BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGMas Heru … bukannya aku tidak ingin kamu mendekati Fathan. Sebenarnya perasaanku lega kalau hatimu benar-benar sudah terbuka. Karena memang yang aku harapkan selama ini.Tetapi … sepertinya aku masih butuh waktu mengizinkan Fathan untuk mengenalmu sebagai ayahnya, selama masih ada kebimbangan dalam diri kamu. —-------------Hari ini adalah hari di mana aku akan memberi jawaban pada Mas Ilham. Genap satu bulan aku meminta waktu untuk berpikir matang-matang dan memohon petunjuk pada Allah sebelum akhirnya mengambil sebuah keputusan besar. Semua orang sudah kumpul di ruang tamu. Raras juga datang bersama Mas Ilham. Kini semua pandangan terarah padaku. Sepertinya mereka sudah tidak sabar ingin mendengar jawaban yang akan aku sampaikan. "Bismillah, hari ini saya akan memberi jawaban atas niat Mas Ilham satu bulan lalu." Aku menghentikan ucapan yang membuat semua orang terlihat tegang. "Mas Ilham sudah tahu bagaimana masa lalu saya. Ma
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUFathan … seketika kehadiranmu telah merubah ayah. Memberikan kebahagiaan yang selama ini belum pernah ayah rasakan. Rasa bersalahku semakin tak terbendung, ketika, Ning, perempuan yang sudah aku sia-siakan sama sekali tidak menyimpan dendam, dia telah memaafkan'ku. —-----------Terlihat ada keributan tak jauh dari toko pakaian tempat aku membelikan setelan baju untuk Fathan. Aku pun sedikit mendekat untuk memastikan ada apa."Dasar ulat bulu. Sudah tahu suami orang, masih saja kamu dekati." Terdengar ucapan dari seorang perempuan sambil menjambak rambut perempuan di depannya. "Jangan, Mbak, kasihan. Nanti rambutnya rontok," ucap pria yang mencoba menghalangi. Aku masih belum melihat dengan jelas. "Kasihan? Kamu kasihan sama pelakor ini. Sedangkan kamu tidak kasihan dengan istri yang sedang hamil besar di rumah." Suaranya begitu lantang dengan ucapan yang sangat jelas Aku semakin mendekat jadi satu dengan orang-orang yang berkerumun.Kedua
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGSetelah ada kesepakatan, akhirnya kedua belah pihak keluarga memutuskan kalau pernikahanku dengan Mas Ilham akan dilaksanakan lebih dulu satu bulan dari pernikahan Faiz dan Raras. Aku juga sudah bicara pada keluarga kalau menginginkan pernikahan sederhana saja, sama seperti waktu lamaran. Selain ini pernikahan kedua untuk aku dan Mas Ilham. Aku juga menjaga perasaan pihak keluarga mama'nya Fahira yang masih sangat berhubungan baik dengan keluarga Mas Ilham, bahkan mereka juga begitu baik padaku. Faiz dan Raras pun tidak keberatan sama sekali kalau kami mendahului mereka. Bahkan mereka sangat antusias sekali menyambut rencana pernikahanku dengan Mas Ilham yang akan dilaksanakan dua bulan lagi.Di acara pernikahan nanti, aku ingin kedua orang tua Mas Heru datang. Pun dengan Mas Heru sendiri. —------------"Kamu mau menikah, Ning?" jawab emaknya Mas Heru ketika aku memberitahu soal pernikahan dan meminta doa restu melalui sambungan te
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUFull PartBerkali-kali aku mengamati sebuah undangan cantik berwarna cokelat yang terpampang sebuah foto, tertera nama Ningrum Anniyah dan Ilham Ramadhan. Ning memberikan langsung undangan tersebut saat aku datang menemui Fathan. "Mas, jika berkenan, aku harap kamu datang di acara pernikahanku. Aku juga minta doanya semoga lancar sampai hari H." Ucapan tersebut terus terngiang di telinga. Perempuan yang dulu kupilih menjadi pendamping dan telah kuceraikan, kini sudah ada pria lain yang meminang.—------------Mondar-mandir dengan perasaan tak menentu. Hari ini hari pernikahan Ning dengan Pak Ilham. Aku bingung, harus datang atau tidak. Bukan tidak suka Ning menikah lagi, aku bahagia untuk itu. Tapi … entah kenapa, aku justru teringat kembali dengan pernikahan kami. Apa ini rasa penyesalan karena telah meninggalkan dia? Atau sebenarnya rasa yang dulu pernah ada tumbuh kembali? Tidak … itu tidak boleh terjadi. Sekarang Ning sudah menemukan pr
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKU"Mas, boleh aku minta uang? Beras dan keperluan pokok lainnya sudah habis," terang Ning–istriku.Aku yang sedang mengenakan kemeja kerja langsung menoleh ke arahnya. "Habis? Harusnya 'kan uang mingguan yang aku kasih cukup untuk belanja kebutuhan satu minggu. Ini baru empat hari. Memang uangnya kamu ke manain?" tanyaku agak kesal. Aku kembali mengalihkan pandangan ke cermin. Merapikan pakaian dan menyisir rambut. Baru empat hari, bisa-bisanya uang belanja sudah habis. Padahal aku tidak pernah telat memberi uang mingguan pada Ning. Sebagai suami, aku sudah berusaha tanggung jawab, tapi istriku selalu saja boros. Bukannya uang tujuh puluh ribu sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan satu minggu. Apalagi kita cuma tinggal berdua."Kemarin ada kebutuhan di luar itu, Mas. Aku ambil tiga puluh ribu untuk bayar arisan bulanan RT dan juga kas, aku udah nunggak tiga kali dan harus dibayar semua," terangnya."Mending ngga usah ikut RT'nan. Bi
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUIda sudah menungguku di depan kontrakannya. Mimik wajahnya bisa ditebak kalau dia sedang kesal. Semua gara-gara Ning, aku jadi terlambat menjemput kesayangan. "Niat jemput ngga, sih, Mas. Kamu terlambat sepuluh menit. Aku tuh paling males kalau disuruh nunggu.""Maaf, Da. Tadi Mas harus …," aku menghentikan ucapan. Tidak mungkin bilang sama Ida kalau tadi harus nganter Ning ke warung dulu. Bisa-bisa dia tambah ngambek."Harus apa?" "Harus ngisi bensin dulu, kemarin lupa mau ngisi sekalian. Tadi antri panjang." Segera turun dan mendekati Ida yang masih terlihat cemberut dengan tangan bersedekap. Meski sedang marah, tapi Ida tetap terlihat cantik. Hatiku semakin tak karuan dibuatnya. Seandainya aku bisa menikah dengannya, betapa bahagia dan beruntungnya aku. "Sudah, dong, cemberutnya! Nanti pulang kerja, Mas beliin kamu hadiah."Seketika kedua mata Ida berbinar, "bener, Mas? Kamu mau ngasih aku hadiah?"Aku menganggukkan kepala sembari memeg
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGSebenarnya dari semalam aku ingin bicara sama Mas Heru, ingin periksa kandungan ke dokter. Selama hamil, aku belum pernah USG dan hanya periksa ke bidan di desa sebelah. Itu pun Mas Heru sering uring-uringan saat aku meminta uang untuk periksa. "Mas, mumpung kamu libur kerja, anterin aku periksa ke dokter, ya. Aku pingin USG, biar tahu perkembangan bayi kita di dalam kandungan." Akhirnya aku pun memberanikan diri untuk bicara.Mas Heru tidak menggubris ucapanku, dia terlalu asyik dengan ponsel di tangannya. "Mas …," panggilku lagi."Kamu pikir periksa ke dokter ngga bayar? Ngga usah USG juga ngga pa-pa 'kan. Asal kamu bisa jaga baik-baik kandunganmu, bayinya pasti sehat."Aku merasa, semakin hari sikap Mas Heru semakin cuek padaku. Tidak ada perhatiannya sama sekali. "Mas … sekali ini saja. Aku cuma pengen tahu kondisi bayi kita," rengekku.Mas Heru berdiri dari duduknya dan mendekat ke arahku. Kini dia berdiri persis di depanku. "
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKU"Ning … Ning," teriakku. Setelah berdebat tadi, aku memang meninggalkan dia untuk keluar jalan-jalan, tentunya bersama Ida. Setidaknya pusing di kepala ini langsung hilang ketika melihat senyum manisnya. "Ke mana, sih, perempuan ini? Selalu saja bikin aku emosi.""Assalamu'alaikum." Tidak berapa lama Ning datang."Astaga, suami pulang bukannya di rumah malah kelayapan."Ning hanya diam saja, sama sekali tidak menjawab ucapanku. Dia langsung pergi ke belakang mengambil segelas air putih untukku, dan masih tetap diam.Sok-sok'an ngambek segala. Memangnya aku peduli. Harusnya 'kan aku yang marah.Coba saja Ida yang menyambutku saat pulang ke rumah, pasti rasa lelahku langsung hilang. Tidak seperti sekarang, aku merasa tidak nyaman berada di rumah.***Pagi yang kunanti telah tiba. Waktu yang selalu membuat semangat karena akan bertemu dengan pujaan hati. Ida Indriyani … sedetikpun rasanya enggan untuk menghilangkan bayangannya dari pikiranku.