Pagi ini Reres sudah rapi dan sedang berjalan menuju kamar Saga untuk melakukan pekerjaannya seperti biasa. Saat itu Reres berpapasan dengan Nindi yang tengah duduk dan membaca artikel dari ponselnya. "Pagi Bu," sapa Reres.Nindi mengangguk, lalu melepas kacamata yang ia kenakan. "Saya mau bicara sebentar sama kamu," titahnya lalu berjalan masuk ke dalam ruang baca. Nindi duduk di kursi sementara Reres berdiri dengan sopan dan menunduk seperti hal yang diajarkan sang nenek. Sebagai pelayan pantang menatap majikan meski Reres masih terus melakukan itu pada Saga dan hanya pada Saga ia berani melakukan itu. "Saya mau minta tolong kamu, mulai hari ini tolong kamu pulang lebih dulu apapun alasannya karena Aira yang akan menjemput Saga." "Baik Bu," Jawa Reres. Nindi mengangguk kemudian menatap Reres. "Saya harap kamu tau diri untuk jaga jarak dengan Saga ya, Res? Saya menerima kamu di sini karena saya tau kamu sudah enggak punya siapa-siapa dan karena menghargai nenek kamu yang memang
Saga kini berdiri di depan Haris ia menatap pada orang kepercayaannya itu dengan kedua tangannya yang berkacak pinggang. "Ke mana Reres?" Tanyanya kesal. "Tadi bilang mau pulang sama Pak ahyat saya juga nggak tahu ke mana Reres. Waktu saya tanya tadi dia nggak menjawab," jawab Haris. Saga kemudian berdecak kesal, semalam ia ditolak dan siang ini Reres meninggalkannya di kantor. Ia mempertanyakan nasibnya saat pulang dari kantor nanti. Sang CEO kembali berjalan masuk ke dalam ruangan yang lalu mengambil ponsel dan menghubungi babysitter nya. Hanya saja Reres pemilih untuk tidak menerima panggilan dari Saga. Pria berkulit putih itu mencoba berkali-kali menghubungi reres hanya saja tetap gadis itu tak ingin menerima panggilan dari atasan yang juga sahabatnya. "Sialan! Awas aja si gendut!" ancam Saga kesal.Sementara yang saat ini sedang dicari oleh Saga tengah berjalan menuju sebuah salon ia berniat untuk mewarnai rambutnya menjadi berwarna coklat untuk mendapatkan suasana baru pikirn
Perjodohan memang tak selamanya bisa diterima dengan baik oleh kedua belah pihak. Adakalanya salah satu calon menolah atau keduanya. Perjodohan membuat terkekang dan tak bebas untuk memilih pasangan hidup, karena tentu saja banyak yang menginginkan kebebasan untuk menentukan hidup mereka masing-masing. Sama seperti perjodohan Saga dan Aira misalnya, Aira menyukai Saga, menurutnya dari banyak aspek, Laki-laki dingin itu adalah tipenya. Sementara bagi Saga, Aira bukan tipenya karena ia tak suka gadis yang terlihat baik dan memiliki ketertarikan terhadap dirinya. Saga suka sedikit bersusah payah untu melakukan sesuatu. Seperti Vinny dan Lauren keduanya bersikap seolah tak menginginkan Saga, tapi mereka sejujurnya telah jatuh hati sejak melihat tatapan Saga. Aira dan Saga dalam perjalanan pulang. Keduanya tak banyak berbicara hanya hening sejak tadi, perjalan sepi dan senyap. CEO Candramawa itu sibuk dengan ponsel di tangannya. Membaca artikel tentang bisnis karena merasa enggan banyak
Reres dengan kesal melangkahkan kaki menuju kamar Saga. Gadis itu terpaksa membungkus mi ayam yang belum sempat dihabiskan, sayang jika dibuang dan ia memutuskan untuk membawanya pulang dan akan melanjutkannya lagi nanti. Tiba di depan kamar Saga, gadis itu segera mengetuk pintu. Setelah mendapatkan jawaban dari dalam kamar ia segera memegang kenop pintu. Berdiam beberapa saat sampai pintu terbuka sendiri dan membuat ia terkejut. Saga berdiri di balik pintu, pria itu sengaja membuka pintu karena semakin kesal terlalu lama menunggu padahal ia sudah meminta Reres untuk segera masuk ke dalam kamarnya."La-ma," kesalnya menekankan tiap suku kata sambil menoyor kening Reres.Reres menampik tangan Saga kemudian sedikit mendorongnya bejalan masuk. "Gue kan udah ateng buru-buru." Reres protes ia tak kalah kesal dengan apa yang dilakukan sahabatnya itu dengan memintanya untuk segera kembali padahal ia tengah asik menyantap mi ayam kesukaannya. Saga menutup pintu kemudian membalik tubuhnya men
Pagi ini Saga benar-benar malas ia masih mengenakan piyama dan sudah berjalan turun ke dapur. Penolakan Reres semalam buat ia tersiksa sendiri. Ia memang bisa seperti ini kalau membutuhkan wanita atau sedang membutuhkan seseorang untuk melayani. Hanya saja yang berbeda adalah nafsunya jadi tak tau waktu. Bisa-bisanya ia ingin disaat marah dan kesal. Apalagi pada sosok Reres yang jelas bukan tipenya. Di dapur belakang yang biasanya khusus digunakan untuk memasak para pelayan. Kini sudah ada Reres yang tengah memasak nasi goreng menggunakan daster yang ia tutupi dengan sweater karena lengannya yang pendek, rambut gadis itu di cepol berantakan. Saat itu Mbok Mar yang sedang mengambil bahan masakan untuk dapur utama melihat anak majikannya itu tengah berdiri menatap Reres seraya memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Mas Saga mau apa Mas?" tawar Mbok Mar."Mau nasi goreng buatan Reres. Mbok lanjutin aja kerjaan, saya masih mau di sini," kata Saga kemudian berjalan dan duduk
Saga masih kesal saat Reres beranjak meningalkannya dalam keadaan tak baik, nafsu dan darahnya sama-sama mendidih. Kepalanya menjadi sakit dan otaknya sejak tadi memaki apa yang dilakukan Reres. Tentu saja hal yang paling menyakitkan bagi dirinya saat ini. Bukan hanya inti dari tubuhnya yang meronta ia juga merasa kehilangan harga dirinya karena terus saja mendapatkan penolakan dari sahabatnya itu. Pintu diketuk, beberapa kali sampai akhirnya ia menyahut. "Siapa?""ini Yuni Den, Nyonya bilang setelah mandi Den Saga diminta ke ruang baca," sahut suara dari luar."Hmm!" Saga menjawab dan tampaknya sang pelayan segera meninggalkan kamar itu.Dengan malas ia melangkahkan kakinya ke kamar mandi dan menuntaskan hasratnya. Hanya karena reres, ini kedua kalinya ia mengotori tangannya sendiri. Sungguh ini aib baginya. Selama ini tak ada yang menolak Alvian Saga Mahendra. Siapa yang berani menolak ketampanan dan kemampuannya dalam beradu ranjang? Tak ada kecuali Rere, Sahabatnya yang bahkan se
Haris dan Reres telah sampai di lokasi tujuan setelah perjalanan tak lebih dari dua puluh menit karena lokasi yang tak terlalu jauh. Keduanya berjalan memasuki Berlian Plaza yang cukup ramai di hari libur. Reres berjalan sedikit di depan sementara Haris sibuk memerhatikan penuh perhatian. Ketika ada seorang anak kecil yang berlari berlawan arah dengan Reres, Haris segera memegang tangan Reres dan sedikit menaik ke belakang agar tak tertabrak. Hari menoleh ke belakang melihat anak kecil itu. Hal itu Reres menatap Haris sesaat karena merasa terkejut karena Haris menariknya secara tiba-tiba.Haris kembali menoleh kepada gadis di hadapannya. "Kaget ya?" tanya pria itu.Reres anggukan kepala, lalu membuat pipinya menggembung itu buat Haris terkekeh melihat betapa menggemaskannya gadis itu. Tentu saja dalam bayangan harus saat ini akan menggemaskan jika ia mencubit pipi itu atau mungkin menggigitnya hingga buat Reres marah? Haris tak bisa berbuat lebih banyak untuk Reres selama di kantor k
Tak ada kata-kata lain selain caci maki yang kini ada dalam pikiran Reres. Saga menjadi begitu menyebalkan dan jujur ini mengganggunya. Sejak tadi tak ada senyum yang gadis itu tunjukkan. Sementara di sampingnya ada Haris yang sejak tadi berjalan seraya memerhatikan kekesalan Reres. Pria itu mencolek bahu Reres, membuat Reres menoleh, lalu Haris tersenyum menunjukkan giginya. Reres tetap tak tersenyum membuat Haris tersenyum semakin lebar."Aku enggak mood senyum Mas," kata Reres.Haris menaikkan bibir bawahnya ia menatap reres dengan tatapan seolah merajuk. "Muka kamu kaya gini."Hal itu kini membuat Reres tertawa. Setidaknya kini Haris berhasil menghiburnya. Mereka tak menyadari kalau di belakang ada Saga yang tengah memerhatikan ada perasaan kesal karena sang sekretaris bisa membuat sahabatnya tertawa. "Ga," sapa Aira yang terlupakan sesaat.Saga meoleh, meskipun berhati dingin ia ingin menghargai gadis itu karena telah membuatnya bisa datang kemari. "Hmm?""Haris sama Reres pacar