Share

/du•a/

Keheningan di koridor dekat area ruang guru terpecah akibat suara cempreng sol yang sengaja ditubrukkan dengan lantai. Siapa lagi kalau bukan Ashlesha pelakunya. Ia masih tidak terima harus membawa buku sebanyak ini sendiri, apalagi ia yakin sehabis ini ia harus siap makan hati mendengar ucapan si manusia menyebalkan.

Ia mengetuk pintu ruang guru sebelum masuk. Mencoba sopan walau kewalahan.

"Permisi, Pak, Bu, meja Pak Virgo Zeromme dimana ya?"

Salah satu guru bertubuh gempal yang ia kenali sebagai pengajar biologi yang ke kelas hanya sekedar untuk absensi, memberi jawaban yang kurang menyenangkan. "Pak Virgo di ruangannya. Kamu tau kan ruangan untuk guru undangan dimana?"

"Iya tau, Bu. Terima kasih."

Berarti ia harus berjalan melewati koridor kelas sebelas dan melewati ruang BK dengan kembali membawa-bawa buku sebanyak ini? Sendiri?

Tak bisa dipercaya.

Dengan berat hati, Ashlesha melangkahkan kakinya cepat menuju ruangan si tuan terhormat. Jika tak mengingat jam istirahat sebentar lagi selesai, ia juga tak sudi berlari-lari begini.

Koridor kelas sebelas tentunya dipenuhi oleh siswa-siswi yang tengah menikmati masa kejayaan di SMA itu. Dengan 40 buku tulis milik teman-temannya, Ashlesha harus bersusah payah menghindari adik kelasnya yang tengah bercanda. Ia tak mau berdrama buku-buku itu jatuh seperti dalam novel picisan, yang hanya mengakibatkan waktunya makin lama terbuang.

"Ck! Minggir!" omelnya kesal melihat adik kelasnya menghalangi jalan walau tanpa sengaja.

Mendengar bentakan perempuan, siswa kelas sebelas itu tentu ingin menanggapinya dengan ledekan. Namun segera ia urungkan ketika melihat kakak kelasnya lewat dengan buku bertumpukan. Label kelas di lengan kiri seragam Ashlesha cukup memperjelas statusnya sebagai senior.

"Iya, maap. Mau dibantuin nggak?"

"Minggir!" omel Ashlesha lagi, tak memikirkan apapun poin ucapan cowok itu. Yang kini ada dalam otaknya hanya mendatangi guru menyebalkan itu dan jika bisa melemparkan semua buku-buku yang hanya menyusahkannya ini.

Dan sepertinya waktu tak ingin terus bermain-main dengan kekesalan Ashlesha sehingga gadis itu akhirnya mencapai tujuannya, dengan Virgo yang juga berada dalam ruangan. Tak lagi dengan sengaja mengerjainya dengan memutari sekolah membawa tumpukan buku.

"Permisi, Pak."

"Come in."

Ashlesha mengernyit, tak ingin salah suatu apapun yang akhirnya hanya menahannya semakin lama di sini. "Harus pakai bahasa Inggris selama pelajaran Bapak doang kan? Sekarang enggak?"

Virgo terkekeh. "Aneh banget dengar kamu manggil saya Bapak." Ucapannya ditanggapi decihan Ashlesha.

"Terus apa dong? Om, Tuan, Sir? Saya sih nggak mau manggil Om-om dua puluh lima tahun dengan sebutan Kakak." sindir Ashlesha keras.

"Kamu berani nyebut saya Om-Om?"

"Berani," tantangnya kali ini gagal terintimidasi aura seorang Virgo Zeromme.

"Ya udah lah, Pak. Tugas saya udah selesai kan? Mengumpulkan tugas dari Bapak hari ini juga. Saya permisi, Pak," pamitnya cepat, menghindari apa yang ia ketahui akan terja—

"Tunggu, Sha."

Benar kan!

Ashlesha cukup melemah kala tangan itu kembali menyentuhnya setelah tiga tahun menghilang begitu saja. Jarak sedekat ini mengancam keselamatan jantung dan harga dirinya. Ia tidak mau langsung terbuai seperti dulu. Tidak, ia tak akan membiarkan dirinya kembali bodoh.

"Saya harus jelasin semuanya sama kamu."

Sedangkan Virgo menatap gadisnya penuh harap, Ashlesha sesegera mungkin mencoba melepaskan genggaman itu sebelum ia sendiri dikalahkan hanya oleh satu sentuhan dan ucapan permohonan.

"Di sini posisi kita sebagai guru dan murid. Tolong profesional, Pak." balas Ashlesha dingin dan segera beralih dari sana.

Menampar Virgo ke kenangan terakhir mereka sebelum akhirnya ia mengambil keputusan bodoh untuk menjauh meninggalkan gadisnya tanpa penjelasan dan akhirnya kini ia sendiri yang harus kembali dan menciptakan berbagai kebohongan hanya demi memohon-mohon kesempatan.

"Di sini posisi kita sebagai pembina dan anggota. Tolong profesional, Sha."

Kalimat itu terngiang sekaligus membawa cuplikan kenangan ketika ia masih berseragam abu-abu dan biru untuk gadisnya.

Sayangnya, potongan memori itu membawa kembali salah satu bagian yang paling disesalinya.

"Ngejauh dari gw, Sha! Berhenti bersikap sebagai temen atau bahkan sahabat gw. Di sini posisi kita sebagai pembina dan anggota. Tolong profesional, Sha! Pergi atau gw yang nggak akan kembali?"

Sayang Ashlesha hanya bisa melemparkan tatapan penuh harap. Memaksa seorang Angkasa Virgo Zeromme untuk berbalik, meninggalkannya.

"Kak Aksa ..." panggil gadis itu menahannya.

Namun si bodoh Virgo saat itu telah memutuskan pergi.

Parahnya lagi, ia tak berkonsekuensi dengan apa yang telah diucapkannya. Buktinya hari ini ia kembali. Meninggalkan semua urusan hanya demi satu kesempatan untuk bisa kembali bersama gadisnya, Ashlesha Thenna Remillon.

***

"Asha..."

Panggilan yang kini terdengar asing itu sejenak mengundang gelenyar aneh di dada gadis itu.

Sudah tiga tahun terhitung semenjak terakhir ia dipanggil dengan sebutan yang sama oleh orang yang sama.

Tak ingin dicap tidak sopan dan tak memiliki alasan untuk mengabaikan membuat Ashlesha berhenti sejenak, berpura-pura mencari keberadaan orang yang memanggilnya saat ia bahkan tau dengan jelas mengapa Aksa memanggilnya.

Ah ... bukan-bukan. Dia Virgo, bukan Aksa-nya lagi.

"Asha ... " panggil Virgo lagi sambil berjalan menghampirinya.

"Bapak manggil saya?"

"Ini sudah jam pulang sekolah, Sha. Saya sudah cukup profesional untuk menahan diri, nggak langsung menarik kamu ke mobil."

Ashlesha tersenyum senang sekaligus merasa bersalah dalam hati. Ternyata ucapannya tadi berhasil membekas di benak Virgo hingga terus membahasnya. "Saya masih ada jam ekskul, Pak." ujar Ashlesha secara tidak langsung, menantang ucapan Virgo barusan yang menyatakan bahwa keprofesionalannya cukup untuk hari ini.

"Ekskul? Tapi kamu sudah kelas dua belas, Sha. Fokus dengan ujian."

"Saya masih sanggup untuk ikut kegiatan non-KBM di semester satu. Bapak dulu juga begitu kan?"

Entah mengapa Virgo tiba-tiba berubah menjadi seperti anak ABG labil yang sedang PMS. Ia sangat sensitif ketika gadisnya dengan sengaja mengungkit masa lalu mereka.

"Saya tetap harus menjelaskan semuanya—"

"Saya bukan siapa-siapa, Pak. Saya nggak perlu penjelasan apa-apa." pamitnya intrinsik, sebelum akhirnya berbalik kembali memasuki sekolah. Niatnya menyusul Airin yang tengah jajan di luar sekolah, pupus karena peristiwa ini.

"Penjelasan itu perlu, Sha. Saya akan jelasin semuanya sama kamu." Ucapan Virgo tak ditanggapi Ashlesha yang melangkah, tak peduli.

"Saya tunggu kamu di ruangan saya, sore nanti."

"Bapak tau saya nggak akan datang." balas Ashlesha dari kejauhan, tanpa menghentikan langkah dan menengok seperlunya.

Sementara mulutnya melemparkan dengan lancar kata demi kata, hatinya terombang-ambing memikirkan apa yang telah ia lakukan pada si guru menyebalkan. Salahkan kebodohannya yang membiarkan diri mengkhawatirkan para insan sialan. Yang tak jarang hanya datang untuk menyakiti, lalu pergi dan melupakan. Masalahnya bukan hanya sekali, dengan pria bule yang menahannya tadi. Namun juga Ayahnya yang dengan tega meninggalkan dirinya dan sang Mama, untuk wanita di luaran sana.

Awalnya ia pikir, ini hal lumrah bagi seorang perempuan untuk mengkhawatirkan seseorang walaupun telah ditinggalkan. Namun setelah melewati banyak cambukan dan asam garam, ia menyadari kekhawatirannya lama-lama berubah menjadi kebodohan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status