Share

BUKAN ZAINUDIN DAN HAYATI
BUKAN ZAINUDIN DAN HAYATI
Penulis: sutan sati

BAB I : JANJI

Flashback :

"Hayati, kamu nanti kalau sudah besar mau jadi apa ?" tanya Zain kecil pada sahabat satu–satunya itu.

"Aku mau jadi Dokter, biar bisa ngobatin Kamu kalau lagi sakit." Jawab Hayati dengan gaya polosnya.

"Tapi, Aku takut disuntik. Kata Kakakku, disuntik itu sakit." jawab Zain kecil sambil mengelembungkan pipinya.

"Masa cowok takut sama suntik ? Nanti Hayati suntiknya dengan sayang deh!" kata Hayati lagi dengan senyum cantiknya yang gemesin.

Zain kecil menatap Hayati kecil dengan senyum senang.

"Iya deh, Zain janji gak akan takut kalau Hayati yang menyuntiknya." kata Zain sambil memegang tangan Hayati kecil.

"Kalau Zain, sudah besar nanti mau jadi apa ?" tanya Hayati sambil mereka berpegangan tangan.

"Zain mau jadi Arsitek, biar bisa bangunin rumah buat dokternya Zain." jawab Zain kecil dengan sangat yakin sambil menatap Hayati.

"Beneran ?" tanya Hayati kecil sangat senang. Zain kecil mejawab dengan sebuah anggukan mantab.

"Ihh nanti kita tinggal bareng yah dirumah yang Zain bangun." kata Hayati lagi senang sambil membulatkan mata indahnya.

"Iya, nanti kita disana bareng keluarga kita." jawab Zainudin lagi dengan polosnya, entah Ia mengerti dengan maksud perkataannya tersebut atau tidak.

"Terus nanti kita sekolah dimana biar cita–cita kita terwujud ?" kata Zain bingung.

"Hmnnn, ditempat orang tua Hayati sekolah dulu aja." kata Hayati sambil mengangkat jari telunjuknya keatas seperti menemukan sebuah pemikiran yang membuatnya sangat senang.

"Orang tua Hayati sekolah dimana ?" 

"Yogyakarta." jawab Hayati singkat.

Itulah kilasan janji masa kecil Zainudin dan Hayati, janji dari dua orang anak kecil yang belum mengerti apa–apa tentang dunia, janji dari dua orang anak kecil yang masih berusia 6 tahun. Janji dua orang anak kecil yang masih polos, namun takdir seperti mengikat mereka dalam pusaran takdir yang akan menentukan masa depan keduanya.

Karena tidak lama setelah mereka mengucap janjinya sore itu, Ayah Hayati yang bekerja sebagai seorang Dokter disebuah Rumah Sakit umum daerah Pariaman–Sumatera Barat, dipindah tugaskan secara tiba–tiba ke Pulau Jawa yang membuat keduanya terpisah jauh oleh jarak dan waktu.

Sedih ?

So, pasti! Karena Zainudin dan Hayati adalah sahabat yang sangat dekat. Dimana ada Zainudin pasti disitu ada Hayati dan di mana ada Hayati disitu juga ada Zainudin. Bahkan untuk kata perpisahan pun tidak sempat terucap dari mulut Hayati kecil, karena perpisahan yang tiba–tiba itu, membuat Zainudin kecil nelangsa. Namun satu hal yang membuat Zainudin kecil menjadi kembali bersemangat menjalani hari–harinya kembali ,adalah janji itu! Sebuah janji yang mereka ucapkan untuk sama-sama meraih masa depan mereka kelak, dan kota Yogyakarta menjadi kunci yang bisa mempertemukan keduanya.

***

POV Zainudin

Hai, perkenalkan namaku Zainudin. Panggilanku sehari–hari Zain. Eit! awas aja kalau kalian berani memanggilku Udin, minta kena tapol pake tarompa (Sandal) butut itu namanya. Aku semester 2 Arsitektur, Fakultas Teknik di salah satu universitas negeri di Yogyakarta. Kalau kalian bertanya kenapa Aku kuliahnya di jurusan Arsitektur ? itu karena janji masa kecilku dengan seorang wanita, sahabat sekaligus cinta pertamaku, Hayati. Apa Aku kuliah di jurusan ini hanya karena seorang wanita ? eits kalian salah besar. Jika kalian menganggapnya begitu, juga gak salah sepenuhnya salah sih sebenarnya. Tapi, jujur Aku kuliah di jurusan ini karena memang Aku sangat senang sekali dengan yang namanya bangunan. Mungkin karena faktor turunan kali yah! turunan kuli, wkwkwk. Lebih tepatnya Bapakku seorang mandor bangunan, dan Emakku seorang Guru Fisika di SLTP Negeri di Jakarta sana.

Keluargaku sendiri saat ini tinggal di Jakarta, karena sejak Aku SLTP Emak pindah tugas ke Jakarta, tempat beliau berasal. Kalau Bapak aslinya Pariaman, Sumatera Barat. Walau begitu, jangan sekali–kalian ajak ngomong pake bahasa Minang yah. Tak Jamin! Planga–plongo, wkwkw.

"Woiiii." Aku dikagetkan dengan panggilan salah seorang sohibku, Edi.

Anjiir mana sambil ditampar lagi.

"Anjiinngg sakit tahu, kamu kira Aku kebo apa pake ditapol begitu Ed ?" kataku protes, sambil mengusap–usap bahuku yang sakit ditapol sama Edi barusan.

"Wkwkwk, makanya kalau dikantin itu jangan melamun, ngopi kek! nenen kek!" katanya dengan gayanya yang menjancukkan.

--------------------------------------------------------------------------------------

Edi, dia ini anak Bima, Nusa Tenggara Barat. Anaknya selalu terobsesi dengan tubuh berotot ala Ade Ray, sehingga diantara Aku dan sahabat-sahabatku yang lain, dia ini badannya yang paling besar dan kekar. Bahkan saking terobsesinya dengan Ade Ray, Ia maunya di panggil dengan sebutan Edi Ray. Gila gak tuh! soal cewek dia planga plongo, khasnya para jomblo lah. Otak ? apalagi! Kayaknya sudah pindah ke otot tubuhnya tuh otak.

--------------------------------------------------------------------------------------

"Mana yang lain ?" tanya Edi dengan gaya khasnya sambil duduk di kursi depan dan menyambar minuman es tehku yang baru kuminum beberapa teguk saja.

"Anjiiirr main sambar aja kayak bebek Kau." kataku sambil geleng–geleng melihat kelakuannya. Eh dianya malah cengar-cengir tanpa merasa berdosa sama sekali, setelah menodai kehormatan es tehku, anjiirr emang.

Namun belum sempat Aku menjawab pertanyaan si Edi barusan, muncul temanku yang lain.

"Woi Zain, Ediii, wis coli ouraaaaa ?" katanya dengan suaranya yang cemplang, mana dia teriaknya lumayan keras lagi, sampai–sampai semua penghuni kantin melihat ke arah kami berdua. Aku pura–pura merunduk sambil lihat HP, sekalian aja gak kenal sama tuh bocah. Anjirr bisa rusak reputasi besar nama Zainudin kalau begini ceritanya.

"Eh Patrick kampret! datang–datang main pitnes aja tuh mulut, mending suruh push up tuh mulut dari pada melantur kemana–mana." balas Edi.

"Bajiguuur, bisa kekar mulutku di pake push up." kata Patrick memegang bibirnya sambil duduk disebelah kiriku.

"Piye kabare dab ?" tanya Patrick pada kami berdua, dan lagi–lagi sambil nyomot es tehku yang tinggal separoh, anjir.

"oohh apik apiikkk." jawab Edi lagi dengan gaya khasnya.

"Anjirr mimpi apa Aku semalam, sampai ketemu kalian hari ini." kataku ngedumel melihat dua sohibku ini.

--------------------------------------------------------------------------------------

Patrik, dia ini anak Wonosari. Orangnya apa adanya, dan gaya jawa-nya sangat kental, walau sejak bergaul dengan Kami, Ia sudah mulai terkena virus gaul jablai, apalagi pengaruh Edi tuh, bahasanya indo tapi gayanya jowo, nah mumet toh! Namanya tergolong unik, mungkin Orangtuanya keracunan film Sepongbob kali yah, dan karena biar agak beda dikasihlah nama 'Patrik' (Mungkin loh ya!). Tapi dia ini orangnya asik, setia kawan. Apalagi saat tanggal tua, Dia ini sahabat yang paling bisa diandalkan, maklum karena Dia rumahnya masih dekat Jogja juga, jadi yang paling bisa diandalkan untuk akhir bulan, hehehe.

--------------------------------------------------------------------------------------

"Hahaha, bilang aja kalian itu gak bisa hidup tanpa diriku." katanya dengan pedenya.

Tidak lama datang sahabat kami satunya, namanya Rangga. Seperti namanya, bisa kalian tebak sendirilah gimana orangnya.

Rangga jalan dengan santainya, sementara di belakangnya ada seorang cewek yang merengek–rengek mengikuti langkah kakinya.

"Masss, sebentar toh!" kata si cewek sambil menarik tangan Rangga dari belakang.

"Sudah lah dek, Kita tuh udah gak ditakdirkan bersama, mau bagaimana lagi. Aku tuh capek ngadepin Bapakmu." kata Rangga sambil berbalik dan memegang kedua bahu si cewek.

"Tapi, kan mas bisa usaha toh. Katanya Mas tresno karo Aku." kata si cewek merengut.

"Aku sayang Dek, tapi apa mau dikata, orang tuamu gak setuju. Jadi, sudahlah! Kita sudahi saja hubungan ini." kata Rangga lagi dengan santai.

Anjir enak banget hidup nih bocah, ini entah cewek keberapa yang kena gombalannya sampai segitunya si cewek mengejar–ngejar dirinya.

"Masa iya, Mas gak mau ke rumah lagi, cuma karena Bapak bilang gak suka. Mas usaha kek, apa kek, gitu!" kata si cewek kesal dan mulai meneteskan air mata.

"Dek,.." kata Rangga sambil memegang pipi si cewek mesra.

Bajigur, udah nyakitin hati wanita, masih sempatnya menyentuh pipi si cewek nih pujangga nanggung, bathinku. Dan parahnya, Kami hanya melongo melihat drama yang terjadi persis di depan meja kami.

"Aku dan Kamu tidak bisa lagi bersatu, terlalu jauh jarak yang memisahkan kita." ucap Rangga dengan santainya sambil menundukan wajahnya dan memasang ekspresi sedih, dimukanya yang standar itu.

Plaaakkkkkk

Sebuah tamparan keras mendarat di pipinya Rangga, sampai–sampai wajahnya oleng ke arah kami. Uasemm, sakit pasti tuh! Koplaknya Kami bertiga sama–sama memegang pipi kanan, seolah-olah kami yang sedang kena tampar.

"Aku kecewa sama Kamu Mas, hikssss." kata si cewek sambil berlalu dengan air mata yang membanjiri wajahnya. Apa kalian pikir Rangga menyesal setelah kena tamparan spesial itu ? ternyata tidak! Bajingan.

Ia malah dengan santainya duduk di samping Edi, sambil cengar-cengir gak jelas.

--------------------------------------------------------------------------------------

Rangga, dia ini satu daerah dengan Edi. Seperti namanya, Ia adalah pujangga cinta. Walau Ia bukan Rangganya si Cinta, jauh lah yah! Wajahnya masuk kategori pas–pasan, namun diantara kami berempat, hanya Dia yang paling sering gonta-ganti pacar. Yah, walau cewek yang di pacarinya juga standar- tandar aja sih orangnya. Dan tontonan drama yang barusan terjadi, adalah kejadian kesekian kalinya kami saksikan secara live. Mungkin karena seringnya Ia gonta–ganti cewek itulah, Ia sampai di juluki Rangga si Playboy. Entah siapa yang memberi julukan itu awalnya.

--------------------------------------------------------------------------------------

"Woii para jomblo, masih setia aja main batangan." katanya sambil melirik kami bertiga.

"Uasem iki, koe diputusin kalau gak digampar duluan, iso ora Ngga ?" celetuk Patrik masem melihat Rangga.

"Anjir, mana bekas tamparannya nyetak begitu, wkwkwk." kataku sambil tertawa melihat bekas tamparan selebar telapak tangan dipipi kanannya si Rangga.

"Tadi siapa lagi tuh namanya ?" sahut si Edi, sambil terkekeh.

"Yah, begitulah my Brother. Susah jadi orang ganteng begini." kata Rangga dengan sombongnya sambil menaikan alis matanya sebelah kiri.

"Uaseeemmm." kata kami bertiga kompak.

"Soal kegantengan, masih tinggian Zain toh ya." sela Patrik memujiku. Sontak membuat aku tersenyum bangga.

"halah, ganteng ya jomblo, sama aja." ejek Rangga.

"Hahaha." tawa Edi dan Rangga kompak.

Inilah kami berempat, empat sahabat yang aneh. Tapi mungkin ini lah yang unik dari perjalanan takdir, padahal kami berempat beda jurusan. Aku jurusan Arsitektur, Patrik jurusan Senirupa, Edi dan Rangga jurusan Teknik Mesin.

Kami berempat pertama berjumpa di acara Masa Orientasi Mahasiswa, kami sama–sama telat datang dari daerah masing–masing karena salah melihat jadwal, sehingga baru bisa bergabung dengan kegiatan ospek pada hari kedua ospek. Kalian tahu apa yang paling mengesalkan sekaligus memalukan bagi kami ? Rupanya acara ospek kali ini, panitia membuat sebuah acara keakraban setiap paginya, kebetulan saat itu masih ospek gabungan, dimana seluruh fakultas dan jurusan di ospek menjadi satu oleh BEM universitas sebagai panitia intinya.

Pada pagi itu, seperti hari sebelumnya, kami disuruh duduk bersila di tengah lapangan. Posisinya seperti orang bersemedi, dengan telapak tangan di telungkupkan di atas paha masing–masing.

"Tarik napas dalam–dalam, tahan sebentar, lalu hembuskan perlahan." Instruksi panitia sambil berjalan ditengah lapangan dan memperhatikan kearah mahasiswa baru. Kami sebagai mahasiswa baru yang patuh, mengikuti semua instruksi yang disuruh oleh panitia dengan baik agar terhindar dari hukuman.

"Tangan tetap ditelungkupkan di atas paha yah!" kata ketua panitia lagi sambil mengistruksikan setiap kakak mahasiswa yang menjadi penanggung jawab setiap kelompok mahasiswa baru, untuk memeriksa setiap MaBa di kelompoknya.

"Bagus, maba tahun ini patuh–patuh semua ternyata." puji ketua panitia.

"Selanjutnya. Angkat tangan kanannya ke atas!" perintah ketua panitia.

Seetttt

Aku dengan spontan mengangkat tanganku keatas.

Jreenngg jreenngg

Disinilah dimulai jebakan betmennya, Aku menoleh kekanan dan kekiri, ternyata hanya ada empat orang mahasiswa baru yang mengangkat tangan kanan keatas. Aku dan ketiga orang yang jadi sahabatku itu, Patrik, Edi dan Rangga. Semua Maba terlihat menahan tawa ketika melihat ke arah kami, dan parahnya kami berempat justru saling melihat satu sama lain dan malah kompak tertawa. Anjirr malah kena hukuman tambahan sama panitia ospek. Ternyata yang dimaksud 'angkat tangan' oleh ketua panitia adalah posisi tangan dibuka menghadap keatas bukan tangannya yang diangkat. Lah kami mana tahu ? sebelumnya gak dibilangin toh. Rupanya panitia sudah menginstruksikan pada ospek sehari sebelumnya, yah mau gimana lagi, terpaksa kami menjalani hukuman menghadap bendera sampai siang.

Tapi, positifnya kami berempat jadi akrab sejak hari itu. Mungkin karena senasib dan sepenanggungan kali yah, hehehe.

"Ed, kemana lagi kita nih ? mumpung jam kuliah lagi kosong nih." tanya Rangga.

"Tergantung anak berdua ini lah. Kalau kita mah kosong." jawab Edi santai sambil melirik ke arahku dan Patrik.

"Aku masih ada satu mata kuliah lagi e, tapi sepertinya kosong. Karena anak kelas sebelahku pada teriak–teriak senang tadi karena dosennya gak datang." jawabku.

"Aku melu wae, Aku yo kosong." kata Patrik.

"Nah kalau begitu, Aku punya ide." kata Rangga sambil menaik–naikan sebelah alisnya. Dia yang sumringah kok perasaanku gak enak ya ? karena setiap kali Rangga menaik–naikan sebelah alis matanya seperti itu, pasti idenya gak jauh–jauh dari yang namanya mesum.

"Apaan ?" kata Edi dan Patrik bersamaan, penasaran.

"Kita nonton bokep bareng di kosnya Zain, kebetulan Aku punya koleksi baru nih." kata Rangga Sumringah sambil melirikku.

"Bajingan, gak jauh dari mesum tuh otak. Kenapa juga harus di kosku ?" Ujarku protes.

"Wuih keren tuh, bening ora cewek e ?" tanya Patrik penuh semangat.

"Keren–keren, Aku setuju kalau itu mah." sela Edi semangat.

Anjir malah pada semangat nonton bokepnya, nontonnya sih gak masalah, tapi masa iya nontonnya di kosku ? itu yang jadi masalahnya.

"Tuh kan, pada setuju." kata Rangga senang.

"Asem, ogah kalau nontonnya di kosku." kataku protes.

"Ayolah Zain, cuma tempatmu yang paling adem. Apalagi sambil lihat Bu Maya." kata Rangga mesum membayangkan Ibu kosku. Emang sih, Bu Maya masih bohai walau sudah beranak dua. Usianya baru kepala tiga. dan kesenangannya, karena kamar mandi yang diluar, gabung dengan anak kos, jadi Bu Maya sering cuma handukan saja keluar dari kamar mandinya. Apa gak bikin mahasiswa seperti Kami ini makin menggelora jiwa mudanya.

"Ayolah Zain, tempat kosmu saja ya." bujuk Edi.

"Iyo e Zain, tak beliin jus mangga kesenangan mu wis." bujuk Patrik tak mau kalah membujukku.

"Nah tiga suara sudah setuju, berarti deal yah. Kita nonton bokep bareng di tempatnya Zain." kata Rangga sumringah.

"Anjrit, siapa yang suruh kalian voting. Kosan ku loh itu." protesku tidak terima.

"Sudahlah, Kamu tinggal nikmati aja pokoknya. Sekarang mari kita cabut ke kosnya Zain." komando Rangga diikuti oleh kedua temanku lainnya.

Terpaksa, dan mau tidak mau kosanku jadi markas para bokeper ini. semoga saja tidak ketahuan oleh Ibuk kos atau Bapak kos atau Anak e Ibu dan Bapak kos, atau malah sama tetangga kos nantinya. Kalau ketahuan, bisa–bisa Aku di usir sebelum waktunya oleh yang punya kos.

"Eh Zain! Baru pulang kuliah toh ?" tanya Ibu kosku begitu melihatku dan kawan–kawanku memarkirkan motor didalam pekarangan kos.

"Iya Bu. Loh sendirian saja Buk ? Bapak kemana ?" tanyaku basa basi melihat Bu Maya yang baru selesai menjemur bajunya. Benar saja, saat Aku melirik kesamping, ketiga temanku tampak meneguk saliva melihat penampilan seksi Ibu kosku yang semlohai ini.

"Iya nih, Nak Zain. si Bapak pulangnya selalu malam." kata Bu Maya dengan suara agak serak–serak basah, bikin yang dengarnya jadi sange duluan.

"Misi Bu, saya pamit kekamar dulu ya!" kataku sambil cepat-cepat menarik ketiga temanku kekamar kos. Mereka kayak kucing lagi birahi saja, sampai ngecas begitu. Bikin martabatku turun saja.

"Oh iya Nak Zain, semangat belajarnya yah!" kata Bu Maya dengan senyum cantiknya.

"Anjrit, kamu main tarik–tarik aja Zain. Hilang deh ladang pahala kita." gerutu Edi.

"Iyo e, pantesan Zain betah banget kos disini. Aku yo mau, kalau Ibu kos e molek begitu." kata Patrik senyum–senyum.

"Anjiirr, kalian lihat gak nenen nya tadi ? guede banget coy." kata Edi dengan wajah sangenya, membayangkan keseksian Bu Maya, pemilik kosku.

"Hadeeh kalian ini, benar–benar dah." Aku cuma bisa geleng–geleng kepala lihat kelakuan ketiga sahabatku ini.

"Hehehe." mereka malah cengengesan melihat kearahku.

"Ayolah, hidupin komputermu Zain. Dah gak tahan ini, apalagi habis lihat nenen nya Bu Maya." kata Rangga gak sabaran.

"Ini nonton aja kan ? kalian gak coli disini kan ?" tanyaku khawatir lihat bujangan sange seperti mereka.

Ketiganya saling lirik, lalu tersenyum mengerikan.

"Lihat sikon dulu Zain." jawab mereka kompak.

"Bajingan, mau nonton bokep pake sikon segala." kataku.

"Hehehe." mereka menyeringai bareng. Asem dah perasaanku makin tidak enak saja makin kesininya.

Benar saja, begitu komputer ku menyala, Edi dan Patrik langsung mengambil posisi strategis, sementara Rangga mengeluarkan flash disk dari dalam tas kuliahnya, lalu menyolokkannya ke lobang USB yang ada di CPU. Lalu Ia membuka sebuah folder, Aku kira langsung ke buka, ternyata adalagi folder dalam folder.

"Anjrit sampai segitunya." kataku melongo.

"Hehehe, biar aman coy. Ini rahasia negara yang tersimpan di dalamnya." kata Rangga sambil nyengir dan terus membuka beberapa folder lagi di dalamnya, sampai pada folder terakhir yang judulnya 'Secret Order'.

"Anjaay dah kayak folder penting saja pakai nama 'Secret Order' segala." kataku geleng–geleng.

"Udah Zain, Kau duduk disini dulu. Biar bisa menikmati bareng kita." kata Edi gak sabaran pengen nonton.

"Bentar, kututup pintu kamar dulu." kataku berdiri sambil menutup pintu kamar, gila aja menonton bokep ketika pintu kamar terbuka, harakiri itu namanya.

Setelah menutup pintu kamar, Aku mengambil posisi duduk agak kepinggir. Rangga memperlihatkan beberapa koleksinya.

"Itu aja bro, itu aja puter duluan." kata Edi semangat karena saking banyaknya koleksi film bokep dalam flash disk nya Rangga.

"Tau aja lu bro, hehehe." kata Rangga tersenyum girang, lalu tosh dengan Edi.

Baru beberapa menit film berjalan, terdengar bunyi ketukan dari pintu kamar kosku.

Tok tokk tokkk

Aku reflek langsung berdiri dan membuka pintu kamar kosku, tanpa terburu mematikan komputer terlebih dahulu. Ketika Kubuka, ternyata yang mengetuk Bu Maya, Ibu Kosku.

"Zain, kamu gak apa–apa toh ?" tanya Bu Maya dengan raut muka khawatir.

"Eh, gak apa–apa Bu." jawabku agak gugup, takutnya suara film bokep yang Kami tonton kedengaran oleh Bu Maya.

"Kok Ibu kayak dengar suara teriak–teriak begitu tadi yah..? Eh..." kata–kata Bu Maya terputus begitu melihat ke arah bawahku.

"Eh maaf Bu!" ujarku panik, ternyata akibat film yang baru kutonton barusan, walau hanya dalam durasi menit, membuat sesuatu terbangun dibawah sana dan menimbulkan cetakan yang sangat jelas. Malu banget cok, apalagi sampai ditatap begitu oleh Bu Maya.

Sekilas kuperhatikan, tatapan Bu Maya yang menatap nanar kearah bawahku.

"Bu!" kataku memanggilnya, karena Bu Maya lama terdiam sambil menatap kearah bawahku walau sudah kututupi dengan kedua tanganku.

"Eh iya ? kamu ngomong apa Zain ?" kata Bu Maya seperti orang baru sadar.

"Eh gak ada Bu." kataku salah tingkah menutupi rasa maluku.

"Eh gak ada yah ? ya udah, kalau ada apa–apa panggil saja Ibu yah." kata Bu Maya sambil menggigit bibir bawahnya, entah apa yang dipikirkannya saat ini setelah melihat langsung keadaanku barusan.

"Ah syukurlah!" kataku lega begitu menutup pintu kamar.

"Anjir hampir saja ketahuan." kataku.

Ketiga temanku malah senyum–senyum menatap kearahku, entah ide mesum apalagi yang direncanakan oleh mereka bertiga. 

"Ngapain kalian senyum–senyum begitu ?" tanyaku curiga menatap mereka bertiga.

"Kayaknya kita perlu praktek deh Zain." kata Patrik padaku.

"Maksudnya ?" tanyaku heran.

"Mumpung koe sudah bersedia menjadi tuan rumah acara hari ini, sebagai gantinya kita yang bayarin buat prakteknya." kata Patrik lagi.

"Gini maksud kalian ?" tanyaku sambil memasukkan jari jempolku ke tengah jari telunjuk dan jari tengahku.

"Hehehe." mereka bertiga nyengir mesum, tuh kan benar firasatku.

"Ohh ogah!" kataku menolak ide mesum ketiga sahabatku ini. Bisa semakin rusak nih impianku, bukannya selesai kuliah dengan tepat waktu, yang ada Aku bisa jadi penjahat kelamin kalau begini ceritanya, wkwkwk.

"Mending kalian beliin rokok aja." kataku memberi alternatif solusi.

Tampak ketiganya saling menatap sebentar, lalu Edi mengkode Rangga, entah apalagi yang direncanakan mereka. Belum lagi harus menjelaskan masalah tadi sama Ibu kosku, ketiga temanku malah mengusulkan ide mesum lainnya.

"Gini aja Zain, tar kami beliin kamu rokok. Tapi sebagai gantinya Kamu temani kita bertiga ke tempat pacarku dulu yo." kata Rangga padaku.

"Beneran tapi ya ?" tanyaku meragukan ucapan Rangga.

"Iya, benar." kata Rangga santai sambil menaikan jari telunjuk dan jari tengahnya.

"Ya udah, ayok lah." kataku dengan polosnya mengiyakan tawaran Rangga.

Tampak mereka bertiga langsung bersemangat.

Kami berangkat ke luar kos dengan dua motor, Aku di boncengi Patrik sementara Edi bareng dengan Rangga.

Kami berkendara ke arah Malioboro, dan awalnya Kukira pacarnya Rangga tinggal dekat Malioboro, ternyata arah yang mereka tuju ada dibelakang pasar Malioboro. Kami memarkirkan motor, lalu berjalan ke dalam gang. Dibagian luar ada beberapa preman yang berjaga. Ngeri juga rumah tempat pacarnya Rangga kali ini, sampai dijaga oleh preman segala, pikirku heran dalam hati.

Para preman yang sedang duduk melirik kearah kami sebentar.

"Misi Mas, mau kedalam!" kata Patrik ramah mohon ijin kearah mereka, dan dibalas dengan sebuah anggukan kecil oleh para preman yang jaga.

Aku mulai curiga, dengan komplek yang kami masuki. Ternyata semakin ke dalam, makin banyak wanita dengan pakaian seksi duduk di teras rumah atau yang sengaja menggoda kami didepan rumahnya. Rumah didalam sana, seperti komplek perumahan penduduk pada umumnya, yang saling berdempetan satu sama lainnya, malah perumahan ini cenderung padat, bahkan ada Mushola dalam gang kecil tersebut.

"Jauh kali rumah pacarmu Ngga!" kataku.

"Sabar Zain! bentar lagi juga sampai ini, hehehe." kata Rangga sambil tertawa kecil, kuperhatikan ketiga sahabatku ini saling memberi kode. Entah apa maksudnya? Begonya, Aku malah ngikut aja kemana mereka pergi. Sampai Kami tiba disebuah rumah, yang lumayan besar dengan cat berwarna putih. Didepannya duduk beberapa gadis remaja, usia anak sekolahan gitu sepertinya. Dalam hati Aku bertanya, apa mungkin ini rumah pacarnya Rangga yah ? apa iya pacarnya sekarang anak–anak Abege, tapi kok pakaiannya terbuka banget, seperti...

"Zain, Kamu tunggu dulu disini yah. Aku mau apel pacarku dulu ke dalam." kata Rangga padaku.

"Terus, kenapa Patrik sama Edi juga ikut ke dalam ?" protesku begitu melihat Edi dan Patrik malah ikut ke dalam rumah bareng Rangga.

"Biar mereka kenalan sama cewek–cewek didalam." kata Rangga memberi alasan dengan senyumnya yang menggatelkan.

"Iya, Zain. Kalau Kau gak mungkinlah diajak. Katanya Kau masih setia sama Hayati." sela Edi.

"Iyo e Zain, koe neng kene wae yo. Kalau haus pesan ae, tar Aku sing bayar." kata Patrik menambahkan.

"Uassuuu." kataku mengumpat mereka bertiga, dan mereka berlalu kedalam rumah meninggalkanku yang duduk diteras depan sendirian. Kan asu namanya, tapi tunggu dulu sebentar! Aku kok merasa aneh dengan tempat ini yah ? Banyak laki–laki keluar masuk kedalam komplek ini dan tidak lama setelah ketiga sahabatku masuk kedalam ada Bapak–bapak keluar dengan wajah terlihat lega. Anjir, itu ekspresi yang sama dengan ketiga sahabatku saat nonton bokep tadi, pikirku mulai semakin curiga. Si Bapak–bapak ditemani oleh seorang gadis abege yang memeluk lengan kanannya dengan sangat mesra.

Anjrittt, dikerjai Aku sama mereka bertiga nih, pikirku mulai kesal–kesal senang.

Kesal karena Aku telah dibohongi, ini bukannya tempat pacarnya Rangga melainkan tempat prostitusi, curigaku. Senang karena pemandangan disekitarku yang penuh wanita–wanita cantik dengan pakaian seksi mereka yang siapapun melihatnya pasti akan langsung konak karena saking terbukanya pakaian yang mereka kenakan. Apalagi Aku yang masih ijo dan masih polos dengan hal beginian.

Tidak lama, ada seorang cewek dengan pakaian yang cukup terbuka dan seksi datang menghampiri tempat dudukku.

"Sendirian aja Mas ?" tanya cewek tersebut dengan senyumnya yang menggoda.

"Gak kok mbak, saya berempat sama teman. Tapi teman saya lagi ke dalam menemui ceweknya." jawabku polos dan agak grogi, karena cewek yang menanyaiku barusan langsung duduk disebelahku dan menempelkan nenennya yang terbuka bagian atasnya, sehingga memperlihatkan belahan dada atasnya yang putih mulus.

Glek

Aku menelan saliva, gugup.

"Gak usah gugup begitu Mas. Baru pertama kali kesini yah ?" tebak wanita tersebut dengan suara agak mendesah dekat telingaku, sementara tangan kanannya langsung ditempatkan diatas pahaku.

Anjiirr bangun dah si Otong, pikirku cemas. Karena perlahan namun pasti, celana ku mulai terasa sesak karena pergerakan teratur dari si Otong yang mulai menggeliat bangun dengan perkasanya.

"Ihh lurusin aja mas, apa gak sesak tuh yang dibawah bangun!" katanya tertawa kecil sambil menunjuk ke arah penisku.

Anjritt bikin malu aja nih si Otong, tanpa disuruh malah bangun dengan sendirinya, bikin malu saja, pikirku agak grogi. Yah mau gimana lagi, dia terlanjur bangun karena merasakan ada sinyal kuat yang membuatnya menggeliat terjaga, hehehe.

"Eh maaf mbak, gak sengaja." kataku malu sambil menutupinya dengan tanganku.

"Gak apa–apa kali Mas. Mas nya sudah minum ?" tanya cewek tersebut sambil memeluk lengan kiriku semakin erat.

"Eh su-sudah Mbak." jawabku gugup, keringat dingin mulai keluar dari keningku, karena ini pengalaman pertama Aku diperlakukan sedekat itu oleh seorang cewek, gimana gak tegang! Belum lagi kalau melihat penampilan cewek yang sedang memeluk lenganku ini.

"Minum susu juga sudah ?" tanyanya lagi dengan gayanya yang semakin manja menempel dilenganku, sementara dagunya diletakkan di dekat telingaku.

"Eh Susu ? su-sudah mbak." jawabku makin salah tingkah dibuatnya. Antara senang dan senang banget dipeluk cewek, hehehe.

"Susu gantung juga sudah ?" tanya cewek tersebut makin berani menggodaiku.

"Hah, susu gantung ?" ucapku kaget.

"Ih Mas nya lucu, Hani makin suka deh. Mau cium aja, boleh gak ?" tanya wanita tersebut dengan gaya centilnya.

"Cium ? boleh mbak.. eh jang–jangan." jawabku panik karena keberanian wanita tersebut menggodaiku.

"Ihh yang benar yang mana dong ? boleh atau gak nih Hani cium Masnya ?" kata Wanita yang mengaku bernama Hani tersebut dengan gaya manjanya.

Namun belum sempat aku menjawabnya, Hani sudah nyelonong duluan mencium pipi kiriku.

Cupppp

Deg

Flusshhh

Wajahku terasa panas, mungkin kulit wajahku seperti kepiting rebus yang memerah saat ini. Ini pengalaman pertamaku dicium oleh cewek, dan itu membuat jantungku seakan berhenti berdetak.

Hani bukannya merasa bersalah atau gimana, malah tampak Ia kesenangan karena telah berhasil mencium pipiku. Lalu Ia menarik tanganku berdiri, dan membawaku masuk ke dalam rumah. Aku yang belum tersadar dari ciuman Hani dipipiku hanya berjalan perlahan mengikuti langkahnya seperti orang kena Hipnotis, terhipnotis karena ciuman Hani.

Aku baru tersadar ketika sudah duduk diatas ranjang yang ada dalam sebuah kamar.

"Eh kok disini ?" tanyaku bingung, baru sadar kalau sudah ada dalam kamar, kapan masuknya yah ?

"Ih Masnya lucu deh." kata Hani gemas.

"Eh, tapi...", ucapan Zain terhenti, lidahnya seperti tercekat kelu begitu melihat Hani mulai melepas bajunya satu persatu.

POV Author

Sadar kalau Hani akan mengajaknya begituan membuat Zain syok setengah mati. Ini sudah jauh kelewatan, tujuannya ke kota ini adalah untuk kuliah dan menggapai cita-cita bukan buat beginian, melakukan ini sama halnya dengan Ia mengkhianati cinta sucinya semasa kecil serta kepercayaan orang tuanya. Sadar akan hal itu membuat Zain panik dan langsung meninggalkan Hani begitu saja yang menatap Zain dengan wajah bengong, karena baru kali ini ada pelanggannya yang meninggalkan dirinya begitu saja.

***

Sementara itu, diluar ruangan satu persatu teman Zain sudah keluar dari kamar masing–masing ditemani oleh pasangan bercinta mereka. Dimulai dari Patrik, Rangga dan disusul oleh Edi.

"Loh Zain mana ?" tanya Patrik heran karena tidak menemukan Zain diruang tamu tempat mereka meninggalkannya sebelumnya.

"Anjrit, lepas perjaka juga Zain jadinya." kata Edi cengengesan.

"Itu artinya, sahabat kita sudah menjadi dewasa coy." kata Rangga menimpali.

Lagi asik membahas tentang Zain, orangnya malah keluar dari sebuah kamar dengan wajah panik dan marah begitu melihat ketiga sahabatnya itu

"Pacar apanya! kalian malah bawa Aku kemana ini. Asuuu." kata Zain dengan wajah kesal lalu berlalu begitu saja meninggalkan ketiganya.

Ketiganya yang belum mengerti dengan kejadian yang sebenarnya, hanya mengikuti Zainudin tanpa bertanya apa yang terjadi didalam kamar.

"Bentar Bro, Gue bayar dulu ini." kata Rangga berjalan ke arah sang Mucikari yang ada diruang tengah.

Namun sebelum mereka melangkah, terdengar teriakan kemarahan seorang wanita dari dalam kamar tempat Zainudin keluar sebelumnya, "Tahan mereka, Dia belum bayar tuh." tujuk Hani pada Zainudin. Tampak Ia sangat kesal sekali karena ditinggal begitu saja oleh Zainudin sebelumnya, tubuh indahnya tidak berhasil memikat seorang Zainudin. Sehingga, mau tidak mau Ia memaksa Zainudin untuk tetap membayar jasanya karena telah memakai ruangan.

"Bayar apaan ? nyentuh saja kagak ?" ucap Zainudin tidak terima.

"Eh, jadi lu masih belum apa-apain tuh cewek ?" tanya Edi kaget. karena disangkanya Zainudin sudah lepas perjaka saat didalam kamar barusan.

"Ya, kagak lah! Gila aja, kalau perjakaku dibuang disini, mubazir." 

Tapi, melihat si cewek yang memaksa minta uang bayarannya karena Zain telah masuk ke kamarnya. Membuat mereka berempat sempat berdebat, dan entah siapa yang mengomandoi.

"Kabur saja bro.. kabuurrr..."

"Eh Kampret, gue ditinggal." Umpat Edi yang berlari paling belakang. ketiganya lari terbirit-birit dari lokalisasi tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status