“Tidak bisakah kau bicara lebih tenang, Ava? Apa sesuatu yang buruk terjadi pada bulan madu kalian?” ejek Jay diiringi tawa yang tertahan.Aku tidak bodoh, seketika saja pikiran buruk melintas. “Itu artinya kau yang merusak acara bulan madu kami!”Itu benar, bisa saja bukan? Kejadian tidak menyenangkan beruntun terjadi. Meski jika nanti dipikirkan dengan jernih, Jay pasti tidak memiliki hubungan sama sekali dengan semua yang telah terjadi padaku sejak kemarin.Aku mengenalnya lebih dari dua tahun. Jay pria spontan yang menyuarakan pemikirannya secara langsung.Selebihnya, dia hanya pria kaya yang tampan dan sombong.“Oh, mana mungkin! Aku terus di sini, coba dengarkan.”Aku menajamkan pendengaranku, mencengkeram erat gagang telepon seolah benda ini bisa memberi apa yang kubutuhkan.Sayup terdengar suara percakapan Ibu dan Ayah, sedikit jauh, samar. Ada teriakan dan tepukan tangan yang bisa kudengar meski tidak begitu jelas.Aku yakin itu suara Ayah dan Ibuku. Sedang apa dan di mana me
Sekarang aku sudah berada di dalam pesawat menuju rumah. Aku pulang tanpa Neil.Dia hanya mengantarkanku sampai bandara, dan kembali ke penginapan karena ingin menghabiskan waktu sampai hari ini berakhir bersama Trisa.Aku tahu dia kecewa. Sangat kecewa padaku meski akupun berpura-pura tidak mengetahui seperti apa perasaannya.Tadi, Neil berkata padaku bahwa tidak masalah jika aku belum siap. Dia menganggapku mungkin belum bisa beradaptasi dari tubuh Jay berpindah ke tubuhnya.Walau aku bersikeras akan berusaha untuk tidak melakukannya lagi bersama Jay, Neil memilih untuk tetap pada pendiriannya.“Tidak ada yang berubah dariku, Bia. Cintaku tidak akan hilang begitu saja karena urusan ranjang. Kita akan kembali mencobanya ketika kau siap dan tidak merasa terbebani lagi.”Itu ucapan Neil yang terus berputar-putar di kepalaku sampai aku tidak sadar bahwa perjalanan lebih dari satu jam-ku sudah berakhir.Jay mengirimi pesan sejak aku masih di penginapan, bahwa dia akan datang menjemput ke
“Kakek, maaf ... tapi tidak ada yang seperti itu,” kata Jay, mencegahku membantah dengan menggenggam erat tanganku di bawah meja, “Ava tidak mandul, aku menjamin untuk hal itu.”“Lalu bagaimana denganmu? Apa kau juga begitu?” Kakek Hamlet menilai dengan ujung matanya, tampak meremahkan sang Cucu.“Tentu saja, aku juga sehat.” Jay bersikeras.Sungguh, apa tes kesuburan itu perlu pada kami yang tidak pernah menghargai arti dari pernikahan itu sendiri? Apakah boleh aku mengandung Anak Jay sementara tidak ada dari kami berdua yang bisa menjadi contoh teladan untuk Anak kami nanti?“Lalu kenapa harus takut saat kami meminta kalian untuk melakukan tes kesuburan?” Kakekku menatap penuh curiga. “Lakukan saja, jadi kita semua yang ada di sini tahu, berlega hati dan bisa memikirkan jalan keluar dari hasil yang kalian dapatkan.”Melepaskan genggaman Jay di bawah sana, aku meletakkan kedua tanganku terlipat lurus di atas meja. “Apa jika ada salah satu dari kami yang mandul, maka itu artinya kami
“Kau memang sudah gila,” geram Jay, suamiku.“Aku masih waras.” Santai, tenang tanggapanku.“Waras katamu?” Jay melotot padaku, mendorong beberapa lembar surat perjanjian di atas meja ke depanku. Menggeram lagi, lalu berdecak.“Kalau begitu kau tahu apa artinya ini, bukan?” “Tentu saja aku tahu. Aku sadar saat menuliskannya. Dan artinya kau harus menyetujui keinginanku untuk memiliki dua orang suami.” Melipat kedua tangan di depan dada, aku tersenyum sekilas. “Tanda tangan saja. Ini akan baik untuk kita berdua. Jika ingin, kau juga bisa melakukannya.”Seketika, Jay menggebrak meja dengan raut merah padam. “Jangan samakan aku denganmu, Ava!”“Ya, kau benar. Aku dan kau tidak sama. Kau memilih untuk berselingkuh dengan beberapa wanita sekaligus, sedangkan aku ingin menikahi hanya satu orang pria lagi saja,” jelasku, tersenyum sinis.“Apa ini bentuk balas dendammu padaku?”“Oh, tidak, tidak.” Kugeleng-gelengkan kepala dengan tawa kecil. “Kita sama-sama tahu seperti apa pernikahan konyol
“Jangan bahas tentang pernikahan gilamu itu lagi. Aku ingin tidur dengan tenang malam ini,” himbau Jay, dia mengancingkan tiga anak kancing bagian atas kemejanya yang terbuka.“Sabtu ini, jangan lupa kau juga harus membuat alasan pada keluargamu.”“Apa katamu? Kau tidak dengar aku baru saja melarangmu membahasnya, Ava?”“Aku dengar. Tapi aku perlu mengingatkanmu. Apa kau lupa? Setiap akhir pekan Ibumu selalu meminta kita datang berkunjung.” Kulangkahkan kakiku ke dapur, aku tahu, Jay mengikuti.“Akhir pekan aku ingin istirahat di rumah. Dua hari libur itu aku benar-benar akan istirahat karena aku lelah, jadi kau rencanakan kembali. Lakukan di hari kerja saja.”Aku berbalik, berkacak pinggang. “Dengar, aku juga bisa dengan tidak sabar memberitahu Kakek Hamlet tentang perselingkuhanmu. Itu yang kau mau?”“Ah, kau ini ... benar-benar berengsek!” umpat Jay, dia meradang, mungkin jika kedua mataku bukan mata biasa, aku bisa melihat api keluar dari ubun-ubunnya.“Cepat atur semuanya, suamik
“Ini tentang pesta pernikahan kita. Aku sudah menemukan tempat yang lebih melindungi privasimu daripada tempat yang kemarin kau rencanakan,” jelas Neil, penuh keantusiasan dari suara lembutnya yang kudengar.Lihat, betapa manis dan baik hatinya dia. Begitu sangat berbeda dengan seseorang. Ugh, andai posisi mereka bisa ditukar, aku tidak akan pernah mau menikah dua kali, apalagi sampai memiliki dua orang suami.Cukup Neil dalam hidupku, dalam hatiku.“Oh, benarkah? Neil, kau hebat. Selalu bisa membuatku bahagia. Terima ka—”“Avaaa! Di mana handuk biruku?”Mengejutkan saja! Aku menoleh dan melihat Jay berkacak pinggang di ambang pintu dapur. Selaannya membuat Neil terdiam di seberang.“Maaf, aku akan menghubungimu lagi nanti.” Suara canggungku keluar dengan lembut, perlahan. Sungguh, aku tidak ingin menyakitinya.“Iya sayang, tidak apa-apa. Aku mengerti. Sampai nanti,” jawab Neil, membalasku dengan lembut. Oh, aku memang sangat mencintai pria ini. Dia tulus, aku tahu itu.Setelah memutu
Aku tersenyum senang, ketika semua persiapan berjalan lancar dan tamu-tamu Ibu mertuaku berdatangan tepat setelah minuman juga makanan pembuka dihidangkan.Jumlah mereka sekitar sebelas sampai tiga belas orang dengan tampilan yang lebih menonjol dari si pemilik acara. Satu hal yang paling kusukai dari Ibu mertuaku, penampilan yang sederhana, namun tetap terlihat bahwa dia berasal dari kalangan kelas atas.Saat kulihat Ibu mertua sudah sibuk dengan teman-temannya, aku mundur, perlahan-lahan berniat untuk menyelinap karena Neil bisa saja sudah tidak lagi berada di rumahnya. Meski Neil sering terlambat berangkat ke Harrison Express, aku tetap tidak ingin kehilangan kesempatan untuk bertemu.“Sayang ... bisakah kalian ikut bergabung bersama kami?” Suara panggilan Ibu mencegatku, ketika aku bersiap untuk berbalik.Tapi, tunggu, kalian? Aku menoleh ke arah pintu. Ternyata ada sosok suami berengsekku sedang melangkah seraya melambai ke arahku. Ah, sial!Ini pasti ulah Bu Vivian. Tapi apa Jay
“Omong kosong! Kakekku tidak akan setuju. Jadi lupakan tentang apa yang pernah aku usulkan padamu waktu itu,” kata Jay, berjalan mengitari mobil, membuka pintu dan masuk.Begitupun aku. Walau ingin marah dan berniat terus membujuk Jay, aku merasa pembicaraan ini tidak akan menghasilkan apa pun. Jadi lebih baik aku bergegas menuju mobilku sendiri, dan pergi menemui Neil. Tapi sebelum sempat membuka pintu, tangan kekar Jay menahannya.“Kenapa kau tidak ikut bersamaku saja? Tidak sadar bahwa ini akan menimbulkan kecurigaan?”Aku mendengus kasar, tertawa mengejek, “Sejak kapan kau peduli?”“Karena ada Ibuku di dalam. Aku hanya tidak ingin menambah masalah.” Jay menoleh ke kiri dan kanan.Ya, baiklah. Sedikit masuk akal. Tapi sebelumnya dia tidak pernah seperti ini. Aku mengikuti Jay ke mobilnya, memeriksa ponsel setelah duduk dan membaca semua pesan Neil yang berisikan sapaan juga pemberitahuan.[Sayang, aku sarapan sandwich hari ini, sedikit asin karena terlalu banyak keju. Apa sarapanmu