Share

Bad Teacher Great Husband
Bad Teacher Great Husband
Penulis: leonymchll

/sa•tu/

Mata indahnya menyipit kala sang surya mulai bersiap menyerbu hari. Gadis itu bersyukur ia tak melupakan topinya sehingga tameng perlindungan bagi netra dan wajahnya dari pijar sang raja siang bisa dikategorikan cukup.

Dia Ashlesha Thenna Remillon. Gadis biasa dari sekolah yang juga biasa saja. Bukan gadis nakal langganan ruang guru, ataupun nerd si kutu buku. Namanya bahkan mungkin tak familiar di telinga adik kelas maupun gurunya. Karena memang ia tak berminat berbaur. Apatis? Tidak juga. Teman-teman seangkatan banyak yang mengenalnya. Sering juga berbagi tugas sebagai pengawas ketika kabur ke kantin di sela jam pelajaran. Hanya saja level nakalnya terbilang di bawah rata-rata untuk terkenal lintas angkatan ataupun jurusan. Jadi ya, dia Ashlesha, gadis biasa yang ... ya biasa saja.

Ringkik mic berhasil membuat Ashlesha dan kawan-kawannya bercekikik. Sepertinya mic itu tak betah berlama-lama menunggui si pembina upacara memberikan sepatah-dua patah kata, yang tak kunjung usai hingga mereka jengah.

"Yang terakhir, Bapak akan memperkenalkan ... "

Ashlesha menghela napas kesal mendengar kalimat yang telah berulang kali disampaikan dalam kurun waktu lima belas menit yang lalu. "Si anjir, udah berapa kali dia ngomong yang terakhir sih? Tetep aja nggak kelar-kelar! Dikira—" umpatan kesal gadis itu terpotong karena sahabatnya, Airin mengunci mulutnya.

"Shut up! Liat tuh."

Mereka yang tengah dalam posisi istirahat di tempat, membuat Airin hanya memberi kode dengan kepalanya agar Ashlesha ikut memfokuskan maniknya ke titik yang ia yakini akan menjadi hot news sekolah.

"... Zeromme, dari London."

Sebelum membiarkan napasnya tercekat dan ritme jantungnya tak terkontrol, Ashlesha menajamkan penglihatannya.

Ia berdecak. Masih tak percaya dengan apa yang ditangkap netranya, ia menyenggol heboh Airin. "Yi, Ayi! Siapa tadi namanya?"

Airin yang biasa dipanggil Ayi itu hanya mengedikkan bahunya, tak menanggapi lebih lanjut kehebohan sahabatnya yang jarang ditemui ini. Menurutnya, Ashlesha hanya heboh karena bisa-bisanya ada seorang berpendidikan tinggi, bahkan dari London, mau menyia-nyiakan hidupnya di sekolah mereka. Airin juga bukan deretan anak-anak yang menjunjung tinggi nama sekolah, jadi jangan terkejut dengan pendapatnya.

"Mister Pirgo Jerom keknya."

Melihat pembina upacara yang menyelesaikan acara pengenalan guru baru pada murid-muridnya, menyebabkan berbagai decak kecewa dari penjuru lapangan yang ternyata juga tertarik pada pria berwajah bule yang sebentar lagi mengajar mereka.

***

Ashlesha memain-mainkan pulpennya gusar. Mengingat jam pelajaran bahasa Inggris sebentar lagi di mulai. Masalahnya sudah dua bulan guru bahasa Inggris lama mereka menyatakan bahwa ia dipindahtugaskan sehingga yang mereka lakukan selama ini hanyalah memanfaatkan jam kosong layaknya siswa IPA yang haus istirahat di sela kesibukannya. Padahal selama ini juga tak ada satu hari tanpa jam kosong. Masih saja mereka bertingkah tak acuh pada ujian yang sudah di depan mata.

Kembali ke masalah, Ashlesha sedikit tidak yakin jika guru baru tadi hanya akan memasuki kelas untuk perkenalan. Mungkin memang hanya perkenalan, namun ... Ah! Ashlesha takut!

"Napa sih lo, Sha?"

"Kantin yuk," ajaknya penuh harap.

Tak perlu menunggu lama, harapannya kandas ketika menyadari teman-temannya memasuki kelas dan duduk di tempatnya dengan rapi. Pasti guru baru itu sudah datang.

"Ntar, kita cuci mata dulu."

Pria berperawakan tinggi dengan brewok tipis yang menambah aura mengintimidasinya, memasuki kelas. Rahang tegasnya tergambar jelas ketika ia mulai mengusahakan senyum tipis.

"Good morning, class."

"Good morning, Sir." jawab sekelas dengan semangat, dan tentu saja kata sekelas kali ini tidak termasuk Ashlesha.

Apa yang ditakutkannya benar terjadi kan!

"As Mr. Ismail already said, i'm Virgo Zeromme from London. Your new English teacher. You can call me, Sir Virgo. Any question?"

Belum terhitung detik, sudah lebih dari belasan tangan dari empat puluh siswa di kelas yang mengacung. Pria yang tadi meminta diri disebut Sir Virgo mulai menunjuk satu-persatu siswa dan mengizinkannya bertanya.

"Are you taken yet, Mister?" tanya salah seorang siswa dengan aksen jawa yang kental.

"Going to." Jawaban sekenanya menuai pecahnya suasana kelas.

"Your ring, is that a wedding ring?"

"No, it's not."

"Can you speak in Indonesia, Sir?"

"I can."

Airin membuka suaranya, "Terus kenapa kita pada sok-sokan pake bahasa Inggris? Si Bapak aja bisa pake bahasa Indonesia."

Virgo menatap siswi yang ia yakini merupakan profokator kelas tersebut. Namun matanya teralih fokus pada sosok gadis yang menjadi alasan utamanya meninggalkan studi demi pekerjaan ini.

Sebelum kelas menyadari apa yang menjadi poin tatapannya, Virgo beralih membuka laptopnya. "You're not allowed to use Indonesian in English class."

"How about the rules, Sir?"

"Good question. There are just 2 main rules in my class. If you guys don't follow mine, i wont give what's yours. First, you're not allowed to do anything else except what i command you to do in class. Then, there's no compand about homework, test, and another. If you don't collect the work on time, you got no point. Is it clear enough?"

Desahan kecewa spontan keluar bersahutan. Sepertinya kelas tersantai itu mulai menyiapkan sumpah serapah bagi guru yang baru mereka kaitkan dengan deret pujian.

"And what about point or score attitude ... woy, gw mo nanya nilai sikap. Gimana ngomongnya sih?" tanya Airin polos ditanggapi kekehan teman-temannya dan bukan bantuan seperti yang diharapkan.

"Do we have attitude point, Sir? Gitu," balas Ashlesha pelan, berniat membantu sahabatnya. Namun, belum Airin kembali membuka suara untuk merepetisi kalimat Ashlesha, Virgo lebih dulu menyelak.

"Can you speak louder?"

Gadis itu terbelalak, tak menyangka ucapan pelannya masih bisa ditangkap pria itu seperti dulu. Ya, dulu.

"Um ... do we have attitude point, Sir?" tanyanya sedikit aneh dengan panggilan baru itu. Seharusnya juga bukan hanya gadis itu yang merasa aneh dengan panggilan yang terbilang terlalu tua untuk pemilik babyface itu. Walaupun baru dirinya yang tau jelas berapa usia si guru baru, namun tetap saja harusnya yang lain bisa mengira-ngira.

Virgo tersenyum. Senyuman singkat yang cukup untuk menghipnotis kelas, khususnya kaum hawa. Kali ini, sertakan Ashlesha dalam bagian kelas. Potongan demi potongan kilas balik terancang acak di otaknya. "I have my own score system. I give each one of you, a hundred score. Everytime you commiting an offense, i cut your score. In the final exam, i'll see how many score you still have. If its less than sixty, you got C on your report."

Lagi-lagi, si guru baru sepertinya dengan sengaja memancing kebencian dari murid-muridnya. Belum apa-apa, ia sudah menerangkan dengan sangat jelas bahwa cara belajarnya bertentangan dengan cara belajar sekolah selama ini, yaitu santuy.

"How can we earn more score?"

Virgo menggeleng tipis, "No, you can't."

Mendengar bagaimana ketatnya peraturan di salah satu mata pelajaran ujian itu, membuat beberapa siswa yang duduk di deret belakang tak lagi mengontrol mulut mereka. Niatnya pencitraan di depan guru tampan, tau-tau malah peraturan menyusahkan yang didapatkan.

"More question?"

Keheningan melanda kelas. Mereka telah kehilangan interest terhadap si guru menyebalkan itu.

Namun sepertinya hal itu tak berlaku untuk Aura. Cewek yang katanya merupakan kakak kelas hitz itu memanfaatkan kesempatan untuk bertanya lebih lanjut. "How old are you, Sir?"

"You are better not asking this kind of question if you meet stranger. But i'll answer this time. I'm 25."

Ashlesha tersedak bahkan tanpa butuh makanan dalam mulutnya. Perhatian sekelas yang tadinya terkumpul pada Virgo, langsung teralih pada Ashlesha yang berubah ekspresif.

Sedangkan mereka melemparkan tatapan tak percaya, Ashlesha malah dipenuhi tanda tanya. Ingatannya masih cukup bagus untuk mengingat bagaimana dulu Virgo membantunya di ....

Atau malah ia yang salah sangka? Bisa saja kan jika ia salah orang? Tapi dengan wajah dan nama itu, hampir tidak mungkin ia salah mengira.

"Now, let's start. We still have 7 sub-theme and it mean we late on schedule. Open your book, page 37. Do 'Exercise 2.1'. Now."

Ashlesha tak lagi membuang waktu memikirkan berbagai kemungkinan yang tercipta di otaknya. Ia segera membuka buku, dan mulai mengerjakan sembari dalam hati menyumpah-serapahi si guru yang tak bersimpati.

Untuk apa datang jauh-jauh dari London, jika kemari hanya untuk membebani. Perihal memberi tugas, guru santuy mereka juga bisa.

Airin sesekali menyikut, meminta jawaban pada Ashlesha yang notabene memiliki kemampuan akademik di atasnya. Sudah terbiasa dengan kondisi kerja sama dalam tugas individu, membuat Ashlesha dengan mudahnya memberi akses lebih sahabatnya menyalin jawaban.

"Anjirlah, banyak banget."

"Nggak boleh pake bahasa Indonesia, Yi."

"Trus apa dong? Fuck, shit, dumbass, gitu doang yang gw bisa." ucapnya jujur memancing kekehan keduanya.

"Kerjain di rumah aja apa yak? Udah mo bel juga kan."

Seolah mendengar percakapan keduanya, bel benar berbunyi. Menandakan pengusiran secara tidak langsung pada guru yang ternyata menyebalkan itu. Sebentar lagi mereka bisa kembali menikmati jam kosong.

"I want you to collect it today."

Virgo nampak memperhatikan deret nama di buku absen. Ashlesha mewanti-wanti namanya akan disebut, entah untuk tugas apa.

"Which one is Ashlesha?"

Ck, basi! umpatnya dalam hati, namun tak bisa dibohongi jika jantungnya kian berlari-lari.

"You hold the responsibility on my subject."

"But it's not college, Sir. We don't have to appoint a person to hold the responsibilities on each subject." argumennya menuai decak kagum sekelas yang tak menyangka sosok yang selalu santai tiap pelajaran itu cukup mahir berbahasa Inggris. Sedangkan Ashlesha sendiri sama sekali tak memusingkan komentar teman-temannya. Kali ini ia fokus pada tanggapan dari si guru yang doyan menyusahkan.

Yang benar saja, setelah dua tahun terbiasa dengan kesantuyan, kini ia harus memegang tanggung jawab besar sendiri. Dan lagi, model gurunya seperti ini. Tidak-tidak, terima kasih.

"The first rule. You are not allowed to do anything except what i command you to do." tembak Virgo tak terbantahkan dengan seringai tipis yang sudah tidak asing bagi Ashlesha.

Virgo menyempatkan diri mengucapkan terima kasih sebelum benar-benar meninggalkan kelas. Dan hilangnya bayang seorang Virgo Zeromme dari kelas XII Bahasa 2 itu diikuti rentetan sumpah serapah.

"Bacot ih! Kerjain cepetan. Gw nggak mau berurusan sama guru model begituan."

Kekesalan murni yang dirasakan Ashlesha kini disambut baik oleh Aura yang langsung melemparkan kalimat pedas andalannya. "Halah, di sini bilangnya nggak mau. Padahal mah seneng banget bisa ketemu Pak Virgo. Dasar cabe, dimodusin Bapak-Bapak aja seneng."

"Seenggaknya gw nggak sekali pake, buang." balas Ashlesha tak diperkirakan sebelumnya. Gadis ini memang pandai membalikkan ucapan seseorang. Tak salah, dia memilih kelas bahasa. Kemampuan berdebatnya, tidak perlu lagi ditanya. Sayang, si mulut cabe ini terbilang apatis. Jika tidak, pasti ia sudah menjadi pemimpin kelompok gadis-gadis.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status