"Kenapa lu ngatain mantan bini lu pembawa sial? Masalah rezeki lu seret, apakah wajar lu nyalahin Shelin? Emang, lu keturunan keraton sampai lu ngatain bini lu macam itu?" Akhirnya, Wira bicara setelah sekian detik terdiam ketika Pram memberikan dirinya ultimatum seperti tadi.Wira tidak lagi bersikap formal, karena menurutnya, mantan suami Shelin tidak perlu diberikan sikap formal segala karena Wira berpikir, pria itu seenaknya juga mengatai Shelin."Lu kagak tau yang sebenarnya, jadi jangan bicara seolah-olah lu ini paling paham, gue mantan suaminya, gue yang paham dia bagaimana!"Mendengar Wira tidak lagi bersikap formal padanya Pram ikut melakukan hal yang sama, pria itu tidak lagi bersikap formal pula, dan bicara demikian dengan nada yang sedikit meninggi pertanda ia tidak suka dengan tanggapan Wira untuk peringatan yang diberikannya tadi."Lu masih suka sama Shelin?" tanya Wira dengan sorot mata menyelidik."Apa?"Wira tertawa melihat betapa pria di hadapannya terkejut dengan p
"Apa?" Galih tertawa melihat ekspresi Pram yang seperti menelan batu bata ketika ia mengucapkan kata-kata tersebut.Pram mencibir."Kenapa lu selalu bilang kalo gue masih suka sama Shelin?" katanya pada Galih, setelah melihat Galih cukup puas menertawakannya."Karena lu aneh, lu kagak mau pria lain kena sial karena Shelin pembawa sial, ngapain lu mikirin orang lain macam itu? Aneh, tau! Apalagi, lu bilang cowok yang demen sama Shelin itu kagak bener, biarin aja dia kena sial pula macam lu dulu, ngapain dipikirkan?" Pram mengacak rambutnya perlahan ketika mendengar apa yang dikatakan Galih cukup membuat hatinya tertohok.Benar kata sahabatnya, untuk apa dirinya jadi repot memikirkan masalah itu jika memang Shelin pembawa sial? Bukankah pria itu juga akan kena batunya? Tapi, itulah yang membuat Pram tidak nyaman. Ia tetap merasa sulit untuk merelakan jika pria itu bukan pria yang baik, padahal untuk apa juga dirinya peduli?"Pram, akui aja lu masih suka sama mantan bini lu, balik lagi
Keributan yang terjadi membuat suara Ibu Ani terdengar dari arah belakang. Tergopoh-gopoh, perempuan itu bergegas ke arah sumber keributan.Matanya melotot melihat sejumlah rantang miliknya berhamburan di lantai. Ia menatap Wira yang terpaku di tempatnya seperti tidak tahu harus berbuat apa, sementara Sumi? Sudah lenyap dari TKP sambil membawa sejumlah kangkung yang akan ia bersihkan. "Apa yang sedang kamu lakukan, Wira! Ada apa dengan kamu? Belakangan ini, kamu itu ngaco tahu! Kemarin kamu menumpahkan minyak, satu liter minyak, sekarang, rantang kamu obrak abrik, kamu kalau punya masalah jangan sampai mempengaruhi kinerja kamu, dong! Itu tidak baik!"Omelan Ibu Ani sudah membuat karyawan lain langsung menjadikan mereka pusat perhatian, terutama pada Wira. Mereka tidak paham, apa sebenarnya yang membuat Wira jadi ceroboh seperti itu, padahal yang mereka tahu, Wira termasuk karyawan yang hati-hati dalam bertindak."Kayaknya, semenjak Shelin masuk ke sini, kinerja Wira jadi amburadul
"Apa yang sedang kau bicarakan? Kau menanyakan tentang masalah kenapa aku bercerai?"Shelin menanggapi perkataan Wira, dengan wajah tanpa ekspresi."Ya, aku hanya ingin tahu, apakah yang dikatakan mantan suamimu itu benar.""Apa?"Kali ini, Shelin tidak bisa menahan rasa terkejutnya, hingga ia berpaling dan pandangan mereka bersirobok.Wira jadi terpana, tanpa riasan yang cukup berarti saja, wajah Shelin sangat menarik di matanya, Shelin benar-benar perempuan yang mampu membuat dunianya jadi terhenti seketika hanya memandang perempuan itu saja."Mas, memangnya kamu pernah bertemu dengan mantan suami aku?" tanya Shelin dengan wajah penuh selidik."Tadi malam!""Hah?""Iya! Aku bertemu dengannya tadi malam, dia yang menyapaku lebih dulu dan ternyata dia tahu siapa aku.""Benarkah? Aku bahkan tidak tahu kalau dia kenal Mas Wira.""Aku juga cukup terkejut, ternyata aku cukup terkenal juga sampai bisa membuat mantan suamimu kenal denganku!"Sisi angkuh Wira kembali muncul, dan Shelin hanya
Membaca pesan yang dikirimkan oleh Shelin, Galih langsung menyerahkan ponselnya pada Pram.Pram membaca pesan yang ditulis Shelin pada temannya itu segera lalu ia seperti termenung untuk sesaat."Pram, apa yang dikatakan Shelin itu benar, lu harus mikirin kondisi psikis anak lu, kesian, kalau anak lu denger masalah itu, sedih pasti."Galih mencoba untuk menasihati Pram karena ia merasa apa yang dikatakan oleh Shelin itu masuk akal."Ya, gue tahu, gue mungkin khilaf, tapi gue kagak suka pria bernama Wira itu demen sama Shelin, kalau emang dia pengen cari pengganti, jangan sama Wira, lah! Gue tau dia pria macam apa!"Pram bersungut-sungut saat mengucapkan kata-kata itu, hingga membuat Galih geleng-geleng kepala."Shelin pasti lebih selektif selama abis cerai sama lu, jadi lu harus percaya sama dia, kagak mungkin dia kagak mikir anak kalian.""Jadi, menurut lu, gue kagak usah khawatir soal itu?""Ya.""Heeem....""Kecuali, lu ngelarang dia dekat dengan pria lain karena lu sebenarnya deme
Ucapan yang dilontarkan oleh Roxy cukup membuat Shelin terkejut. Tentu saja, apa yang dikatakan oleh Ratna pada sang suami hingga membuat pria itu berpikir dirinya mengajak Ratna ikut bekerja?Banyak sekali pertanyaan di otak Shelin hingga ia berniat untuk menjelaskan semuanya, tapi niat itu diurungkannya saat Ratna muncul dan menatapnya tidak suka karena ia berinteraksi dengan sang suami. Shelin memilih untuk tidak mendekat."Ratna tidak kerja sama aku, Bang. Aku bahkan enggak tahu kalau Ratna juga kerja, jadi tanyakan saja sendiri, ya?"Shelin hanya sempat menjelaskan hal itu saja sebelum akhirnya ia pamit masuk ke dalam karena tidak mau membuat Ratna geram padanya."Yah! Kamu itu gimana, sih? Kenapa kamu begitu? Kamu suka sama dia?"Ratna mendamprat suaminya karena merasa tidak suka Shelin berinteraksi dengan sang suami seperti tadi. Roxy bangkit. Ia akhirnya masuk ke dalam rumah mereka, dan menatap sang isteri dengan tatapan mata menyelidik."Shelin bilang kamu tidak kerja sam
Pram tidak bisa menjawab, karena apa yang dikatakan oleh ibunya memang benar. Ia merasakan sendiri kehidupannya anjlok ketika bersama dengan Shelin dan setiap kali Pram mencoba menanyakan masalah itu pada sang ibu, wanita itu hanya mengatakan bahwa, perhitungan nama antara Pram dengan Shelin tidaklah cocok hingga membuat kesialan hidup terjadi. Bagaimana ia bisa membantah sementara ia sendiri sudah merasakan bagaimana ia sangat menderita pada waktu bersama dengan Shelin?"Pram, kamu sudah merasakan bagaimana sulitnya saat kamu bersatu dengan mantan istri kamu itu, jadi, sudahlah, musnahkan dia dari otakmu, jangan berinteraksi dengan dia sedikitpun karena Mama tidak mau hal buruk yang kamu alami terulang kembali."Suara sang ibu terdengar, dan Pram hanya mengiyakan.Ia tidak bisa banyak membantah karena memang ia sudah merasakan sendiri. Jika membayangkan dirinya seperti dahulu lagi, tentu saja Pram tidak sanggup. Terlalu sakit dan terpuruk hingga ia tidak sanggup melalui kehidupan
"Maaf, tolong jangan pecat saya, saya berjanji akan menjaga anak saya agar tidak mengganggu, mohon berikan saya kesempatan untuk tetap bekerja di sini."Shelin buru-buru mengucapkan kata-kata itu ketika Ibu Ani menatapnya dengan sorot mata yang tajam.Seolah menunggu tanggapan pria yang ia panggil Pak Prima itu untuk menyetujui apa yang ia ucapkan tadi."Tetapi membawa anak itu sangat berbahaya, kalau dititipkan saja bagaimana?""Saya pernah melakukannya, tapi orang itu membuat kepercayaan saya hancur, saya tidak mau ada sesuatu dan lain hal terjadi pada anak saya, jadi tolong, biarkan saya tetap bekerja di sini."Pria bernama Prima itu memandang Ibu Ani yang seolah acuh dengan permintaan yang diucapkan oleh Shelin.Hingga akhirnya...."Aku bukan bos di sini, tapi sebagai konsumen di catering ini tentu saja aku ingin makanan di sini adalah tetap mempertahankan kualitasnya, aku tidak mau nanti ada kabar karena kamu sibuk mengurus anak, masakan menjadi korbannya, apakah kau bisa menjaga