Home / Urban / Badai Sang Pemberani / 010. Pesan Kematian

Share

010. Pesan Kematian

Author: Iq Nst
last update Last Updated: 2025-08-20 08:36:00

Suasana jalanan kota Singapura basah diguyur hujan lebat. Lampu-lampu kota berkilauan di aspal yang licin. memantulkan cahaya seperti serpihan pecahan kaca yang bertebar di jalanan.

Di dalam sebuah bar, Calvin duduk tenang, matanya tak lepas menatap arah pintu masuk. Ia sudah mengerti setiap saat bahaya dapat mengancam dirinya. Dan malam itui ia sudah siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.

Sejak tragedi di Macau tiga hari yang lalu, saat itu perselisihan besar terjadi antara Calvin dengan salah satu gembong mafia berbahaya benama Chen Yuan. Sebuah misi pembunuhan yang gagal disebabkan bukan karena peluru Calvin meleset, tapi karena ketidak keberdayaannya menarik pelatuk.

Seorang anak di bawah umur membuat Calvin mengambil keputusan untuk menghentikan misi. Keputusan Calvin membuat sang bos mafia murka. Keberanian Calvin melawan Chen Yuan membuat si bos sindikat mendendam. Akibatnya, Calvin mengerti bahwa Chen Yuan akan memburunya, dan Calvin telah siap tanpa rasa takut akan nama besar seorang Chen Yuan.

Malam itu, seorang pembunuh bayaran datang sebagai pembawa pesan kematian dari Chrn Yuan kepada Calvin.

Pintu bar terbuka pelan, seorang pia berperawakan kekar, berkulit sawo matang, dengan tatapan seperti elang, melangkah masuk. Tangan kanannya tersembunyi di balik jaket kulit mewah. wajahnya penuh misteri membawa misi yang harus dituntaskan.

Calvin mengetahui siapa pria itu. Nama sebenarnya ia tidak tahu, tapi di kalangan dunia bawah tanah pria itu di panggil dengan sebutan: EL LOBO, Seorang pembunuh bayaran asal Filipina yang reputasinya tak kalah sangar dengan Calvin, bahkan El Lobo sudah bergelut lebih lama sebagai pembunuh bayaran jika di banding dengan Calvin Law.

Tanpa membuang waktu lebih lama, Calvin menghabiskan sisa minumannya, lalu berdiri perlahan, matanya liar tapi tampak tenang--menatap tajam ke arah El Lobo.

El Lobo melangkah menghampiri meja, senyum tipisnya dingin membalas ekspresi dari wajah Calvin.

Mereka saling tatap dan diam sejenak, seolah sadar bahwa malam itu hanya ada satu orang yang masih berdiri.

EL LOBO: "Aku datang menyampaikan sebuah pesan dari mitra yang kau tiinggalkan. Sebuah pesan... dan kematian."

Calvin tersenyum tipis menantang tatapan El Lobo dengann tajam. Sinar matanya melambangkan keberanian tanpa rasa gentar sedikitpun mendengar ancaman lawan.

CALVIN: Pesan kematian... dan kau sebagai pembawa pesan. Aku akan mengirim pesan yang sama, dan kau juga yang akan membawa."

Tangan El Lobo bergerak cepat, mengeluarkan pistol peredam dari balik jaket. Tapi calvin bergerak lebih cepat seperti kilat. Ia membalikkan meja, kakinya bergerak menendang gelas di atas meja--tepat - gelas melayang menghantam telak wajah El Lobo, membuat sang pembunuh terhuyung, pecahan kaca melukai wajahnya. Dua tembakannya meleset dari target, Calvin sudah berlindung dan cepat menghindar.

Calvin bergerak menuju lorong belakang bar. Hujan masih mengguyur deras menambah licin lantai. Setiap langkah menjadi berbahaya.

Calvin berkelit lincah menyusup kebalik celah dinding sempit ketika peluru dari pistol El Lobo melesat, memburunya tanpa henti.

Hening sejenak.

Calvin mendengar senyap langkah kaki El Lobo yang pelan mendekat.

Calvin mengeluarkan perlahan pistol dari balik jas nya. Ia sengaja tidak menggunakannya di dalam bar. Ia takut jika peluru mereka membunuh pengunjung yang tak mengerti apa pun.

Dan... Calvin melompat dari balik persembunyian.

DOR DORR DORRRR...!

Adu tembak terjadi begitu cepat hanya berjarak tiga meter.

El Lobo menjerit menahan sakit, sebuah peluru Calvin tepat mengenai lengannya hingga berdarah, pistolnya terlepas. Di depannya Calvin berdiri sambill mengarahkan pistol ke jidatnnya.

Namun, El Lobo dengan gerakan cepat mencabut belati dari balik betisnya dan menusuk ke perut Calvin.

Calvin sangat tenang, dia sudah memperhitungkan segalanya, Saat pisau meluncurr lurus, tangan kiri bagaikan punya insting, meresponse serangan dengan cepat, menangkap pergelangan tangan El Lobo, memelintir, dan menghantam tinju ke rahang lawan. Pisau terlepas, bunyi dentingnya terdengar jelas.

Calvin kembali mengarahkan pistoll ke El Lobo.

EL Lobo menatapnya: "Kenapa kau tidak menembakku, Calvin."

Calvin menurunkan senjatanya, ia berbalik melangkah meninggalkan El Lobo yang terlluka.

El Lobo melihat itu suatu kesempatan. Pada saat Calvin berbalik dan melangkah, dengan gerakan cepat ia mengambil pisau yang tergeletak di atas lantai lorong - dengan sisa kekuatan ia menerkam ingin menikam Calvin dari belaakang, tapi-- DORRR!

Tanpa berpaling kebelakang, Calvin melesatkan satu peluru--tepat - menembus kepala El Lobo.

El Lobo tewas dengan kepala berdarah.

Calvin mendekati tubuh El Lobo yang tak bernyawa lagi, ia berkata pelan setengah berbisiuk, "Aku telah memberimu kesempatan, tapi kau yang memilih."

Tanpa menoleh lagi, Calvin berjalan menjauh, menyatu kembali dengan kegelapan malam. Ia tahu bahwa ini hanya awal dari perburuan yang lebih besar.. Chen Yuan tak akan pernah berhenti memburu nyawanya.

Tapi, bagi Calvin sendiri mengerti bahwa perburuan adalah siapa yang lebih dulu dan lebih cepat, bukan hanya sekedar pesan kematian.

*****

BANGKOK, SORE MENJELANG SENJA.

Kota itu berdenyut seperti nadi yang tak pernah tidur, dari sebuah hotel bintang lima seorang pria 35 tahun melangkah cepat keluar dari lift menuju lobbi. Di sebelahnya, dua orang pengawal mengikuti langkah dengan tatapan liar menyapu sekeliling hotel. Pria itu adalah Chen Yuan bersama dua bodyguardnya.

Seorang kurir datang menghampiri Chen Yuan.

KURIR: "Maaf, Anda yang bernama Tuan Chen Yuan."

Chen Yuan menoleh dan mengangguk pelan, "benar."

KURIR: "Ada kiriman bunga dan surat kepada Anda, Tuan, dari seseorang yang tidak memberitahu namanya. Dia katakan bahwa Anda pasti mengenalnya."

Salah satu pengawal mengambil bucket dari tangan kurir dan sebuah surat yang tertulis dengan tinta merah :

"WAKTU UNTUKMU HAMPIR HABIS. AKU TAHU DI MANA KEBERADAANMU, CHEN YUAN. NAPASMU AKAN MENJADI YANG TERAKHIR KETIKA KITA BERTEMU. BERSENANG-SENANGLAH DAHULU TAK ADA TEMPAT YANG BISA MENYELAMATKANMU. INI ADALAH PESAN... PESAN KEMATIAN."

Wajah Chen Yuan memerah sambil merobek surat, "Calvin... kau mengancamku." desisnya.

Lampu-lampu neon memercik berpadu dalam kemilau warna biru, merah dan ungu di sepanjang jalan. Di sebuah gudang dekat pelabuhan, aroma asap rokok dan bau minyak menyebar seperti aroma yang biasa.

Di sanalah Chen Yuan melakukan transaksi besar - pengiriman senjata ilegal yang akan memperkuatnya sebagai bos sindikat kawasan Asia.

Dari kejauhan, berjarak 50 meter, seorang pemuda 25 tahun--Calvin Law--berdiri di atap bangunan yang bersebrangan dari lokasi transaksi. Matanya menembus kegelapan melalu teropong night vision. Ia telah berada di kota itu selama dua hari, menghitung setiap langkah anak buah Chen Yuan. Menghapal setiap pergerakan dan mempelajari titik lemah mereka. Malam itu, bukan hanya sekedar misi pembunuhan, tapi malam itu akan menjadi bayangan maut yang membawa sebuah nama yang akan tetap berdiri membawa sebuah PESAN KEMATIAN.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Badai Sang Pemberani   030. Sang Juara Baru

    Wasit memberi aba-aba, dan Lisbet langsung meluncur bagai macan lapar. Pukulan beruntun, tendangan cepat, semua di arahkan ke tubuh Valeri tanpa henti. Penonton bersorak histeris melihat intensitas serangan sang juara bertahan. Namun berbeda dengan babak sebelumnya, kali ini Valeri tidak gegabah. Ia bergerak gesit dan lincah, mundur selangkah, memiringkan badan, menangkis seperlunya. Sesekali ia hanya mengangkat lengan untuk menutup serangan, lalu melangkah ke samping menghindar. Lisbet semakin garang, keringat membasahi wajahnya, nafas mulai memburu. Pukulan kerasnya beberapa kali hanya mengenai udara kosong. Valeri seolah tahu persis kapan harus mundur dan kapan harus menghindar. Tribun penonton semakin gaduh. "Kenapa Lisbet tidak berhasil mendaratkan serangan?!" teriak salah seorang komentator." "Valeri sepertinya sengaja mempermainkan tempo pertandingan! ada strategi dalam jurusnya - memancing emosi lawan." Lisbet mulai frustasi. Ia menghentak matras dengan kakinya, la

  • Badai Sang Pemberani   029. Duel dan Kenangan

    Di tribun VIP, Mellisa dan Alvaro duduk tenang memperhatikan. Mellisa melipat tangannya di depan dada, matanya tajam mengamati sang putri. Alvaro, dengan ekspresi santai, hanya sesekali tersenyum tipis, seolah menikmati drama di balik sorakan ribuan orang itu. Sementara Hilda terus berteriak, mengabaikan semua suara lain: "Fokus Valeri! kamu pasti juara!" Dan sorak sorai penonton makin menggila ketika announcer dengan suara lantang mulai memanggil nama finalis ke arena. Pertarungan final kejuaraan karate itu digelar dengan sistem dojo selama tiga ronde, setiap ronde berdurasi tiga menit. Suasana di dalam GOR Nasional begitu riuh. ribuan pasang mata menanti duel antara Lisbet Manuhutu, sang Juara bertahan tiga tahun berturut-turut, melawan Valerie Marcel, sang debutan cantik jelita yang baru pertama kali menembus final. Di sisi kanan arena, Lisbet tampak berdiri tegap. Wajahnya penuh percaya diri, sorot matanya tajam menantang. Ia berpengalaman, mengerti cara menguasai pang

  • Badai Sang Pemberani   028. Menjelang Pertarungan

    Suasana GOR Nasional sore itu begitu riuh. Sorakan para suporter yang sudah berdatangan menggema, bendera-bendera kecil berkibar, dan dentuman musik penyemangat membuat udara semakin panas. Semua tertuju pada dua nama yang akan bertarung nanti malam. Hari itu bukan sembarang hari. Tapi sebuah momen final perebutan medali emas kejuaraan nasional karate mahasiswa. Dan yang lebih istimewa, pertandingan kali ini mempertemukan dua sosok dengan reputasi yang kontras: * LISBET MANUHUTU, sang juara bertahan tiga tahun berturut-turut. Wanita asal Ambon itu dikenal garang, berpengalaman, dan memiliki teknik mematikan. Namanya sudah menjadi legenda di arena karate nasional. * VALERIE MARCEL, sang debutan cantik jelita. Untuk pertama kalinya ia berhasil menembus final. Banyak yang awalnya meremehkan, menganggap kecantikannya lebih cocok menghiasi panggung modeling, bukan atlit karate. Namun langkah demi langkah, ia membuktikan kualitasnya dengan menyingkirkan lawan-lawan tangguh, hingga kin

  • Badai Sang Pemberani   027. Kisah Wanita Konglomerat

    Mellisa Christina adalah nama yang menggetarkan dunia bisnis tekstil di kawasan Asia. - seorang wanita karir keturunan Jawa-Tiongoa. Pada usianya yang sudah melampaui ke-45 tahun, ia telah menjelma menjadi salah satu wanita paling berpengaruh di benua itu. Perusahaannya, Christina Textile Group, bukan sekedar pabrik kain biasa. Dalam dua dekade terakhir, perusahaan tersebut merajai pasar serat, kain premium, hingga ekspor ke Eropa dan Amerika. Namun di balik gemerlap kekayaannya, kehidupan pribadi Mellisa tak selalu mudah. Ia telah menjanda selama 15 tahun setelah kematian suaminya yang pertama, seorang pengusaha ternama asal Francis bernama Marcel, sejak saat itu Mellisa membangun bisnisnya sendiri hingga menjadi perusahaan raksasa di kawasan Asia, dan dari pernikahan-nya dengan suami asal Francis--Marcel, mereka di karuniai seorang anak perempuan yang cantik bernama: Valerie Marcel. Namun setelah Marcel tewas di sebabkan kecelakaan yang terjadi di Francis, Mellisa memilih menutup

  • Badai Sang Pemberani   026. Mengembalikan Badai

    Setelah selesai istirahat siang, rapat kembali di lanjutkan. Aroma kopi hitam masih terasa di udara, sementara raut wajah para perwira tetap penuh ketegangan. Slide baru ditampilkan di layar, berisi bagan jaringan sindikat dan titik-titik merah jalur peredaran barang ilegal yang tersebar di berbagai kota besar Indonesia. Komjen Handoyo kemudian menekan remote control, menampilkan foto beberapa tokoh mafia internasional di layar. Salah satunya: Calvin Law, sang bos besar yang kini namanya bergema di kawasan Asia. "Dia adalah Calvin," ucap Handoyo tegas. "Sosok bayangan yang kita tahu beroperasi di balik banyak bisnis ilegal. Sayangnya, sampai hari ini... dia tak pernah bisa disentuh hukum. Semua upaya kita seakan kandas sebelum sampai kepadanya. Pertanyaannya, siapa yang melindunginya di negeri ini?" Suasana rapat berubah semakin berat. Beberapa perwira saling berbisik, tapi tak ada yang berani bersuara keras. Komjen Handoyo berdiri, menatap semua yang hadir. "Mulai hari ini, s

  • Badai Sang Pemberani   025. Berita Sedih

    Malam semakin pekat. Ombak kecil memecah dermaga, sementara angin laut membawa aroma rasa garam yang menusuk. Badai berdiri tegap, wajahnya masih menyimpan ketegangan yang belum luruh. Marta, Josep, dan Yopie menjaga posisi masing-masing, memastikan tidak ada celah bagi Patrik untuk melarikan diri lagi.Tak lama kemudian, suara deru mesin motor laut terdengar mendekat. Lampu sorot menembus gelapnya malam. Tim kepolisian setempat datang lengkap dengan pasukan bersenjata. Mereka turun dengan cepat, menyebar, dan mengamankan area sekitar."Inspektur Badai!" salah satu komandan tim menyapa sambil memberi hormat singkat. "Kami sudah terima semua laporan Anda. Lokasi langsung steril."Badai mengangguk singkat. "Target utama--sang bos sindikat - Patrik - sudah kami amankan. Hati-hati, dia licik dan cerdik, bahkan sempat membuka borgol coba melarikan diri. Sekarang kondisinya luka tembak di kedua kakinya. Butuh penanganan medis segera."Dua polisi medis segera menghampiri, memberi perban seme

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status