Happy reading and enjoy!
Chapter 4Goddess"Kau salah tempat, Señora. Biasanya para pria bersenang-senang dengan wanita di lantai atas. Bukan di sini," ujar pria itu.Jessie mengedarkan pandangannya ke ruangan yang penuh dengan mesin judi modern dan menurutnya mesin judi di sana seperti mesin Arcade di wahana permainan anak-anak yang dulu pernah dikunjungi saat dirinya masih kecil. Itu adalah pengalaman satu-satunya karena sebagai anak yang dilahirkan di keluarga kerajaan, ia tidak memiliki kebebasan untuk bermain-main sepuasnya seperti anak kecil pada umumnya."Ada apa, Señora? Apa kau ingin mencoba permainan di sini sebelum menemukan suamimu?"Jessie mengerjapkan matanya dan mengangguk pelan. "Ini sedikit mengingatkan aku pada masa kecilku.""Nah, kau pasti sering memainkannya, 'kan?""Ya. Tapi, itu sudah sangat lama. Aku tidak yakin masih mengingatnya sekarang.""Ya. Kau benar," ucap pria yang tidak menyebutkan namanya itu. "Kalau kau mau aku bisa membantumu agar kau mengingatnya."Bingo!Jessie tidak keberatan, tetapi ia harus tetap berada di jalurnya. Ia berdehem pelan. "Ah, kurasa tidak. Lagi pula aku tidak memiliki uang untuk mencobanya.""Aku bisa meminjamkan uang untukmu. Maksudku jika untuk sekali atau dua kali percobaan, kurasa tidak masalah dengan beberapa Peso dan kau tidak perlu membayarnya."Jessie menggigit bagian dalam bibir bawahnya. Sepertinya mengambil sedikit keuntungan dari pria asing di depannya memang bukan masalah, hanya saja dirinya perlu mengulur sedikit waktu agar sandiwaranya semakin meyakinkan."Terima kasih, Tuan. Tapi, aku belum pernah bermain judi sebelumnya. Aku yakin uangmu tidak akan kembali," ucap Jessie disertai ekspresi menyedihkan yang dibuat-buat.Pria itu mengangkat alisnya. "Nona, bukankah baru saja aku mengatakan kau tidak perlu membayarnya?""Tapi....""Tidak baik menolak kebaikan seseorang," potong pria itu.Jessie berpura-pura berpikir sejenak. "Baiklah, Tuan."Pria itu menyeringai, menampakkan deretan giginya yang putih dan rapi kemudian mengeluarkan beberapa lembar uang dari saku pakaiannya. "Nah, gunakan ini untuk permainan kecil," ucapnya seraya menyodorkan pecahan di tangan pria itu.Jessie mengerjap. Hanya beberapa puluh Peso yang berarti jika dirinya tidak beruntung, itu berarti tidak akan merugikan dirinya dan kurang dari dua detik, ia memutuskan untuk menerima uang itu."Ayo, kita coba keberuntunganmu di mesin itu," ujar pria itu seraya menunjuk sebuah mesin dan berjalan mendekatinya diikuti oleh Jessie. "Ini sangat mudah, kau akan mendapatkan bonus besar jika kau beruntung.""Ini benar-benar seperti permainan di anak-anak," desah Jessie."Ya," kata pria itu. Ia berhenti di samping sebuah mesin. "Kau akan mendapatkan uang sepuluh kali lipat jika kau berhasil membuat tiga tulisan "bonus" di layar ini berhenti bersamaan."Kedengarannya mudah. "Hanya itu?" tanya Jessie."Ya. Hanya seperti itu dan sekarang kau bisa masukkan uangmu ke sini," ujarnya seraya menunjuk bagian untuk memasukkan uang kertas.Jessie mengejawantahkan ucapan pria itu, tetapi mesin menolak uang yang Jessie masukkan. "Ups, apa ada masalah dengan mesin ini?" tanyanya.Pria itu terkekeh. "Kau hanya perlu membalik uangnya, Señora."Bibir Jessie membentuk huruf O dan ia membalik uang di tangannya kemudian kembali memasukkan ke dalam mesin, sedangkan pria asing di sebelahnya menekan sebuah tombol yang bertuliskan "mulai"."Nah, kita lihat keberuntunganmu, Señora," ujar pria itu.Jessie menggigit bibirnya saat layar bergerak, berharap keberuntungan menghampirinya. Ia menggesek-gesekkan kedua telapak tangannya karena gugup seraya merasakan jantungnya yang berpacu cepat seiring gerakan layar di depannya. Sayangnya hanya ada dua tulisan "bonus" yang berhasil berjejer dan selebihnya hanya angka dua puluh."Sialan," geram Jessie dengan pelan dan nyaris hanya didengar oleh dirinya sendiri."Jangan khawatir," ucap pria itu yang rupanya mengetahui kegelisahan Jessie seraya mengambil sebuah kertas yang keluar dari bagian bawah tempat Jessie memasukkan uang. "Ini bukan awal yang buruk, kok. Dan kau bisa menukarkan ini."Jessie mengerjap menatap kertas yang disodorkan pria asing itu. "Apa ini?""Ini hadiahmu."Kertas seukuran uang kertas bertuliskan barcode itu adalah hadiah? Jessie kembali mengerjap. "Ini?""Tukar di sana, kau akan mendapatkan uang dan kau bisa mencoba lagi," ujar pria asing itu seraya menunjuk tempat yang terkesan seperti tempat penukaran hadiah di wahana permainan anak.Jessie menukarkan kertas itu dan benar saja dirinya mendapatkan 140 Peso. Benar-benar fantastis dan Jessie tanpa keraguan mulai mencoba keberuntungannya dan masih didampingi oleh pria asing di sampingnya hingga kurang dari satu jam, dirinya benar-benar berubah menjadi wanita kaya karena keberuntungan yang mengikutinya. Mungkin pria yang bersamanya adalah dewa penolong yang dikirimkan Tuhan."Kau benar-benar beruntung, Señora," ucap pria itu seraya tersenyum dan menatap uang setumpuk uang di tangan Jessie.Jessie menyeringai. "Ya. Ini menyenangkan.""Kurasa kau harus mencoba tempat lain." Pria itu menaikkan sebelah alisnya.Tidak. Jessie melirik uang di tangannya yang mungkin kini berjumlah ratusan ribu Peso. Ia mengambil 200 Peso dan mengulurkan pada pria asing yang bersamanya. "Aku harus mengembalikan uangmu," ucapnya."Kau tidak perlu melakukannya, itu hanya beberapa Peso.""Aku tidak ingin berutang." Jessie menggeleng."Aku tidak menganggapnya begitu dan aku telah mengatakannya sejak awal," ujar pria itu."Tapi....""Baiklah jika kau memaksa, bagaimana jika kau membayar utangmu dengan segelas tequila?" potong pria itu.Kedengarannya lebih baik dan setelah itu dirinya bisa segera keluar dari tempat menyeramkan itu. "Ya. Ide bagus," jawab Jessie disertai senyum ramah yang sebenarnya palsu."Nah, kalau begitu kita bisa menikmati tequila di lantai atas. Perjudian di sana lebih mewah dan kau mungkin bisa bertemu dengan suamimu yang nakal itu."Suami.... oh, Tuhan. Jessie lupa jika dirinya di awal pertemuannya dengan pria itu adalah sedang mencari suaminya yang sedang berjudi."Ah, iya. Tapi, sebenarnya aku tidak peduli lagi dengan suamiku," ucap Jessie dengan nada sedikit ragu-ragu."Bagus. Tapi, aku yakin kau ini adalah Dewi judi yang dikirimkan Tuhan ke sini." Jemari pria itu menyentuh ujung hidungnya. "Jika kau bermain judi kartu di atas... aku yakin uangmu akan bertambah seratus kali lipat dan kau tidak perlu bekerja lagi sebulan," ujarnya dengan nada sangat meyakinkan.Bersambung....Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan Rate.Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.🍒🥰EpilogueJessie keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di dadanya dan rambut basah yang digulung handuk, matanya tertuju pada Beck di atas tempat tidur dan sepertinya tertidur. Bibirnya mengulas senyum bahagia, tiga hari di pondokan bersama suaminya benar-benar bulan madu yang luar biasa. Mereka berada di dalam pondokan hanya berdua, bertelanjang hampir sepanjang malam di atas tempat tidur, terkadang mereka bercinta di mana saja mereka menginginkan seperti di sofa, di meja dapur bahkan di meja makan. Itu benar-benar luar biasa seperti fantasi liar Jessie selama ini.Setiap waktu Beck memasak untuk kebutuhan mereka dan tentu saja Jessie membantu pekerjaan suaminya meskipun hanya memotong wortel atau memisahkan daun basil dari tangkainya. Sesekali Nyonya Carmen datang untuk membersihkan pondokan dan berbelanja kebutuhan makanan.Jessie duduk di tepi tempat tidur, matanya mengawasi Beck, mengagumi wajah dan dada telanjang suaminya yang dipenuhi dengan otot yang tersusun kencang.
EndSehari sebelum pesta pernikahan yang dilakukan di hari pertama bulan Maret, Jessie sedang mencoba gaun pengantinnya ketika Aneesa masuk ke dalam rumah diikuti Beck, pengawal, dan Nanny-nya. Gadis kecil itu tersenyum riang dan berlari kecil menghampiri Jessie."Bagaimana perjalananmu, Sayang?" tanya Jessie seraya mengelus rambut Aneesa.Ia tidak dapat membungkuk terlalu dalam dikarenakan gaunnya terlalu ketat di bagian perut."Aku menyukai perjalanan ke sini," kata Aneesa. "Senang mendengarnya. Lalu bagaimana kabarmu?" tanya Jessie kemudian ia menerima kecupan di bibirnya dari Beck. "Aku merindukan Rocky." Rocky adalah anak anjing Alaska milik Nick yang diinginkan Jessie dan seperti dugaan Beck, dengan senang hati Nick memberikannya kepada Jessie.Jessie terkekeh. "Kau tidak merindukanku?" "Aku juga merindukanmu. Jessie, kenapa kau mengenakan gaun pengantin?" "Kami akan menggelar pesta pernikahan," kata Jessie. "Menikah?" "Ya. Aku akan menikah." "Dengan siapa kau akan menik
Chapter 51Be Friend?"Mommy bilang jika kau adalah ayahku," ucap Aneesa dengan nada ragu-ragu seraya waspada menatap Beck.Beck tersenyum dan mengangguk, air mata yang sejak tadi ditahan akhirnya terdorong keluar. "Ya, aku ayahmu." Aneesa mendongak menatap Duncan, terlihat kebingungan kemudian menatap Beck sambil mengulurkan tangannya menyentuh wajah Beck. "Sebenarnya aku tidak mengerti." Beck memejamkan matanya, merasakan sentuhan kulit lembut dari tangan gadis mungil di pipinya. "Kelak saat kau menjadi dewasa, kau akan mengerti, Sayang." Kemudian ditatapnya mata Aneesa, seperti yang Jessie ucapkan, mata Aneesa adalah matanya. Ia mengecup kedua tangan Aneesa dengan lembut agar Aneesa tidak ketakutan kemudian ia berucap, "Boleh aku memelukmu?" Aneesa mengangguk. Dipeluknya Aneesa, di belainya rambut Aneesa dengan penuh kasih sayang, dikecupnya beberapa kali rambut di kepala Aneesa. Perasaannya bahagia, tetapi dadanya terasa sangat sesak karena khawatir jika kelak putrinya akan m
Chapter 50Everything You WantSatu hari sebelum Natal tiba, setelah memasang dekorasi Natal di tempat tinggal mereka, keduanya terbang menuju Athens Internasional Airport menggunakan jet pribadi yang dipinjamkan oleh Nick."Apa kau akan terus memeluk bunga itu?" tanya Beck karena hingga pesawat telah terbang dengan sempurna di atas ribuan kaki, Jessie masih memeluk buket bunga. Jessie tersipu dan menghirup aroma mawar merah di pelukannya. "Akhirnya kau memberiku bunga." Beck mengusap-usap rambut di kepala Jessie. "Aku sudah memastikan jika durinya sudah tidak ada, barangkali kau ingin menamparku menggunakan bunga lagi." Jessie terkekeh dan kembali menghirup aroma mawarnya. "Ini bunga pertamaku darimu, aku tidak ingin merusaknya."Beck memeriksa jam tangannya. "Jadi, selama tiga jam penerbangan kita, kau memilih untuk mengagumi bunga itu dari pada menikmati penerbangan denganku?" Jessie meletakkan kepalanya di pundak Beck dan mengangkat buket bunga agak tinggi. "Jika iya?" "Aku b
Chapter 49Four ChildrenXaviera, ibu Vanilla menceritakan kepada Beck dan Jessie bagaimana kisah cintanya dengan Rafael. Wanita itu pernah menyembunyikan kehamilannya dan Rafael baru mengetahuinya setelah Vanilla lulus dari bangku universitas, sedangkan Vanilla baru mengetahuinya saat merencanakan pernikahannya dengan Nick. Namun, cerita Xaviera menyembunyikan kehamilannya tentunya berbeda dengan alasan Charlotte. Saat berhubungan dengan Rafael, dirinya tidak tahu jika Rafael adalah pria beristri dan ketika melarikan diri ke Barcelona, Xaviera tidak menyadari jika dirinya dalam keadaan mengandung. "Menurutku, kau beruntung karena tahu lebih cepat," ucap Rafael kemudian memandangi wajah Vanilla. "Aku bahkan hanya bisa mendengar kelucuan masa kecil putriku dari ibunya." Xaviera tersipu karena Rafael mengecup punggung tangannya. "Ya. Kalian bisa membesarkan Aneesa bersama-sama. Kalian hanya harus menyikapi masalah ini dengan kepala dingin dan lebih dewasa." "Apa kau sudah menghubung
Chapter 48 What's the Plan?Beck dan Jessie tiba di rumah Nick, mereka disambut oleh Marcello yang melompat-lompat kegirangan karena Jessie memberikan dua kotak coklat yang digemari anak-anak. "Beck, bisakah kau bukakan coklatnya untukku?" pinta Marcello kepada Beck."Biar aku kubukakan untukmu," kata Jessie karena Beck memegangi dua botol sampanye."Terima kasih, mi amor," ucap Beck seraya menatap Jessie dan tersenyum bahagia."Beck! Lihat mainan baruku!" ucap Marcello memamerkan mainan di tangannya yang berupa sebuah mobil-mobilan kecil dengan daya baterai.Beck membungkuk untuk melihat apa yang Marcello tunjukkan padanya. "Wow, bagus sekali.""Kemarin Yang Mulia mengirimkannya untukku.""Keren, kau menyukainya?" tanya Jessie.Marcello mengangguk kemudian berjongkok, menekan tombol di bagian bawah lalu meletakkannya di lantai dan mobil-mobilan itu melaju kencang di lantai. Mercello berteriak kegirangan dan berlarian ke mengejarnya. Beck tersenyum melihat tingkah bocah itu dan di b
Chapter 47Big SurprisedDelapan hari setelah kepergian Charlie, Beck dan Jessie berniat hendak pergi ke rumah Nick dan Vanilla, mereka mengadakan pesta keluarga. Tetapi, keduanya terkejut manakala mendapati Arnold berada di ruang tamu bersama pengacara keluarga Danish.Beck mengerutkan alisnya. "Ini hari Sabtu dan aku tidak mengundang kalian ke sini." "Aku hanya diminta untuk mengantarkannya ke sini," kata Arnold karena tatapan Beck seperti meminta penjelasan kepadanya."Besok adalah peringatan hari ke sembilan Charlie meninggalkan kita," ucap Mr. Harcourt. "Ya. Aku mengingatnya," kata Beck."Dan dia berpesan agara hari ini aku menyampaikan pesan padamu," ucapnya.Beck mendengus, bagaimana bisa sahabatnya itu mengatur waktu seperti itu. Apa dia mengirim pesan dari kubur?"Pesan? Tentang 20% perkebunan yang diberikan padaku? Nilainya terlalu besar, aku tidak bisa menerimanya. Berikan saja itu pada orang tuanya atau Charles." Mr. Harcourt mengedikkan bahunya. "Ini bukan sekedar 20%
Chapter 46A Little Girl Satu jam kemudian Jessie dan Beck berada di rumah duka, beberapa orang yang mereka jumpai mengangguk dan menyapa Beck dengan ramah. Tetapi, itu bukan berarti dirinya adalah orang penting melainkan mereka bersikap ramah karena keberadaan Jessie berada di sampingnya. Setelan serba hitam yang dikenakan Jessie dipadukan dengan sepatu tinggi dan mantel hitam sebatas lutut yang diletakkan di pundak tanpa memasukkan lengannya ke dalam mantel. Rambutnya digelung dengan sederhana kemudian ditambahkan topi yang memiliki renda di bagian depan menutupi wajahnya seolah menegaskan bahwa meskipun dirinya tidak lagi berstatus seorang Putri kerajaan, Jessie tetaplah berjiwa aristokrat. Beberapa pria tidak segan-segan mengamati seolah sedang terkagum-kagum karena Sang Putri yang mungkin selama ini hanya dapat mereka saksikan di halaman berita berada di depan mereka dengan penampilan yang luar biasa. Mereka mendekati peti mati yang terbuka dilapisi kain tilai transparan untu
Chapter 45Wife in Black Hari itu juga, Beck dan Jessie bersiap-siap pergi ke rumah duka untuk melihat Charlie yang terakhir kalinya di rumah duka. Jessie celana panjang model standar berwarna hitam hitam dipadukan dengan blus tanpa lengan dengan potongan kerah V yang tidak terlalu rendah di dadanya yang disiapkan oleh pelayan pribadinya.Saat pemakaman Dimitri, Jessie mengenakan gaun hitam bergaya khas bangsawan wanita Eropa lengkap dengan veil-nya, saat itu kesan anggun terpancar pada Jessie. Kemudian saat berkabung, Jessie juga mengenakan pakaian hitam sepanjang hari, tetapi hari ini pakaian serba hitam yang dikenakan Jessie di pandangannya terlihat berbeda. "Kuharap pakaianku tidak terlalu mencolok," kata Jessie seraya menilai dirinya di depan cermin.Beck yang sedang mengancingkan lengan kemejanya menghentikan gerakannya dan memandangi istrinya. Jessie mengenakan pakaian apa pun, bahkan pakaian sederhana sekali pun, di mata orang-orang akan tetap terlihat mencolok karena status