Perasaan Shelin jadi tidak karuan ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Pram. Beberapa kali mantan suaminya itu bicara demikian tentang dirinya yang bukan pembawa sial, Pram selalu mengatakan, bahwa yang membawa sial itu dirinya sendiri."Masalah siapa yang sial, aku tidak mau tahu, karena bagiku, semua yang terjadi itu ada hikmahnya, kejadian buruk sekalipun, rasa trauma karena sudah membuat kehidupan orang lain jadi terpuruk membuat aku berpikir banyak tentang itu, dan yang mempermasalahkan ibu kamu....""Kita bahas ini di depan ibuku? Kamu mau?""Untuk apa?""Aku hanya ingin ibuku tahu aku yang ingin rujuk dengan kamu, bukan kamu, biar beliau tidak menyalahkan kamu."Shelin menghela napas. Ditatapnya Pram saat pria itu bicara demikian, hingga akhirnya perempuan itu setuju dengan apa yang diusulkan Pram, dan mereka melanjutkan perjalanan pulang khawatir Sheila mencari mereka karena sudah pergi terlalu lama.***"Julie?" Sumi terkejut ketika saat ia membuka pintu rumahnya, Julie
"Kita cerai!"Shelin yang baru saja masuk ke dalam kamar sempit mereka terkejut ketika mendengar sang suami yang baru saja pulang dari usahanya untuk mencari pekerjaan bicara demikian.Wanita cantik itu melangkah menghampiri sang suami, berharap itu semua karena ia salah mendengar, namun Pram, sang suami justru memintanya untuk tidak maju seolah Shelin sesuatu yang kotor yang wajib dijauhi olehnya."Jangan menyentuh dan mendekatiku! Cukup sudah. Sekarang aku tahu, kenapa selama kita menikah, hidup kita selalu tidak beruntung! Kamu penyebabnya! Kamu pembawa sial untuk aku, Shelin! Kita tidak seharusnya bersatu, karena itu akan membuat kehidupanku hancur dan ternyata benar, kau lihat sekarang? Aku sudah tidak punya apa-apa lagi! Aku miskin! Banyak hutang, dan selalu ditagih oleh rentenir karena hutang!"Shelin tergugu di tempatnya. Sebuah kalimat yang tidak pernah ia kira bisa didengar dari seorang pria yang ia cintai dan mencintainya kini ia dengar dan sungguh Shelin terluka menerima i
Akhirnya, Pram dan Shelin resmi bercerai. Meskipun tidak mengerti mengapa Pram bersikeras untuk menceraikan dirinya, selain label pembawa sial yang diucapkannya itu saja, Shelin sebenarnya sudah berusaha untuk mempertahankan pernikahannya.Akan tetapi, Pram tetap pada pendiriannya untuk bercerai, dan itu tidak bisa dicegah lagi oleh Shelin meskipun atas dasar kasihan dengan anak.Pram tidak memberikan apa-apa pada Shelin dan Sheila pasca bercerai. Pria itu bahkan tidak peduli dengan tunggakan kontrakan yang sebenarnya harus dibayar olehnya beberapa bulan ini. Pram hilang seperti ditelan bumi meninggalkan perasaan sesak bagi Shelin yang tidak tahu harus mengadukan nasib ke mana, karena ia memang tidak punya orang tua lagi. Shelin juga tidak punya keluarga semenjak orang tuanya meninggal. Keluarga dari pihak ayah atau ibunya sudah lama pergi merantau dan tidak pernah peduli dengan keadaan keluarga mereka yang masih menetap di Samarinda.Hidup Shelin seperti berbanding terbalik saat a
Suara sang mantan ibu mertua terdengar di seberang sana, dan membuat Shelin terdiam untuk sejenak. Lagi-lagi kata pembawa sial. Setelah Pram yang mengucapkan kalimat itu padanya sebelum bercerai kini kata-kata itu juga diucapkan oleh ibunya Pram, dan rasanya hatinya seperti ditusuk ribuan jarum hingga ia tidak bisa berkata-kata lagi untuk merespon kalimat menohok itu. {Alhamdulillah, kalau Pram sudah menemukan pekerjaan, aku turut senang mendengarnya}Akhirnya, kalimat itu yang diucapkan oleh Shelin untuk menanggapi apa yang diucapkan oleh sang mantan ibu mertua. Tetapi, ibunya Pram justru kurang suka mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Shelin tadi padanya, padahal Shelin mengucapkan itu dengan tulus, tidak ada maksud lain hingga akhirnya perempuan itu melancarkan aksi protesnya pada Shelin. {Kamu jangan ikut senang karena berpikir bisa meminta bagian dari hasil kerja Pram, ya! Anggap saja, kamu harus bertanggung jawab sudah membuat anakku jadi sengsara selama menikah dengan k
"Ya, ampuuuuun! Lihat anak kamu! Dia memecahkan barang mahal di sini! Gimana sih? Baru masuk aja sudah bawa sial toko ini?!"Suara pemilik toko terdengar melengking mengucapkan kata-kata itu pada Shelin dengan mata melotot. Rasa terkejut Shelin bercampur perasaan sesak karena ada kata 'sial' yang disematkan pemilik toko tersebut padanya. Sementara itu, Sheila yang ketakutan mendengar teriakan sang pemilik toko memeluk kaki ibunya. Shelin tahu anaknya tidak sengaja, tapi bagaimanapun situasi yang sedang dialami sang anak, tidak akan mungkin bisa membuat pemilik toko itu bersimpati pada Sheila."Maafkan anak saya, Bu. Saya janji akan mengganti, potong saja gaji saya, untuk membayar vas yang pecah itu, maafkan anak saya."Shelin berusaha untuk mencairkan kemarahan sang pemilik toko dengan cara meminta maaf untuk anaknya pada pemilik toko tersebut.Namun saat mendengar perkataan Shelin, wanita itu bukannya mereda rasa marahnya, tapi justru sebaliknya."Gaji? Gaji, kamu bilang? Astaga! Ka
"Kami bercerai bukan karena ada yang selingkuh," kata Shelin berusaha untuk tidak terpengaruh dengan berita yang dibawa oleh Ratna."Ohya? Berarti, Pram itu tidak se-cinta itu sama kamu, sampai dia sudah move on dari kamu!""Setiap orang berhak memulai kehidupan baru setelah gagal dengan pernikahannya, termasuk dia. Aku ikhlas kalau memang dia sudah punya pengganti.""Terus kamu? Situasi kamu yang begini gimana bisa bersaing dengan mantan suami kamu, masa kamu kalah belum dapat pengganti?""Hubungan itu bukan perkara menang atau kalah, Ratna, lagipula, aku belum kepikiran untuk mengenal pria lain, sekarang hidupku hanya untuk fokus membesarkan Sheila, itu aja.""Apa sekarang, kamu cuma menghibur diri kamu sendiri? Sebenarnya, kamu itu masih cinta sama mantan suami kamu, tapi mantan suami kamu tidak cinta lagi sama kamu, jadi kamu memilih sendiri?""Kamu pernah bercerai?""Enggaklah! Enak aja!" jawab Ratna dengan nada suara yang meninggi."Semoga pernikahan kamu langgeng, jangan sampai
"Apa yang kau lakukan? Hentikan! Kalau ada yang melihat tidak akan baik!" Dengan cepat, Pram membetulkan kembali pakaian yang dikenakan oleh Julie, membuat tubuh sintal wanita itu tersentak ke belakang karena Pram melakukannya dengan sangat cepat. Bahkan terkesan kasar.Ini membuat perempuan itu mencibir. "Kamu tuh kenapa, sih? Kamu bukan perjaka lagi, lho! Ngapain bersikap seperti pria yang seolah enggak bisa nakal dan genit sedikit? Aku ini kan calon istri kamu, enggak papa kali melakukan sesuatu yang lebih dari bergandengan tangan.""Aku tahu, tapi aku bukan pria yang seperti itu, Julie, kita memang dijodohkan, orang tua kita memang ingin kita menikah, tapi aku masih perlu waktu, aku pernah gagal menikah, tentu saja aku tidak mau melakukan hal yang salah untuk keduakalinya!""Sesuatu yang salah? Apanya yang salah? Aku gadis, kamu duda, salah darimana?""Jangan pura-pura tidak paham!""Kamu itu, ih! Heran aku, kamu kembali ke sini cuma sebentar, nanti masuk lokasi lagi, aku engga
"Pulang nanti dijemput siapa?" tanyanya, dengan senyuman di bibir mengandung arti. Shelin mundur, agar tangan Wira tidak bisa menyentuh dirinya. "Saya pulang sendiri," jawab Shelin tidak mau menentang tatapan mata pria tersebut. Sementara Sheila menarik tangan ibunya agar segera pergi meninggalkan tempat itu karena tidak suka dengan laki-laki yang bicara dengan ibunya. Namun, karena tidak ingin dianggap kurang ajar tidak mau menanggapi pembicaraan, Shelin terpaksa menahan diri untuk merasa tidak suka pada pria di hadapannya. "Sama aku saja, ya? Aku antarin," tawar Wira, sambil mengedipkan sebelah matanya pada Shelin hingga Shelin makin merasa tidak nyaman. "Enggak, makasih, saya-""Pakai aku saja, jangan pake saya, terasa kurang greget gitu, ya?" potong Wira cepat dan Shelin terpaksa mengangguk mendengar permintaan itu. "Terimakasih untuk tawarannya, tapi aku dan anakku pulang sendiri aja, karena rumah kami tidak begitu jauh."Wajah Wira terlihat terkejut mendengar kata rumah ti