BUNDA PULANGLAH KAMI TAKUT SAMA AYAH 40.**POV AUTHORRaisa sengaja datang ke pondok pesantren untuk mengunjungi anaknya. Dia juga membawakan makanan buat anaknya. Reyhan pasti senang dengan masakan yang dimasaknya.Raisa juga akan bercerita ke anaknya kalau dia sekarang sudah tinggal di Panti, sesekali hanya ke rumah sewa mereka karena memang belum habis sewanya. Nanti sewanya mungkin tidak akan dilanjutkan lagi. Raisa betah tinggal di sana. Dia merasa tidak sendirian lagi. Ada banyak orang yang menghiburnya. Ada anak-anak yang menyenangkan hatinya."Bunda ..."Reyhan menggunakan kopiahnya dan pakaian khas santri berjalan ke arah Raisa sambil tersenyum. Raisa juga mengulas senyum semringah menatap anaknya. Anaknya sudah semakin segar saja tidak seperti dulu yang terlihat layu ketika mereka menghadapi banyak masalah dan persoalan.Anaknya terlihat bahagia tinggal di pondok pesantren yang memang harganya cukup mahal. Tidak mengapa buat Raisa, dia akan bekerja keras dan menyisihkan tab
Dia merasa nggak enak anaknya nggak bisa lepas dari Panti dan selalu saja membicarakan Raisa. Apalagi memakan makanan Raisa dan tidak pernah membayar mungkin Raisa merasa di rugikan. Mereka juga kekurangan tapi harus berbagi. "Gak apa, Pak. Saya juga sedekahin. Bagi-bagi, alhamdulillah rezeki selalu lancar. Ada aja yang beli," kata Raisa."Terima kasih, Mbak. Anda sudah baik dengan anak saya," ucap Arjuna. Akhirnya mereka tiba di Panti. Raisa bersama Namira langsung bergandengan tangan masuk ke dalam Panti. Arjuna melihat pemandangan itu. Dia teringat ketika masih ada istrinya. Nami pasti sangat bahagia sekali dengan ibunya kalau masih hidup tapi sekarang dia juga terlihat ceria dengan perempuan bernama Raisa.Teringat perkataan Faisal kalau Raisa memiliki masa lalu yang kelam. Terpaksa datang kemari untuk melupakan anaknya yang menjadi korban kekerasan oleh suami dan selingkuhan suaminya.Arjuna memperhatikan kegiatan mereka seakan-akan dia nggak ada pekerjaan. Dia sudah menangguhk
BUNDA PULANGLAH KAMI TAKUT SAMA AYAH 41.**PoV AuthorBerhari-hari Arjuna berpikir terus tentang mimpinya. Bukan cuma sekali saja mimpi itu datang tetapi sampai tiga kali. Dia heran kenapa dia harus bermimpi seperti ini. Pasti ada makna dalam mimpinya.Perasaan Arjuna gelisah. Entah kenapa dia ingin melihat seseorang yang bermain dalam mimpinya. Hari ini akan mengajak anaknya untuk mengunjungi Panti Asuhan. Sekaligus mencari tahu bagaimana perasaannya dan apa yang dirasakannya setelah beberapa kali mimpi seperti ini."Jadi Papa mau nemenin Nami lagi ke panti? Kenapa tiba-tiba Papa jadi suka ke Panti? Biasanya Papa nggak suka Nami sering-sering main ke sana?" tanya Nami penuh selidik."Iya sekarang Papa suka dan senang kamu main di sana. Ternyata di sana banyak memberikan dampak positif untukmu. Kamu jadi sering belajar, kamu jadi rajin mengaji tambah pintar dan tambah semangat," ucap Arjuna ke Namira sekaligus pengacak rambut Putri kecilnya itu."Serius hanya karena itu? Bukan karena
Dahi Bu Husna berkerut ketika Arjuna mengatakan itu. Arjuna buru-buru mengubah mindset wanita paruh baya itu agar tidak berpikir macam-macam."Begini maksud saya, Bu. Namira beberapa kali main kemari dan juga belajar mengaji saya berpikir ingin Bu Raisa juga bisa mengajarkan anak Saya mengaji di rumah secara privat. Tidak rame-rame jadi ilmunya lebih sampai seperti itu makanya saya bertanya ke Ibu. Apakah dia berkompeten untuk mengajari Namira menurut pendapat Ibu bagaimana?" tanya Arjuna meringis."Oh begitu."Arjuna membuang napas kasar ketika Bu Husna sepertinya tidak salah paham dengan pertanyaan dan ucapannya."Alhamdulillah. Bu Raisa sungguh berkompeten apalagi Namira akrab sama dia. Dia juga suka membuat kue menjualkannya dan sebagian uangnya kadang diberikan kepada anak-anak Panti. Sebagian lagi akan diberikan Bu Raisa kepada putranya yang ada di pondok."Arjuna menganggukkan kepalanya Karena dia sudah tahu kalau Raisa punya anak di pondok pesantren seorang anak laki-laki yang
BUNDA, PULANGLAH KAMI TAKUT SAMA AYAH"Bun, Pulanglah ... Kami takut ...," kata anak lelakiku."Takut ... Kamu takut sama siapa, Sayang?" tanyaku bingung."Kami takut sama Ayah ...,""Reyhan ... Bicara apa kamu sama Bunda. Tidur sana udah malam ini. Berani kamu ambil HP Ayah buat telepon Bunda diam-diam!" kata suamiku merebut telepon itu dari Reyhan anak lelakiku."Tapi, Yah ...""Diamkan adikmu itu. Jangan nangis terus!"Suamiku masih berkata ketus. Hatiku rasanya perih mendengar kemarahan suamiku. Apakah Rindu dan Reyhan berbuat salah pada Mas Emran."Assalamualaikum, Raisa, kamu apa kabar? Maaf anak-anak suka ngambil HP Mas sembarangan," katanya berbicara padaku."Alhamdulillah, aku baik, Mas. Mas, kenapa kamu marah sama Reyhan. Aku masih mau bicara sama dia. Terus bagaimana kabar Rindu? Aku kangen sama Reyhan dan Rindu. Aku mau ngomong sama Rindu juga," ucapku."Oh, tadi si Rindu nangis. Dia mimpi. Tapi, udah tidur lagi. Jangan khawatir. Reyhan juga udah Mas suruh tidur. Ini juga
BUNDA, PULANGLAH KAMI TAKUT SAMA AYAH BAG 2.**POV RAISAMendengar kabar yang kuterima dari Lastri. Aku jadi semakin dilema. Aku ingin sekali pulang. Dalam dua tahun ini, aku memang belum pulang ke kampung melihat anak-anakku. Aku akan mengurus cuti kepulangan ku atau sekalian tak kuperpanjang lagi kontrak kerja di sini.Padahal aku sudah merasa nyaman. Majikanku baik hati. Aku di sini mengurus seorang wanita berusia empat puluh lima tahun yang hanya terbaring di tempat tidurnya karena menjadi korban kecelakaan. Bukan cuma aku saja yang bekerja di rumah ini. Ada beberapa orang sama sepertiku menjadi asisten rumah tangga dan bantu-bantu di sini. Semua sudah ada tugasnya."Kamu kok sedih gitu, Raisa. Ada masalah di kampung?" tanya Marni saat kami sedang kumpul.Biasanya kami para pekerja di sini sangat kompak dan berkumpul kalau lagi hari libur untuk mengurangi berbagai beban yang begitu banyak dan menghibur diri juga dari rutinitas kerja sekalian saling bersilaturahmi.Aku menghela na
BUNDA, PULANGLAH KAMI TAKUT SAMA AYAH BAG 3.**Terakhir aku menghubungi Liana setelah itu dia memblokir nomor teleponku sehingga aku tidak bisa lagi menghubunginya. Aku benar-benar g e r a m dengan wanita itu yang sudah merebut segalanya dariku. Dalam hal ini Mas Emran juga perlu dipertanyakan karena dia lah yang membuka akses untuk menikahi Liana.Saat ini, aku sedang menyusuni pakaianku. Akhirnya aku bisa juga menyelesaikan semua pekerjaanku di sini aku tidak tahu apakah aku akan kembali lagi ke negara ini atau tidak. Tapi yang paling terpenting adalah keadaan anakku. Suasananya sudah tidak kondusif lagi aku bekerja pun tidak tenang.Aku hanya ingin segera kembali ke tanah air untuk melihat keadaan anak-anakku yang sudah sangat kurindukan. Tiba-tiba gawaiku ku bergetar dan aku melihat panggilan dari Mas Emran. Akhirnya dia menghubungiku juga. Mungkin dia curiga dari mana aku bisa mengetahui nomor Liana. Pasti lelaki itu akan bertanya hal ini kepadaku."Assalamualaikum, Raisa," kata
BUNDA, PULANGLAH KAMI TAKUT SAMA AYAH BAG 4.**POV RAISAAku terkejut membaca pesan dari Pak RT. Tak sangka kalau anakku masuk Rumah Sakit. Pak RT juga memberikan alamat Rumah Sakit setempat di mana Rindu dirawat. Dengan perasaan bergemuruh aku bergegas meninggalkan Bandara.Tak berselang lama aku mendapat telepon dari Lastri beberapa kali Lastri mencoba menghubungiku. Namun aku tidak mengangkatnya ketika aku di pesawat. Aku ketiduran sebab kelelahan akibat banyak pikiran.Aku segera mengangkat telepon dari Lastri setelah di Bandara. Apa yang membuat Lastri menghubungiku? Mungkin, ada hal penting yang ingin disampaikannya."Assalamualaikum, Lastri.""Waalaikumsalam, Raisa. Kemarin kamu bilang sama aku kalau kamu bakal pulang ke tanah air. Aku sedang di Bandara untuk menjemput mu. Kamu di mana sekarang?""Kamu serius. Makasih banget karena kamu benar-benar mau meluangkan waktumu untuk menyambut kepulanganku. Aku udah di Bandara sekarang""Tentu aja. Kamu sedang menghadapi masalah besa