Share

5. Escape

Happy reading and enjoy!

Chapter 5

Escape

Beck berjalan mengitari tempat yang ia sebut terkutuk. Mesin-mesin Arcade yang berjejer rapi dan beberapa orang tertawa senang karena berhasil mendapatkan jackpot, juga beberapa orang yang tampak kesal sembari mengepalkan tangannya disertai umpatan kasar yang terlontar dari mulut mereka.

Orang-orang yang menurutnya memiliki pemikiran aneh karena menggantungkan keberuntungan dari tempat judi. Di matanya tidak ada kebetulan dan keberuntungan juga tidak akan datang secara cuma-cuma di dunia ini. Semua kenyamanan dan kesejahteraan berasal dari usaha dan kerja keras, bukan dari orang-orang malas yang menggantungkan harapan setinggi langit, tetapi tidak berusaha untuk menggapainya.

Beck diam-diam menggelengkan kepalanya saat ia melewati seorang pria yang sedang bersorak dan terlihat congkak saat menarik kupon penukaran hadiah, ia yakin jika pria itu telah mengalami kekalahan puluhan kali dan sedikit kemenangan selama bermain judi. Beck berani bertaruh jika pria itu akan menjudikan kembali uang yang barusan didapatkan.

Untuk membuktikan pemikirannya, Beck berhenti tidak jauh dari tempat pria itu kemudian matanya mengikuti pergerakan pria itu. Benar saja, setelah menukarkan hadiahnya, pria itu kembali menggunakan uang hasil kemenangan untuk dipertaruhkan.

Benar-benar konyol! Kenapa tidak pulang saja membawa uang hasil judi untuk membeli makanan atau paling tidak membeli sepatu karena Beck melihat sepatu yang dikenakan pria itu cukup lusuh. Juga jaketnya, pria itu mengenakan jaket kulit yang telah sedikit pudar warnanya.

Beck menghela napasnya kemudian memeriksa jam tangannya, ia mengangkat kedua alisnya kemudian memutuskan untuk mencari Charlie yang terpisah darinya beberapa menit setelah memasuki tempat yang mereka kunjungi. Menurut asumsi Beck tidak mungkin Charlie berada di area mesin arcade karena tempat itu lumayan membosankan--hampir tidak terlihat ada pengunjung wanita di sana.

Ketika tiba di ruangan lain yang lebih banyak pengunjung, Beck menyapukan pandangannya ke sekeliling tempat itu berharap dapat menemukan Charlie dalam hitungan detik. Tetapi, mengingat banyaknya pengunjung di sana sepertinya ia harus sedikit bersabar.

Ia melangkah mendekati kerumunan orang-orang yang sedang mengerumuni meja judi kartu. Cukup menarik sepertinya karena dari sekian banyak meja judi, tempat itu paling banyak dikerumuni orang hingga sedikit berdesak-desakan dan sesekali orang-orang di sana bersorak. Tatapannya langsung tertuju pada wanita berambut pirang yang memegangi kartunya didampingi oleh seorang pria berkulit cokelat.

Dari cara duduk wanita itu terlihat tegak, tetapi anggun. Meskipun ia tidak dapat menyaksikan langsung wajah wanita itu dari arah depan dan rambut pirang wanita itu menutupi pipinya, Beck yakin jika wanita itu berparas cantik hingga mampu menarik perhatian banyak orang. Tetapi, lebih dari itu pastinya. Bukan semata-mata karena paras cantik wanita itu yang menjadi perhatian, setelah beberapa menit mengawasi permainan wanita itu, Beck menyimpulkan wanita itu cukup pintar dan pemberani dalam menjalankan kartu di tangannya.

Jika bukan karena kecerdikannya, kartu di tangan wanita itu pasti telah lama mati karena Beck sekilas melihat kartu di tangan wanita itu.

Sebuah tepukan membuat Beck yang tengah fokus mengamati wanita berambut pirang yang menjadi primadona di meja judi menoleh.

"Kau di sini rupanya," ucap Charlie yang berdiri tidak jauh dari Beck dan menggandeng seorang wanita yang mengenakan pakaian serba mini.

"Ah, akhirnya kau muncul juga," ujar Beck seraya diam-diam melirik wanita yang bergelayut manja di lengan Charlie kemudian ia kembali berasumsi jika wanita itu adalah salah satu wanita penghibur di tempat itu.

"Apa kau telah mencoba salah satu permainan di sini?" tanya Charlie.

"Tidak. Aku tidak berminat." Beck mengedikkan bahunya. "Kurasa lebih baik aku kembali ke hotel sekarang."

Charlie berdecih. "Ini baru jam sebelas, Sobat."

"Besok pagi aku harus pergi ke perkebunan," ujar Beck.

"Itu tidak terlalu penting, kau juga tidak harus mengontrol perkebunan di pagi buta juga, 'kan?"

Memang tidak. Tetapi, sudah beberapa tahun hidupnya sangat teratur. Ia tidur sebelum jam sepuluh malam dan bangun sebelum pukul enam pagi kemudian melakukan rutinitasnya dimulai dengan berolahraga, menikmati sarapan kemudian pergi bekerja. Kedengarannya memang membosankan, tetapi sejauh ini Beck masih nyaman menjalani kehidupannya yang monoton.

"Ayolah, hanya untuk mencicipi beberapa gelas tequila," bujuk Charlie.

Beck menghela napas karena kebiasaan Charlie yang sama sekali tidak asing baginya. Sejak pertama mengenal Charlie, ia telah mendapati kebiasaan Charlie. Pria itu adalah penikmat wanita, alkohol, dan obat-obatan terlarang. Tidak ada yang berubah kecuali sekarang Charlie sedang menjalani rehabilitasi karena ketergantungannya terhadap obat-obatan terlarang.

Namun, mengenal Charlie yang seperti itu membuat Beck sedikit berterima kasih karena Charlie pula yang membuka jalan membongkar kedok mantan kekasihnya yang bernama Sophie dan ibunya, mereka bersekutu untuk menjebaknya hingga membuat hubungannya dengan Charlotte, adik Charlie menjadi kacau.

Memang, semua yang terjadi tidak mutlak kesalahan Sophie, ia juga memegang peranan penting dalam kehancuran hubungannya bersama Charlotte dan setelah apa yang dilalui di masa lalu, Beck masih enggan berhubungan lagi dengan wanita. Ia tidak ingin lagi berurusan dengan masalah percintaan karena ia takut membuat kesalahan.

Pada akhirnya Beck mengikuti Charlie untuk pergi ke club, meskipun sepuluh menit kemudian ia memutuskan untuk melarikan diri dari tempat itu. Selimut di kamar hotelnya lebih hangat ketimbang ia duduk-duduk di club yang dipenuhi dengan asap rokok dan wanita yang menatapnya seperti daging segar.

***

Jessie mendapatkan berkali-kali dan membuatnya memiliki 200.000 Peso dalam waktu kurang dari tiga jam. Tetapi, dalam sekejap keadaan berbalik hingga uang yang baru saja didapatkan telah lenyap tak bersisa.

Jessie ingin mundur dari meja judi, tetapi pria yang bersamanya meyakinkan jika dirinya bisa saja mendapatkan kemenangan lagi. Sebagai manusia biasa yang memiliki rasa penasaran dan senang berhadapan dengan tantangan, Jessie bersedia mencoba kembali peruntungannya.

Memang benar ia mendapatkan kemenangan kembali, tetapi kemudian ia mengalami kekalahan hingga memiliki utang sebanyak lima kali lipat kekalahannya. Pria asing itu sepertinya berkomplot dengan pemilik tempat judi, dan petugas yang membagikan kartu itu pasti sengaja memberi kartu mati!

Sialan!

Jari-jari Jessie bergetar, murka karena ingin menghancurkan kartu di tangannya. Atau jika mungkin mencabik-cabik wajah pria di sampingnya menggunakan kuku tangannya. Tetapi, sebagai seorang putri yang telah banyak melalui pendidikan, air muka Jessie tetap tenang. Ia masih mampu menjaga agar punggungnya tetap tegak dan bersikap anggun.

Ia berdehem pelan kemudian beringsut mendekatkan wajahnya ke telinga pria asing di sampingnya. "Aku harus pergi ke toilet sebentar," bisiknya.

"Kau tidak bisa pergi begitu saja, Señora." Pria itu berbicara dengan pelan tetapi penuh peringatan.

Ia tahu telah terjebak dan ini adalah pertama kalinya Jessie berusaha meloloskan diri. "Aku tidak tahan lagi ingin buang air kecil, aku tidak berkonsentrasi karena menahan ini terlalu lama," bisik Jessie.

Pria mengangguk. "Ingat kau memiliki utang padaku."

"Aku pasti akan membayarnya. Tapi, sekarang aku benar-benar butuh kamar kecil." Dan setelah di sana Jessie berencana membuang rambut palsunya, menghapus dandanannya, juga jaketnya. Kemudian melarikan diri.

Jessie duduk di atas kloset sembari memutar otaknya, strategi itu sepertinya mudah, tetapi pria sialan itu justru mengikuti Jessie hingga ke depan kamar kecil di mana keadaan di sana sangat lengang, tidak ada orang lain di kamar kecil.

Ya Tuhan! Mustahil ia keluar dari tempat itu tanpa ketahuan.

Ia mendengar suara deheman pria. Ah, pria sialan itu pasti masuk ke dalam toilet wanita karena mencarinya.

Jantung Jessie berdentam kuat karena ketakutan, ia mengendap-endap turun dari kloset kemudian berjongkok dan merendahkan kepalanya untuk mengintip melalui bagian bawah pintu toilet.

Jessie menghela napas karena lega saat melihat sepatu kulit pria berwarna hitam mengilap dan celana kain yang sangat rapi. Bisa dipastikan pria tersesat di toilet wanita itu bukan pria Meksiko yang bersamanya, kemungkinan besar pria itu adalah pria mabuk yang tersesat atau pria cabul yang sengaja masuk toilet wanita.

Jessie berdiri kemudian dengan hati-hati membuka pintu toilet lalu berjalan mendekati pria yang sedang mencuci tangannya di wastafel. Ketika pria itu mendongak, Jessie yakin jika pertolongan Tuhan itu nyata.

Entah siapa nama pria itu, Jessie tidak pernah mengingatnya. Tetapi, wajahnya masih Jessie ingat. Pria yang pernah berusaha menggoda Sunshine, istri kakaknya.

Bersambung....

Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan komentar.

Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tami Andriani
siapaaaaYaa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status