Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku

Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku

last updateLast Updated : 2023-06-02
By:  Emylia Arkana PutraCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
3 ratings. 3 reviews
38Chapters
10.6Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Heru–seorang suami dzolim akhirnya hanya bisa menyesal setelah Ningrum Anniyah–istrinya memutuskan untuk mengiya'kan perceraian yang diinginkan oleh dirinya.  Ning adalah istri yang tidak pernah menuntut. Meskipun nafkah yang diberikan oleh Heru jauh dari kata cukup. Dia tetap menerima dengan ikhlas.  Justru Heru lah yang tidak pernah bersyukur. Dengan uang tujuh puluh ribu rupiah per minggu, dia berharap istrinya bisa cantik dan berpenampilan menarik serta menyiapkan makanan enak setiap harinya.

View More

Chapter 1

Bab 1 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku

BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKU

"Mas, boleh aku minta uang? Beras dan keperluan pokok lainnya sudah habis," terang Ning–istriku.

Aku yang sedang mengenakan kemeja kerja langsung menoleh ke arahnya.

"Habis? Harusnya 'kan uang mingguan yang aku kasih cukup untuk belanja kebutuhan satu minggu. Ini baru empat hari. Memang uangnya kamu ke manain?" tanyaku agak kesal. Aku kembali mengalihkan pandangan ke cermin. Merapikan pakaian dan menyisir rambut.

Baru empat hari, bisa-bisanya uang belanja sudah habis. Padahal aku tidak pernah telat memberi uang mingguan pada Ning.

Sebagai suami, aku sudah berusaha tanggung jawab, tapi istriku selalu saja boros. Bukannya uang tujuh puluh ribu sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan satu minggu. Apalagi kita cuma tinggal berdua.

"Kemarin ada kebutuhan di luar itu, Mas. Aku ambil tiga puluh ribu untuk bayar arisan bulanan RT dan juga kas, aku udah nunggak tiga kali dan harus dibayar semua," terangnya.

"Mending ngga usah ikut RT'nan. Bikin boros pengeluaran saja. Kamu itu harusnya kasihan sama aku yang banting tulang untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari. Belum sebentar lagi tambah anggota keluarga baru."

Saat ini Ning sedang hamil tujuh bulan. Dengan kehadiran seorang anak pastinya akan membuat pengeluaran lebih banyak lagi.

Hah … kenapa juga Ning harus hamil segala, bikin kepala tambah pening saja.

"Maaf, Mas, karena aku selalu merepotkan kamu."

"Maaf, maaf. Bukan permintaan maaf yang aku inginkan, tapi sebagai istri pandai-pandailah mengatur keuangan. Nih, cepetan belanja!" Aku melempar uang dua puluh ribu di depan wajahnya. Biar dia tahu betapa kecewanya aku sebagai suami memiliki istri yang tidak mampu mengatur keuangan dengan baik. Selalu saja kurang, ada saja alasannya untuk ini lah, itu lah.

"Astaga … apalagi? Kenapa masih berdiri di sini?" bentakku ketika Ning tidak segera pergi setelah memungut uang yang jatuh di lantai.

"Mas Heru sudah mau berangkat kerja 'kan? Aku bareng sekalian, ya, Mas, ke warungnya. Beberapa hari ini kakiku terasa nyeri, apalagi kalau buat jalan."

Aku hanya bisa menghembuskan napas kasar mendengar Ning bicara seperti itu. Jadi istri bisanya ngerepotin suami terus.

"Harusnya kamu itu banyak gerak, justru jalan kaki lebih bagus. Sekalian olah raga. Jangan manja lah."

"Tapi kakiku beneran sakit, Mas."

Akhirnya terpaksa aku pun mengiyakan Ning untuk bareng, daripada dia bicara terus, buang-buang waktu.

Selain itu aku juga harus segera menjemput Ida–perempuan yang tiga pekan ini membuat jantungku selalu berdegup tak beraturan ketika memandangnya. Dia satu kerjaan denganku di sebuah pabrik sepatu yang ada di kota ini.

Aku segera memakai jaket dan juga helm berwarna hitam dengan tempelan beberapa sticker.

Sembari menunggu Ning, aku lebih dulu manasin mesin motor. Motor baru yang aku beli dua bulan lalu.

"Ayo, Mas," ucap Ning dengan langsung naik ke atas motor.

Sebenarnya aku malu harus boncengin Ning. Penampilannya ngga banget. Apalagi setelah hamil, wajahnya lebih kusam dari sebelumnya. Mana daster dan jilbab yang dikenakan juga itu-itu saja. Bikin mata ini sepet melihatnya.

Coba dia pandai mengatur uang yang aku beri. Pasti bisa, tuh, beli daster dan jilbab baru. Untung saja ada Ida, jadi mataku bisa terobati dengan wajahnya yang cantik, penampilannya yang seksi. Ah … pokoknya dia perempuan sempurna. Bagai langit dan bumi dengan Ning.

Aku segera melepas tangan Ning yang menempel di perutku ketika dia tiba-tiba memeluk. "Pegangan behel saja. Ngga enak dilihatin orang."

"Memangnya kenapa, Mas? Kita 'kan suami istri."

Ini perempuan ngga sadar diri banget. Memangnya dia ngga ngaca, kalau penampilannya malu-maluin.

"Cukup, ya, Ning. Jangan nerocos terus. Sudah mending aku izinin kamu bareng."

Ning benar-benar merusak mood'ku pagi ini.

Bersambung

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Hanik Ma
bagus suka sama ceritanya..... gak bertele tele alurnya jelas mantap.... semangat terus berkarya
2024-11-14 10:41:51
0
user avatar
silvia Rosalinda
bagus thor ceritanya. simple, padat dan gak bertele-tele.
2023-07-12 01:23:26
1
user avatar
Mayda Kyoto
mantap cerita nya..ning perempuan tegar dan nggak cengeng
2023-05-23 12:35:57
2
38 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status