Share

BAB III : UNTUK ZAIN

POV Zain

Aku kembali kekamar Kosku, saat jam sudah diangka 4 sore. Waktu kulihat HP, banyak sekali notifikasi panggilan dan WA yang masuk. Astaga, ternyata dari teman-temanku yang menanyakan keberadaanku, bahkan mereka kekamarku siang tadi saat jam makan siang. Aku lupa mengabari sahabat-sahabatku kalau hari ini ada tugas lapangan.

Namun ada sebuah WA yang membuatku hatiku berteriak senang, yaitu sebuah pesan WA dari Hayati. Ia baru membalasnya, setelah seminggu yang lalu Aku mengirimkan pesan WA padanya.

Hayati :

"Maaf baru balas pesannya Zul, Hayati kemaren-kemaren lagi sibuk praktek. Boleh! main aja ke kos Hayati, alamatnya : Jl. dilarang Toleh-Toleh no.xx. Kalau kesini jangan lupa kabari yah^^ see u"

Aku yang barusan kelelahan karena banyak mengerjakan tugas lapangan, malah jadi semangat otomatis begitu membaca pesan WA-nya Hayati, sampai-sampai Aku meloncat kegirangan. Hehehe, soalnya Aku sangat khawatir kalau Ia tidak mengingatku lagi atau malah sudah melupakanku, karena Aku mengirim pesan WA untuk menanyakan alamat kosnya lebih dari seminggu yang lalu, mengikuti saran teman-temanku untuk memperjuangkan cintanya Hayati, "jangan pernah mengharapkan cinta datang cuma-cuma, karena cinta yang diperjuangkan dengan sekuat tenaga adalah cinta sejati, dan hanya mereka pecinta sejati pulalah yang sanggup melakukannya."  Entah mengutip kata dari mana, tapi karena ucapan teman-temanku itulah Aku bertekad untuk memperjuangkan cinta Hayatiku. Bukan sebagai Zainudin, tapi sebagai diriku yang baru. Aku ingin memulainya dari 0, Aku ingin memperjuangkan cinta Hayati tanpa embel-embel nama Zainudin.

***

Keesokan harinya, ketiga sahabatku datang kekosku saat jam masih menunjukkan angka 9 pagi. Kebetulan hari itu adalah hari sabtu, Kami tidak ada jadwal kuliah hari itu. Tidak heran juga sih! biasanya mereka sering datang tiba-tiba ke Kosku atau kadang juga ngumpul di Kosnya Rangga dan Edy.

"Woi kampreett dari kemarin dicariin malah asik aja dia nyantai disini." kata Edy begitu Ia sampai dan duduk didepan kamarku.

"Kemana kau Zain ? kemaren gak masuk kuliah ? dicariin dikos juga gak ada." Sela Rangga ikut ngedumel kesal.

"Iyo e, ada sejam lo kita tungguin. Ditelpon gak aktif hapenya." kata Patrik ikut menambahkan komplainnya.

"Aku mau jawab yang mana dulu nih ? kalau kalian nanya nya bareng begitu." ujarku santai sambil bercanda.

"Seterah kau lah, bajigurr." kata Edy memonyongkan mulutnya.

"Hahaha." Aku malah ketawa sendiri melihatnya.

"Bajigur, malah ketawa dia." ucap Rangga.

"Kesurupan kau Zain ?" tanya Edy coba memegang keningku.

"Eit eit! jangan-jangan pegang. Aku masih normal yo! kalau mau, kau pegang Patrik aja Ed."

"Bajingan, Aku normal yo." kata Patrik tidak terima.

"Jadi, maksudmu Aku yang gak normal,  begitu?" umpat Edi.

"Hahaha," tawa Kami kompak.

"Kalian pesan minuman tempat Bu Maya sana, baru kita ngobrolnya. Sekalian Aku butuh bantuan kalian ini."

"Nah ini! cocok." kata Edy senang sambil mengacungkan dua jempolnya.

"Pas mantab!" kata Rangga menyetujui dengan penuh semangat.

"Aku jus Naga yo, biar bisa mambawa terbang Bu Maya." ucap Patrik dengan semangatnya. Emang gila ini tiga sahabatku, tiap kesini pasti niatnya mau mengintip sebengnya Bu Maya. Tapi, mang Bu Maya sangat menggoda sih. 

"Siapa yang mau bawa terbang saya ?" tanya Bu Maya tiba-tiba yang kebetulan sedang melintas dekat kami.

"Nah modar kau cu pat kai, wkwkwk." tawa Edy meledek sambil memelankan suaranya biar gak kedengaran sama Bu Maya.

"Patrik itu Bu." ucapku sambil menunjuknya, wajah Patrik langsung pias dibuatnya.

"Assuu koe Zain." ucap Patrik dengan wajah pucat pasi.

"Eh gak ada Bu, bercanda aja tadi itu mah, hehehe." kata Patrik gelagapan menjawab pertanyaan Bu Maya.

"Oh jadi Kamu yang mau bawa ibu terbang. Kuat emangnya ?" tanya Bu Maya sambil berdecak pinggang.

Rangga dan Edy malah cengengesan disamping, menertawakan Patrik yang sudah sangat pucat, ternyata ciut juga nyalinya ketika ditantang beneran sama Bu Maya.

"Kalian berdua kenapa tertawa ? mau ikutan bawa saya terbang juga ? hmnnn." kata Bu Maya pada Edy dan Rangga, yang sontak membuat keduanya jadi terdiam dan menggelengkan kepala dengan wajah pucat tak berkutik.

"Ayoo kapokmu kapan, hahaha." giliranku menertawakan mereka bertiga.

Rangga yang duduk disebelahku sampai menginjak kakiku tanda protes.

"Awwww." jetiku, sengaja sedikit Aku keraskan suaranya.

"Eh Zain kenapa ? sakit ? apanya yang sakit ?" Bu Maya reflek mendekatiku dan memegang pipiku. Anjirr perhatian banget Ibu Kos padaku yah! Dan benar saja, ketiga temanku langsung melongo melihat Bu Maya yang segitu perhatiannya padaku. Aku sendiri hanya manaik-naikan sebelah alisku melirik kearah mereka, dari ekspresinya mereka kelihatan mupeng ingin dapat perlakuan yang sama dari Bu Maya.

"Eh." bu Maya seperti tersadar kalau lagi diluar dan diperhatikan oleh orang lain, lalu beliau berlagak seperti tidak terjadi apa-apa. Anjrit hampir saja ketahuan, pasti ketiga temanku langsung menyangka yang tidak-tidak nih. Emang sih, sejak kejadian Bu Maya menangkap basah Kami sedang menonton bokep waktu itu, apalagi sejak Bu Maya melihat tampilan bawahku yang tanpa disengaja, Ia terlihat lebih perhatian dan berusaha lebih dekat denganku, mau jadiin Aku berondongnya kali yak! wkwkwk. 

Seperti barusan saja, beliau dengan refleknya langsung memegang pipiku begitu mendengar Aku mengaduh.

"Ibu tinggal dulu, masih banyak kerjaan ini." ucap Bu Maya berbalik pergi menuju lantai bawah.

"Bu, pesan minuman buat teman-temanku ya!" ucapku begitu teringat kalau akan memesankan minuman untuk mereka bertiga.

"Minuman apa ?" tanya Bu Maya sambil menghentikan langkahnya. Gila, dilihat dari manapun Bu Maya memang cantik sih, sex appealnya sangat tinggi. Tidak heran ketiga temanku ini begitu betah ke Kosku, hanya sekedar buat ngacengin Bu Maya dan anak gadisnya doang. 

"Mas Zain ?" kata Bu Maya yang menyadarkanku dari lamunan.

"Eh iya Bu ?" tanyaku bingung.

"Asem koe! ditanya Bu Maya malah melamun." malah Patrik yang menjawab, sementara Bu Maya malah tersenyum, sepertinya Ia tahu apa yang sedang Kupikirkan, sehingga beliau hanya tersenyum kecil menatap ke arahku.

"Eh kalian mau pesan apa ?" tanyaku mengalihkan ke tiga sahabatku.

"Aku susu aja." jawab Edy reflek sambil melihat ke arah nenen montoknya bu Maya.

Bu Maya yang sadar mata Edy melihat ke arah dadanya, reflek menutup dadanya dengan tangannya.

Plaakkk

"Adaww." kata Edy mengaduh, karena Patrik menoyor kepalanya dari samping.

"Koe pesan yang benar napa ?" ucap Patrik menegur.

"Eh jus Jeruk." kata Edy buru-buru meralatnya sambil nyengir.

"Aku sama Bu." ucap Rangga.

"Aku jus Naga bu." kata Patrik.

"Zain, minum yang biasa kan ?" tanya bu Maya padaku, karena Aku masih diam sampai-sampai mereka melihat ke arahku.

"Iya bu." jawabku sambil menatap Bu Maya penuh arti.

"Aku kok malah pengen nenen lagi begitu melihat susu montoknya bu Maya ya!" ucap Edy tersenyum mesum.

Plakkk

"Anjrit ngapain Kau pukul kepalaku Ga ?" tanya Edy kesal sambil memegangi kepalanya.

"Kau norak kali Ed, masa bilang minta susu langsung sama orangnya. Kalau Bu Maya marah terus ngusir kita gimana ?" kata Rangga kesal.

"Reflek bro, hehehe." jawab Edy dengan muka tak bersalahnya.

"Kepala kau reflek. Reflek kok ya sambil melotot gitu, kayak anjing birahi aja kau Ed, jaim dikit napa."

"Kayak kau gak aja Ga?"

"Ya, kan gak perlu sambil melotot begitu." ucap Rangga kesal.

Tidak lama datang Wulan mengantarkan pesenan minuman Kami.

"Eh ada cewek cakep kemari bro. Wah jatahku nih." ucap Edy sumringah.

"Ojo rakus, Aku yo melu." ucap Patrik gak mau kalah.

"Yang sportif ya, ini sudah pasti jadi pacarku nih." ujar Rangga dengan pedenya.

"Kau jangan ikutan Zain, cukup jadi penonton aja." ujar Rangga melirikku. 

"Itu Wulan, anaknya Bu Maya." ucapku kalem.

"Gilani, pantesan cakepnya puool. Anaknya Bu Maya toh! Aku siap jadi mantunya Bu Maya kalau anaknya begini cantiknya. " ucap Patrik jadi semakin bersemangat.

"Woo enak aja Kau cupatkai, jatahku ini." ujar Edy.

"Lah kau kan suka sama emaknya. Anaknya ya jatah kita, hehehe." ledek Rangga.

"Itu kan sebelum Aku melihat anaknya." ucap Edy ngeles dan tetap maju dengan semangat 45-nya.

Aku hanya tersenyum saja melihat ulah ketiga temanku.

"Ya terserah kalianlah." ucapku kalem.

"Siang Mas-Mas. Ini Wulan nganter pesanannya." kata Wulan sopan, sambil meletakan minuman diatas meja, depan tempat kami duduk.

"Dek Wulan!" panggil Rangga mulai melancarkan jurus rayuan mautnya.

"Ya Mas ?" jawab Wulan sambil menatap ke arah Rangga.

"Tau gak beda minuman itu sama Kamu ?" tanya Rangga melancarkan gombalan mautnya.

"Apa Mas ? tanya Wulan polos.

"Kalau minuman itu di tarohnya di atas meja, kalau Dek Wulan ditarohnya di hati Mas Rangga." kata Rangga dengan senyumnya yang menggoda.

"Halah, basi." ledek Edy.

"Oo kampret kau Ed, gak bisa lihat teman senang aja." ujar Rangga kesal karena rayuan mautnya diremehkan sama Edy.

"Hahaha." kami bertiga tertawa, sementara Wulan hanya biasa saja.

"Wulan." panggil Edy sepertinya juga tidak mau kalah merayu Wulan.

"Ya Mas ?"

"Tahu nomor rumah sakit jiwa gak ?" tanya Edy sok cool, Rangga reflek melihat ke arahnya, mungkin disangkanya akan menyuruhnya untuk ke RSJ, sehingga wajah rangga dah manyun duluan.

"Loh mang siapa yang gila Mas ?" tanya Wulan bingung.

"Aku Dek! Aku yang tergila-gila padamu." gombal Edy sambil menaik-naikan sebelah alisnya. Wulan hanya terdiam sambil menunduk. Asem, dah jadi ajang gombal saja nih jadinya.

"Gara-gara Kau, Aku iso didiagnosis sakit jantung, Ed." ucap Patrik dengan wajah serius.

Mendengar itu, membuat Wulan terkejut, reflek dia terpancing untuk bertanya ke Patrik.

"Loh kok bisa begitu Mas ? Mas ada riwayat sakit jantung tah ?" tanya Wulan kaget, mungkin disangkanya beneran.

"Iya, jantungku selalu berdebar kencang saat melihat Kamu, Dek." ucap Patrik dengan wajah yang ditampan-tampankan.

"Ooh." jawab Wulan singkat.

"Cuma gitu doang ?" ucap Patrik melongo.

"Lah terus Wulan harus jawab apa Mas ?" tanya Wulan polos.

"Yah ngapain kek. Ngajak makan atau jalan-jalan kek, atau sungkeman dulu kek!" jawab Patrik ngasal.

"Iya Dek, masa Kita dah ngerayu pakai jurus maut begitu cuma dibalas 'ooh' doang." sela Rangga.

"Paling tidak, pilih salah satu diantara kami gitu!" kata Edy menambahkan dengan wajah penuh harap.

"Maaf Mas-Mas. Tapi, hati Wulan sudah ada yang punya." ucap Wulan sambil melirik ke arahku dengan malu-malu. Yang diiringi dengan tatapan tidak percaya sambil melongo mereka bertiga ke arahku.

Aku hanya menatap mereka bertiga sambil tersenyum penuh kemenangan dan sekarang giliranku menaik-naikkan alisku pada mereka.

"Bajiguurrrr..." ujar mereka bertiga kompak.

"Maaf Mas-Mas, Wulan pamit kerja dulu yah!" kata Wulan melirikku sebentar sambil berlalu pergi.

"Bajingan, kita yang capek-capek merayu malah Zain aja yang panen untung." ujar Rangga lemas.

"Iyo e." sela Patrik sambil geleng-geleng kepala lemas.

Sementara Edy hanya diam berpasrah diri.

"Yok minum dulu, ada yang mau Aku bicarakan dengan kalian." kataku santai, biar mereka tidak larut dalam kesedihan dan berujung perkara yang tidak diinginkan. Loh, siapa tahu mereka stress dan nekat mencuri sempaknya Wulan dan Bu Maya kan bisa berabe, wkwkwk.

"Semalam Hayati membalas pesan Aku cok, Dia mau ketemuan serta sudah memberi alamatnya padaku." ucapku membuka pembicaraan.

"Eh serius Kau ?" tanya Edy kembali semangat.

Yang kubalas dengan anggukan kepala.

"Ayok lah disegerakan." ujar Patrik ikutan semangat sambil menegakkan posisi duduknya.

"Pokoknya apapun rencana Kau, kita teramat sangat-sangat mendukung sekali, 1000 persen kalau perlu 2000 persen," ucap Rangga berapi-api.

"Iya, betul itu," kata Patrik dan Edy kompak mengaminkan.

"Ya iyalah! kalian mendukung, jadi kalian bisa mendekati Wulan kan ?" kataku tertawa mengejek.

"Nah itu Kau tahu, hehehe." ujar Edy.

Rangga dan Patrik tertawa.

"Jadi apa yang bisa kita bantu Zain ?" tanya Patrik.

"Nah begini.." Aku menyuruh mereka duduk merapat, lalu Kami membahas berbagai rencana untuk mendekati Hayati dengan identitasku sebagai Zulfikar bukan Zainudin. Mereka bertiga sepakat dengan rencanaku serta memberi beberapa masukan agar usahaku mulus dan lancar untuk mendekati Hayati.

Jadi gak sabar rasanya untuk segera bertemu Hayatiku, siang itu dengan support ketiga sahabatku, Aku membulatkan tekad untuk berjuang mendekati Hayati. Terserah Ia sudah punya pacar atau tunangan sekalipun, karena cinta sejati itu layak untuk diperjuangkan. Masalah jodoh atau tidaknya, biar itu menjadi urusannya Sang Pencipta, yang jelas Aku sudah berusaha maksimal dulu untuk meraihnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status