Share

Bagian 3

Author: Mega Dewi
last update Last Updated: 2023-01-03 10:41:16

 

 

"Saya tidak bisa menjanjikan apa pun, karena Saya pun tidak memiliki pengalaman di bidang ini. Tapi bila Pak Arkan bisa memberikan kepercayaan, saya akan berusaha menjaga mereka dengan cara saya."

 

Arkan menghela napas panjang, kemudian mengangguk. Ia menepuk bahu Sera pelan. "Saya percaya kamu."

 

Tak lama setelahnya ia pamit pergi karena harus bertemu seseorang. Sera  pun menghampiri Kenzo dan Kezia, sementara neneknya terlihat berbaring sambil memijat kepala, wajahnya terlihat pucat.

 

"Kenapa, Bu? Ada yang bisa saya bantu?" Sera mendekat.

 

"Saya hanya mau tidur, jangan ganggu saya!"

 

Sera mengangguk paham, kemudian ia mendekati Kenzo dan Kezia yang terlihat masih begitu marah padanya.

 

"Kembalikan ponselku! Atau kalau tidak kamu keluar dari rumah ini!" ucap Kenzo, ia memang sedikit lebih keras.

 

"Seribu kali pun kalian mengusirku, aku tidak akan keluar bila Ayah kalian tidak meminta."

 

"Kalau begitu jangan ganggu kami!" jawab Kezia.

 

"Aku tidak akan mengganggu, aku hanya ingin menemani kalian!"

 

"Kami tidak butuh ditemani oleh siapapun! Kecuali ...." Kezia menghentikan ucapannya, ada kata yang tertahan. Kenzo langsung melihat ke arah adiknya.

 

Sera sangat bisa merasakan luka kehilangan pada mereka. Ia pun membawa dirinya lebih dekat, berusaha untuk tidak terbawa emosi, bagaimanapun mereka tidak bisa didekati dengan cara yang keras.

 

"Kalian boleh memegang ponsel paling banyak empat jam sehari, selebihnya banyak aktivitas yang kalian harus dilakukan. Kalian juga harus kembali ke sekolah."

 

"Tidak! Kami mau homeschooling!"

 

"Homeschooling tidak jelek, tapi kalian harus pergi ke sekolah dan berinteraksi dengan banyak orang."

 

"Kamu tidak berhak mengatur kami!" jawab Kenzo.

 

"Tante! Panggil saya Tante, atau sebutan lainnya untuk orang yang lebih dewasa, jangan panggil aku dengan kamu. Belajar sopan santun!"

 

Mereka mendengus kesal dan membuang muka. Sementara Sera berlalu menuju rak buku dan mencarikan buku bacaan yang sesuai umur mereka. Sera pun berlalu untuk melihat Kalina. 

 

Beberapa saat kemudian, ia melihat Kenzo dan Kezia sudah tertidur.

 

 

****

 

.

 

.

 

Waktu hampir menunjukkan pukul tujuh ketika si kembar masih belum beranjak dari tempat tidurnya, sementara mereka akan masuk pukul delapan pagi. 

 

Sera sudah hampir dua Minggu di rumah ini dan lambat laun ia mulai terbiasa dengan segala tantangan yang ada. Termasuk Bu Haliza yang masih sangat dingin dan tidak suka cara Sera mendidik cucunya.

 

"Sudah siang! Saatnya kalian bangun!" Sera membuka gorden. Sementara Arkan terlihat sibuk dengan laptopnya, ia masih saja disibukkan oleh pekerjaan. Tak lama kemudian Kalina terdengar menangis.

 

"Pak, tolong bangunkan anak-anak, aku mau lihat Kalina dulu!"

 

Arkan termangu sesaat. "Kamu nyuruh saya?"

 

Sera mengambil Kalina dari tempat tidurnya. "Bapak merasa disuruh? Itu kan tugas bapak, saya hanya membantu."

 

Arkan menghela napas, jawaban itu adalah jawaban yang pertama kali di dengar sepanjang dirinya memiliki karyawan. Namun sayangnya ia tidak bisa menyela, karena ucapan Sera benar.

 

Selesai mengurus Kalina yang harus ganti popok, ia pun kembali menyiapkan keperluan si kembar. Sementara kini terlihat Arkan yang sibuk sendiri di hadapan cermin.

 

"Kalau susah tak perlu memakai itu, Pak! Biasanya juga tidak," seloroh Sera.

 

"Hari ini ada pertemuan penting, aku harus tampil rapi."

 

Semenjak istrinya pergi ia memang tidak lagi memakai dasi, ia yang seorang pengusaha ternyata sulit ketika harus mengenakan benda satu itu.

 

"Bisa bantu saya?" 

 

Sera terdiam sejenak, kemudian mendekat pada Arkan dan dengan ragu membantu memakaikan dasi itu.  Seketika perasaan canggung menyergap pada keduanya. 

 

Sampai beberapa saat kemudian seseorang mendorongnya Sera sampai ia tersungkur. 

 

"Jangan dekati ayahku! Satu-satunya orang yang boleh memakaikan dasi adalah bunda!" Kezia berteriak sambil menangis tersedu-sedu, air matanya runtuh tak tertahan. Rindu semakin menggebu tak tertahan, setiap waktu ia menahan sakit karena harus kehilangan orang yang begitu ia sayangi. Dan ketika hal yang biasa dilakukan oleh ibunya digantikan orang lain, ia merasa seribu kali lebih sakit.

 

Sera beranjak, terlihat Arkan hendak memarahi Kezia, wajahnya sudah merah padam, tapi Sera menahannya dan menggelengkan wajah memberi isyarat.

 

Sementara Kezia masih menangis tersedu, disusul dengan tangisan Kalina. Kenzo mendekat dan memukul-mukul sang Ayah. Ia sering merasa bila kehilangan ibunya adalah karena sang ayah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Baby Sitter Rasa Istri   TAMAT

    Beberapa saat setelahnya, Dila terbangun. Kini Sera pun menyusul ke rumah sakit, Arkan sengaja memberitahunya menggunakan ponsel yang biasa ia pakai untuk bekerja, ia tak ingin terjadi lagi sebuah kesalahpahaman dan menimbulkan banyak huru hara di rumah tangganya."Mas, sepertinya dia depresi berat!""Iya, dia butuh penanganan pada bidang yang tepat!""Dia pasti butuh seseorang untuk mendengarkan, alangkah lebih baiknya dibawa ke psikiater, Mas."Arkan hanya mengangguk, kemudian setelah itu keduanya diam seraya menatap Dila yang kembali berbaring, keluarganya tidak ada satu pun yang datang, ia yakin bila permasalahan terbesar dalam hidup Sera adalah keluarganya sendiri.Sebagai rasa kemanusiaan, Sera pun akan mendampingi Dila semampunya, ia akan dijadwalkan untuk bertemu dengan psikiater dan ditangani perlahan kesehatan mentalnya.Dila pun dirawat beberapa hari di rumah sakit dan ditunggu bergantian oleh beberapa karyawan Arkan.Sementara Sera dan Arkan sibuk menyiapkan persiapan lama

  • Baby Sitter Rasa Istri   Bagian 44

    Waktu seolah bergerak lambat ketika mobil yang Sera tumpangi melewati mobil suaminya."Bu ...," ucap sang supir pelan, ia menyadari bila yang baru saja di lihat adalah majikannya. Sang supir yang bernama Arman itu memelankan laju mobilnya."Lanjut saja dan cepat bawa mobilnya! Katya harus segera dibawa ke rumah sakit!" ucap Sera dengan suara yang tertahan, jelas sekali ia menahan segala macam perasaan yang selama ini bergelayut."Baik, Bu!" jawab supirnya, kemudian ia melajukan mobilnya lebih cepat dan sekitar 15 menit kemudian keduanya sampai di rumah sakit, Katya terlihat kejang dan langsung ditangani oleh dokter. Sementara Arkan hanya mengantarkan karyawannya itu sampai ke depan penginapan. "Sekali lagi terimakasih banyak, Pak!" ucap Dila dengan bibir bergetar.Arkan hanya mengangguk, tak banyak bicara ia pun berlalu meninggalkan Dila. Sesampainya di rumah, ia tidak mendapati Sera di sana, ketika membuka ponselnya, panggilan telepon dan pesan beruntun.[Mas pulang kapan? Katya de

  • Baby Sitter Rasa Istri   Bagian 43

    "Apa-apaan kamu, Ren?"Renata masih berdiri di tempatnya dan biasa saja, ia tak berusaha menutupi diri atau pun melakukan hal lainnya."Aku kenapa? Aku sedang berada di kamar dan mengenakan pakaian tidur. Aku tidak keluar kamar dengan pakaian seperti ini, Mas?""Kamu tahu aku akan datang kan?""Lampu mati seketika, aku panik jadi aku tidak berpikir apa pun."Tak ingin berdebat panjang, Arkan segera keluar dari kamar ini, tak menyangka bila dirinya akan melihat hal seperti ini dari Renata. Sementara wanita itu hanya diam dan berdiri di tempat yang sama tanpa melakukan pergerakan apa pun.Arkan meraih gagang pintu hendak keluar kamar, tapi dalam waktu sekejap Renata mengambil gagang pintu itu dan menatap Arkan penuh makna. Jarak mereka kini sangatlah dekat, bahkan nyaris tak berjarak ketika Renata menempelkan tubuhnya."Aku tidak berniat menggodamu, Mas. Tapi sepertinya aku sangat kesepian."Arkan melepaskan Renata, menjauhkan wanita itu dari dekatnya, tapi tidak disangka bila wanita ya

  • Baby Sitter Rasa Istri   Bagian 42

    "Detak jantung janin tidak terdengar, Dok!" ucap salah satu bidan yang sedang memeriksa."Coba periksa sekali lagi," ujar Gading.Sera nampak menahan sakit, seketika mulas semakin terasa, ia tak banyak bersuara, mulutnya tak henti berzikir, peluh bercucuran di kening, wajahnya memucat. Bidan kembali memeriksa, sudah ada pembukaan lima.Gading mendekat pada mantan istrinya itu lalu berbisik. "Zikir aja jangan putus, insyaallah bisa melahirkan normal."Sera mengangguk pelan, kemudian Gading pun keluar menghampiri Arkan yang juga terlihat cemas berada di dalam. "Detak jantung janin tidak terdengar," ucap Gading mendekat."Lalu? Maksudnya? Anak saya baik-baik saja kan?""Berdoa saja, Bang! Semoga Allah memberikan kelancaran dan keselamatan untuk keduanya."Arkan masih tidak karuan, kemudian ia diizinkan masuk ke dalam ruangan untuk menemani Sera. Istrinya itu tak banyak mengaduh, bila sakit terasa maka ia memegang tangan Arkan dengan kencang.Rasa mulas yang dirasakan Sera semakin menjad

  • Baby Sitter Rasa Istri   Bagian 41

    Rambut basah dan dada bidang itu seketika tidak lagi mempesona ketika pesan terakhir Sera baca di ponsel milik suaminya. Sementara Arkan di ujung sana tersenyum penuh makna, menatap istrinya yang begitu cantik dan seksi di sisi ranjang. Pakaian kebangsaan warna hitam selalu menjadi kesukaannya, Sera berkali lipat jauh lebih cantik dari itu.Ia mendekat dan langsung berhambur memeluk istrinya, tapi seketika Sera menghindar dengan raut wajah yang tidak semanis tadi."Kenapa sayang?" Arkan mengernyitkan dahi."Ada pesan dari Renata? Kalian saling bertemu?""Astaghfirullah ... aku lupa ngabarin. Kemarin saat masih di Bandung Renata ngabarin kalau bapaknya meninggal dunia, jadi aku menyempatkan untuk takziah.""Inalillahi wa inalillahi rajiun," ucap Sera. "Tapi kenapa Mba Renata bisa tahu nomor, Mas? Apa sebelumnya kalian sempet tukeran nomor?""Ya Allah, Sayang ... kamu ini sedang cemburu kah?"Sera diam sejenak, menatapnya dengan tatapan tajam. "Apa perlu yang kaya gitu ditanyain, Mas?"

  • Baby Sitter Rasa Istri   Bagian 40

    "Ren ...," sapa Arkan ramah. Ini adalah pertemuan pertama setelah waktu itu pernikahannya batal, sudah bertahun-tahun dan lama sekali."Mas Arkan sedang apa di sini?""Istriku dapat musibah dan dirawat di sini, sekarang sedang mengurus administrasi untuk pulang."Renata mengernyitkan dahi. "Sudah nikah, Mas?"Arkan mengangguk. Renata tersenyum tipis, sudah sembilan tahun berlalu, ternyata masih ada perasaan sesak, tapi ia yakin bila ini bukan perasaan yang dulu, hanya sisa dari kenangannya saja."Menikah dengan orang mana, Mas? Selamat ya, meski terlambat,"jawab Renata mengembangkan senyumnya yang masih tetap cantik seperti dulu. Ia pun tak nampak menua, semakin cantik di usia yang semakin matang "Dengan Sera, Ren."Waktu kemudian hening sejenak, ia tertegun beberapa saat. Enam tahun yang lalu dirinya pernah tak sengaja' bertemu Renata saat di Jogja, mereka berbincang sejenak dan saat itu Renata mengetahui bila Sera sudah menikah dan bukan dengan Arkan."Jodoh tidak kemana ya, Mas!"

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status