Share

7. Di Bawah Pengaruh Alkohol

“Eva, buka pintunya! Apa kamu di dalam?”

Arvin terus mengetuk pintu di depannya, berharap Eva muncul dan mengikis prasangka buruknya tentang apa yang terjadi. Namun, harapannya itu tak pernah terjadi. Pintu tak pernah terbuka, bahkan tak ada sepatu Eva yang menandakan gadis itu sudah pulang.

"Astaga, apa yang terjadi dengannya?"

Untuk ke sekian kali, Arvin menghubungi nomor ponsel dokter muda bimbingannya itu. Sayang, hanya operator ponsel yang terdengar berkali-kali menjawabnya.

Tanpa pikir panjang, pria dengan kacamata tebal itu kembali berlari ke arah jalan pintas yang menghubungkan rumah sakit dengan perumahan padat penduduk tempat Eva tinggal. Langkahnya terhenti di di bawah lampu jalan yang rusak dan belum sempat diperbaiki oleh petugas. Dengan gemetar tangannya kembali menekan nomor ponsel Eva. Saat itulah matanya melihat sebuah benda pipih menyala, tergeletak tak jauh dari kakinya.

"Ponsel milik Eva!"

Arvin berlari ke arah rumah sakit dan segera melaporkan kejadian menghilangnya Eva ke pihak keamanan. Dugaan sementara, gadis itu mungkin diculik. Namun sayang, tidak ada kamera CCTV disana. Juga tak ada jejak yang Eva tinggalkan sebagai pertanda ke mana arahnya pergi.

Sementara itu, Eva dibaringkan di atas ranjang sebuah kamar yang cukup luas. Lilin-lilin aroma terapi berjajar di sekitarnya, juga kelambu yang menutupi empat sisi tempat tidur itu.

"Tinggalkan dia. Tugas kita selesai cukup di sini," ucap pria yang pertama kali menghadang Eva. Dia baru saja mengirimkan pesan bahwa target sudah ada di lokasi.

Beberapa detik setelahnya, sebuah notifikasi masuk yang memberitahukan seseorang mengirimkan sejumlah uang sebagai tanda jasa atas kerja keras mereka menculik Eva.

"Bos, dia cantik dan sepertinya masih tersegel. Bagaimana kalau kita mencicipinya? Sedikit saja, tidak akan—"

Plak!

Bukannya persetujuan yang didapat, melainkan sebuah pukulan yang cukup keras di kepala bagian belakang si preman yang bertugas menggendong tubuh lemas Evalia. Sebagai seorang pria dewasa, sisi liarnya jelas ingin menyentuh gadis tak berdaya yang masih kehilangan kesadarannya.

"Jangan membuat masalah dengan orang kaya. Mereka bisa melakukan apa saja untuk membuat kita sengsara tujuh turunan. Kamu mau anak cucumu menanggung akibatnya?"

"Aku hanya bercanda, Bos."

"Bercandamu bisa merenggut nyawa!" Pria dengan wajah menyeramkan itu sudah mengangkat tangannya seolah akan memukul anak buahnya sekali lagi, tetapi kali ini hanya menggertak saja.

"Ayo pergi. Gadis ini bukan urusan kita lagi!"

"Bagaimana jika ada yang masuk ke sini sebelum orang itu datang?"

"Aku tidak peduli. Kita sudah dapat uangnya, pergi ya pergi saja. Aku bahkan tidak tahu siapa yang menyuruh kita."

Tanpa membuang waktu, ketiganya meninggalkan kamar mewah dengan dekorasi bertema gelap itu dan mengembalikan card lock pada petugas resepsionis yang sudah menunggu di depan pintu.

Di saat yang sama, Felix tersenyum penuh arti di kursinya. Dia mengambil serbuk putih dari saku dan mencampurkannya dengan minuman milik Hans. Skenario licik terbayang di kepala. Sekaranglah saatnya.

"Hans, kamu masih ingin mendapatkan Eva?" pancing Felix sambil menggoyang-goyangkan minuman itu, memastikan obat rahasia darinya larut sempurna.

"Eva? Siapa Eva? Pacar barumu?" Hans yang mabuk berat kehilangan akal sehatnya, bahkan meracau tidak jelas. Dia lupa segalanya, bahkan melupakan gadis yang sudah membuatnya patah hati untuk pertama kali.

"Evalia Ayu Lesmana. Kamu mencintainya sampai gila, Hans."

Bukannya menjawab, gelak tawa yang terdengar detik berikutnya.

"Aku bodoh ya? Jelas-jelas dia tidak melakukan apa pun, tapi aku tidak bisa melupakannya."

Felix tak menjawab, menyerahkan minuman yang langsung diteguk hingga tetes terakhir.

"Sekarang dia sedang menunggumu, Hans."

"Hah?"

"Jika kamu bisa menanamkan benihmu di rahimnya, dia tidak akan bisa pergi darimu."

Hans mengerjap beberapa kali, menatap Felix sambil berusaha mencerna saran yang barusan didengarnya. Alkohol sungguh membuat kemampuan otaknya menurun drastis. Dia kesulitan menangkap maknanya.

"Jika Eva hamil, kalian akan bersama selamanya."

Hans tetap bungkam, tapi sugesti dari Felix berhasil meracuni prinsipnya yang selalu menghargai wanita.

"Lihat, dia sudah menyambutmu," bisik Felix saat keduanya sudah ada di dalam kamar hotel dan mendapati Eva terbaring lemah tak berdaya.

"Jangan biarkan kesempatan ini berlalu, Hans. Kamu harus membuatnya hamil anakmu. Harus!"

Seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, Hans mendekati Eva dan mengusap wajah cantik di hadapannya sebelum mencuri sebuah kecupan singkat dari bibir ranumnya. Hal itu membuat efek obat di tubuh Hans semakin hebat.

Felix terkekeh, menyadari Hans mulai kehilangan kendali dan membuat banyak tanda cinta hampir di setiap jengkal tubuh gadis yang mulai menggeliat di tempatnya. Dia mulai mendapatkan kesadarannya kembali.

"Pertunjukkan akan segera dimulai!" desis Felix sebelum keluar dari kamar itu. Dia menikmati aksi Hans dari kamar sebelah, dengan bantuan tablet di tangannya.

Eva merasakan pusing luar biasa, juga sedikit mual. Namun, dia memaksakan diri untuk membuka mata karena merasakan tubuhnya tidak bisa bergerak dengan leluasa. Selain itu, sepasang telinganya mendengar suara yang sedikit aneh, seperti orang sedang mencecap sesuatu secara berulang-ulang.

"Kau sudah bangun, Sayang?"

Suara Hans berhasil membuat Eva menahan napas detik itu juga. Cahaya temaram membuat indra penglihatannya sedikit kesulitan menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi. Namun, udara dingin dari AC terasa jelas menyapa sebagian besar tubuhnya.

"Apa-apaan ini? Apa yang terjadi denganku?"

Eva menoleh kanan kiri, juga menilik tubuhnya sendiri yang membuat matanya membola. Blouse kuning gading miliknya terbuka, menampilkan sesuatu yang selama ini tersembunyi dengan baik. Dan yang membuat Eva semakin murka, tangan Hans dengan seenaknya bergerilya ke area yang tidak seharusnya.

Detik itu juga aroma alkohol tercium hidung Eva yang cukup sensitif. Dengan kemampuan otaknya yang cerdas, dia tahu apa yang terjadi. Hans mabuk dan kehilangan kesadarannya.

"Hentikan, Hans. Ini tidak benar!" Eva berusaha menahan tubuh Hans, mendorongnya sekuat tenaga.

"Apanya yang tidak benar? Kita akan bersenang-senang, Sayang. Kau akan menjadi milikku, aku akan menjadi milikmu."

Eva menggeleng tegas. Dia tidak akan mengizinkan hal itu terjadi. Hans yang dikenalnya begitu santun, bukan pria brengsek yang akan memaksakan kehendaknya. Namun, malam itu semuanya berbeda. Hans berubah menjadi sosok yang tak pernah ada sebelumnya. Di bawah pengaruh alkohol dan obat perangsang dari Felix, Hans menggoreskan luka terdalam untuk Eva dan merenggut kehormatannya.

Perlawanan, teriakan, juga tangisan Eva tak bisa menyadarkan Hans dan obsesi terpendamnya. Semua rencana Felix berjalan lancar, sukses seperti yang diharapkan. Dia sama sekali tidak menyadari adanya kebencian yang begitu besar di hati Evalia.

Dokter muda itu menahan kesakitan di seluruh tubuhnya, bergegas meninggalkan hotel dengan air mata yang membasahi pipi. Berjam-jam dia berusaha membersihkan tubuhnya dari aroma Hans dan semua kenangan buruk yang ada di kepala. Namun, semakin keras berusaha mengenyahkannya, justru terasa semakin nyata dan menyakitkan.

"Astaga!" Eva tersentak di sela-sela tangisnya. Di tengah rasa kecewa dan sakit hatinya, dia justru teringat satu hal yang sangat penting. Hari ini adalah puncak masa subur rahimnya dan Hans mengeluarkan benihnya di dalam. "Aku tidak boleh hamil!"

Hanazawa Easzy

Hai, jumpa lagi dengan author. Ini prekuel kisah Rio-Monika yaa, menceritakan kisah cinta Hans dan Eva (orang tua Rio Dirgantara). Yang belum baca, boleh search Hanazawaeaszy atau Terpaksa Menikahi CEO Mesum di Goodnovel.

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status