dijual oleh papa kandungnya sendiri. Setelah dikotori pria biadab. Moon berhasil melarikan diri ke desa terpencil ini. Semalam, setelah pulang berkerja di kedai ujung desa. Badan Moon mendadak meriang, titiknya dia tidak bisa tidur karena batuk terus menerus hingga mengeluarkan darah. Ingin membeli obat. Namun, uangnya tidak cukup. Tadi malam, Moon hanya bisa menahan sakit dan berharap penyakitnya akan menghilang besok. Benar, batuk Moon berangsur-angsur reda pada pukul tiga dini hari. Dia pun memutuskan tidur kembali hendak memulihkan tubuhnya. "Madam, apa kau melihat si kembar?" tanya Moon lagi saat Erna hanya diam saja sejak tadi. Tak ada jawaban, Erna masih memandang Moon dengan sorot mata yang sangat sulit diartikan. Sekarang, Moon merasa sangat risih kala diperhatikan tetangga sebelah rumahnya itu dengan sangat intens. Terlebih, tatapan Erna terlihat penuh cela sekarang, seakan-akan dirinya begitu hina. Moon tahu penampilannya jauh dari kata bersih, gaun putih yang dia kenakan warnanya memang kusam dan sedikit kotor di bagian bawah karena semalam hujan lebat dan dia tidak sengaja tergelincir di jalan ketika pulang ke rumah. Mau membersihkan diri, tapi dia sudah sangat lelah. Moon akhirnya memutuskan merebahkan diri di kasur. Tadi pun, Moon tidak sempat mandi, hanya menggosok gigi dan membasuh wajahnya. Moon mulai menggerakkan lidahnya kembali. "Madam Erna, apa kau mel—" "Aku tidak tahu! Kenapa kau tanya padaku!? Siapa tahu saja anak-anak harammu itu bersama suamimu yang tidak jelas itu!" potong Erna, sangat ketus, sembari memutar mata ke atas. Langsung melebar pupil mata Moon ketika mendengar anak-anaknya disebut haram. "Cukup Madam, anak-anakku bukan anak haram! Berhenti lah membuat gosip yang tidak-tidak!" seru Moon. Erna malah tersenyum sinis. "Gosip apanya? Itu kan bukan gosip, tapi memang kenyataannya suamimu itu tidak jelas! Kau wanita perkerja malam, jadi kau pun pasti tidak tahu siapa ayah dari anak-anakmu itu! Cih, tidak usah marah-marah! Kau hanya lah wanita rendahan dan tidak pantas berbicara denganku!" Muka Moon berubah merah padam, urat-urat di wajahnya pun seketika menegang. Kedua tangannya langsung terkepal erat, menahan amarah saat dikatakan sebagai wanita perkerja malam. Sampai saat ini, Moon keheranan dengan kabar burung yang menerpanya. Entah siapa yang menyebarkan gosip liar tersebut sehingga dirinya dan anak kembarnya dikucilkan oleh penduduk desa. "Apa, kau tidak terima, ayo pukul lah aku!" Erna berkacak pinggang sambil mengangkat dagu dengan angkuh, menantang Moon untuk menyerangnya. Alih-alih menyerang, Moon justru membuang napas pendek guna menetralisir dadanya terasa sangat panas saat ini. Lagi pula Moon tidak memiliki tenaga untuk berkelahi sebab kondisi tubuhnya belum sepenuhnya membaik. "Kalau begitu aku permisi Madam, tidak ada gunanya kita berkelahi, maaf aku menganggu waktumu," kata Moon kemudian cepat-cepat memutar tumit ke belakang. Moon mendongak, matanya langsung menyipit kala sinar matahari di atas sana semakin terik. Dia mengeluarkan rintihan pelan karena kepalanya terasa mulai pusing sekarang. "Ke mana kalian, Nak?" gumam Moon lalu mulai menggerakkan kaki hendak mencari keberadaan Jessica dan Jason kembali. Sementara Erna menatap tajam kepergian tetangga sebelahnya rumah itu. Detik selanjutnya perhatian Erna teralihkan lagi dengan kedatangan seorang pembeli. Erna pun mulai melayani pembeli. Belum sampai sepuluh menit, yang dicari-cari Moon tiba-tiba berdiri di samping dagangan Erna. Di kerumunan manusia, Jessica dan Jason menaruh buah lemon satu persatu ke atas kardus, yang mereka bawa sejak tadi. Rahang Erna seketika mengeras. Sangat terusik dengan keberadaan Jessica dan Jason. Secepat kilat Erna mendekati kedua anak berumur sekitar lima tahun itu. "Siapa yang menyuruh kalian menjual lemon di sini hah?!" seru Erna berapi-api dengan mata melotot keluar. Jessica dan Jason terperanjat kaget. Secepat kilat mendongakkan kepala. "Bibi, Jessica minta maaf karena tidak kasi tahu kalau mau jualan di sini, Jessica mohon izinkan kami berjualan di dekat bibi ya?" kata Jessica sambil menampilkan mata memelas. Kendati demikian, kaki-kaki mungilnya sedikit bergetar, takut dengan tatapan intimidasi yang dilayangkan wanita di hadapannya sekarang. "Iya Bi, kami tidak akan lama kok, kasihan Mama kami, tadi malam dia batuk-batuk terus dan obatnya sudah habis, kami belum makan juga." Jason, saudara kembar Jessica ikut menimpali. Dengan sekuat tenaga ia menunjukkan raut wajah sedih. Namun, wajah datarnya yang malah terlihat. Urat-urat di wajah wanita itu semakin menegang. Sorotnya yang semula memang dingin menjadi lebih dingin, hingga membuat keringat di dahi Jessica mulai mengalir sekarang. "Tidak boleh, aku tidak mau tahu, kalian harus pergi!" serunya kemudian menjambak rambut Jessica dengan cepat. Tanpa diketahui Erna, dari kejauhan ada sepasang mata berwarna hijau memperhatikan Erna dan si kembar saat ini. Lelaki berperawakan kekar dan tinggi tersebut terlihat basah kuyup. Dia memakai tuxedo berwarna hitam, pakaian yang jarang sekali penduduk desa kenakan. Tidak hanya itu terlihat pula ada bercak-bercak darah di sekitar tubuhnya. "Argh, sakit Bi! Lepaskan Jessi!" Jessica mengaduh kesakitan saat rambut panjangnya ditarik dengan sangat kuat sekarang. Tanpa permisi pula air mata di pelupuk mata mulai mengalir keluar. "Lepaskan adikku!" Muka Jason terlihat merah padam dan napasnya terdengar memburu. Dengan sekuat tenaga Jason berusaha merebut Jessica dari tetangga sebelah rumahnya. Namun, tenaganya tak sebanding dengan wanita itu. "Diam, wanita jalang seperti Mamamu itu memang pantas mati! Dia adalah aib bagi desa ini! Pergi kalian dari sini! Kalian mengotori tempatku, anak-anak haram!" teriaknya lalu mendorong Jessica dan Jason secara bersamaan ke tanah. Detik itu pula tangis Jessica langsung pecah. "Hei, apa yang kau lakukan?! Lepaskan mereka!" Dengan sorot mata tajam, pria yang sejak tadi melihat Jessica dan Jason dikasari Erna lantas mendekat.Michael menatapnya amat dalam, pernyataan cinta yang terdengar barusan membuat anggota tubuh Moon mendadak lumpuh seketika. Moon dapat merasakan hembusan napas bermata hijau itu menerpa wajahnya sekarang. Kedua manusia tersebut beradu tatap, tanpa membuka suara sama sekali. Hening melanda, hingga rintik hujan di luar terdengar amat jelas di telinga Moon sekarang. Moon hendak menggerakkan lidah. Namun, Michael merengkuhnya tiba-tiba dan kembali membungkam bibirnya dengan sebuah kecupan. Kali ini kecupan terasa terasa agak kasar dan memaksa. Dalam keadaan sadar Moon berusaha mendorong dada Michael, tapi Michael semakin memperdalam kecupan. Dengan mata terpejam, Michael memberi lumatan-lumatan kasar di bibir ranum Moon. Tak hanya itu tangan lelaki itu pun tak diam sejak tadi, dia sesekali menyentuh bagian dada Moon. Michael tak memberikan Moon celah sama sekali. Moon hanya bisa pasrah dan ikut tenggelam pada permainan Michael. Keadaan di lorong kamar anak Moon terasa amat panas se
Mendengar perkataan Michael, Moon mendadak membeku. Apa benar Michael dan Clara sudah berpisah? Lalu apa penyebab keduanya berpisah. Tidak mungkin karena dirinya kan, itu tidak mungkin. Sekarang, pikiran Moon diliputi tanda tanya besar. Kendati demikian, ada rasa senang menjalar ke hatinya. 'Astaga Moon, apa yang kau pikirkan, seharusnya kau sedih ada seorang wanita yang menjadi janda!' Moon menjerit di dalam hati, dengan cepat mengusir pikiran gilanya itu. Cepat-cepat, Moon menoleh ke arah Michael. "Kalau pun kau sudah berpisah, hubungannya denganku apa, sudahlah Michael, pulang ke sana, kita tidak ada urusan lagi." "Tentu saja ada hubungannya denganmu," kata Michael, dengan suara rendah.Sewaktu itu, satu bulan setelah kepergian Moon dan si kembar, Michael menggugat cerai Clara. Clara sama sekali tak menolak. Justru wanita itu secara suka rela datang ke pengadilan. Clara sudah menyerah pada cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Namun, berdasarkan keputusan Michael, Michael tet
Dengan dada bergemuruh kuat, Michael lantas mendekat. Saat ini, wajahnya terlihat sangat merah padam, khayalan-khalayan liar pun mulai menari-nari dibenaknya. Dia berharap lelaki yang sedang bersama pujaannya bukanlah kekasih Moon. Ketiga manusia di depan sana tak menyadari ada sepasang mata menatap tajam ke arah mereka sejak tadi. Namun, tak hanya butuh waktu yang lama, Moon mulai merasa ada yang mengawasinya sekarang. Senyumnya langsung memudar, dia pun menoleh ke kanan dan ke kiri dengan kening berkerut kuat. Matanya langsung terbelalak kala pandangannya bertabrakan dengan netra Michael tiba-tiba. Moon terpaku di tempat. Michael tepat di dekatnya sekarang dan hanya berjarak satu meter saja. Jessica juga mulai menyadari keberadaan Michael, bedanya sorot matanya terlihat aberbinar-binar. Gadis kecil itu hendak membuka mulut. Namun, Michael terlebih dahulu membuka suara. "Moon siapa pria ini?" Michael bertanya sambil melayangkan tatapan tajam. Moon tampak gelagapan, dengan cepat
Balasan Julian membuat pupil mata Michael melebar sempurna. "Pergi ke mana maksudmu?" tanyanya dengan suara agak meninggi. Mendapat tatapan dari Michael, Julian meneguk air ludah berkali-kali, menahan takut karena tatapan yang dulu sering kali dia dapatkan akhirnya kembali. Sosok Michael ternyata benar-benar telah kembali. "Mungkin ini bisa menjawab pertanyaan, Tuan." Julian perlahan memberikan surat yang ditinggalkan Moon di rumah tadi. Kemarin, Julian sempat menghubungi Moon. Dia hendak menanyakan kabar wanita tersebut. Namun, panggilan tak kunjung diangkat. Julian pun memutuskan pergi ke tempat Moon dan si kembar. Sesampainya di sana, Julian dibuat terkejut mendapati rumah dalam keadaan kosong. Terlihat ponsel di atas meja dan mobil pemberian Michael masih terparkir rapi di halaman rumah. Julian juga menemukan sebuah surat. Secepat kilat Michael mengambil surat tersebut dari tangan Julian. Dia langsung membaca dengan seksama isi kertas tersebut. Betapa terkejutnya Michael
Clara lantas terpaku. "Apa maksudmu Michael?" Clara kembali membuka suara dengan suara yang bergetar. Michael tersenyum sinis sejenak."Ingatanku sudah kembali Clara, sudah jangan bersandiwara lagi, sekarang panggil Julian." Ketika membuka mata tadi, kepingan-kepingan memori Michael langsung muncul bak sebuah kaset. Mendengar balasan Michael, Clara kembali terkesiap. Namun, dalam sekejap riak muka Clara berubah jadi dingin. Benar, Kenny memang bukan anak kandung Michael, melainkan anak Maximus. Dulu, Clara pernah mabuk berat dan tak sengaja tidur dengan Maximus. Dia mengira lelaki itu adalah Michael, padahal bukan. Kala itu dia dan Maximus melakukan hubungan dalam keadaan sangat mabuk berat. Ketika matahari muncul ke permukaan langit, Clara pun bergegas keluar dari hotel sebelum Maximus sadarkan diri. Selama ini, cintanya bertepuk sebelah tangan. Lelaki bermata indah ini menolaknya mentah-mentah. Kendati demikian, Clara tak menyerah. Dia pun menjalankan siasat, memberi
Setelah berkata demikian, pupil Moon kian melebar. Dia baru sadar perkataannya tadi membuat air mata Jessica semakin tumpah. Saat ini, tangis Jessica terdengar pecah. Dia memukul-mukul badan mamanya. Moon pun berusaha menangis pukulan anaknya itu."Huuaa, Mama jahat! Itu Papa Jessica!" seru Jessica dengan air mata membasahi kedua pipinya. Melihat adiknya menangis, Jason hanya dapat terdiam. Memandangi adiknya dengan tatapan nanar. Tangisan Jessica membuat dadanya terasa sesak pula. Berbeda dengan Moon menarik napas berat dan berkata,"Jessica, mengertilah Nak, dia memang bukan Papamu, sekarang ayo kita pergi dan lupakan Uncle Michael ya.""Nggak mau! Itu Papa Jessica! Jessica kangen sama Papa!" seru Jessica, kemudian menoleh ke arah pintu. Bocah perempuan itu hendak kabur dan mencari Michael keluar. Namun, pergerakannya kalah cepat, Moon berhasil menangkap pergelangan tangannya.Dengan sekuat tenaga Jessica memberontak. Akan tetapi, berakhir sia-sia. Tenaganya tak sebanding dengan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments