Share

Episode 6

Author: Kimmy reana
last update Last Updated: 2020-09-16 19:43:54

Sudah menjadi kewajibannya atau mungkin menjadi kebiasaannya, Abi selalu memandang ke arah kamar Elana. Jika lampu kamar Elana masih menyala, ia tidak akan masuk kedalam kamarnya, begitu juga sebaliknya, jika lampu kamar Elana sudah mati, barulah ia akan masuk ke kamar dan beristirahat. 

Ada yang berbeda malam ini, lampu kamar Elana masih menyala padahal waktu sudah menunjukan pukul satu dini hari. Bayangan Elana masih terlihat jelas dibalik tirai tipis berwarna putih, tidak ada pergerakan hanya duduk, dan diam sejak tadi. 

Abi ingin memastikan keadaan Elana, ponsel sudah berada di tangannya dan akan mengirim pesan. Namun jika ia mengirim Elana pesan dan bertanya, tentu saja Elana akan tau  selama ini Abi selalu memperhatikannya. Tapi jika ia tidak bertanya, rasa penasaran dan khawatir yang kini dirasakannya sungguh mengganggu. 

Abi berpikir, mencari cara lain agar kebiasaannya tidak disadari Elana. Ia segera masuk kedalam kamar, tidak berapa lama ia kembali keluar dan terbatuk-batuk dengan sangat kencang. 

Satu kali, dua kali, bahkan sampai tiga kali, Abi terbatuk dengan sangat kencang, namun belum ada respon. Tindakannya kurang berhasil, namun baru saja ia hendak melakukan hal konyol lainnya tiba-tiba jendela terbuka. 

Abi segera melirik, dan kali ini berhasil. Elana membuka jendela kamarnya, melongok ke arah Abi.

"Kamu kenapa? Sakit?" Elana setengah berteriak dari jendela kamarnya. Abi segera mengangguk, satu tangannya terangkat dan satu lagi memegangi perutnya. 

"Kamu baik-baik saja?" 

Kali ini Abi sengaja tidak mengangguk, membuat Elana terlihat cemas. Elana kembali menutup jendela kamar, samar-samar terlihat gadis itu menjauh dari jendela. Abi tersenyum senang, setidaknya aktingnya kali ini berhasil memancing Elana keluar. 

Hanya butuh waktu kurang dari dua menit, Elana sampai di depan kamar Abi. Ia membawa beberapa minuman dan obat-obatan khusus masuk angin. Elana mengira Abi masuk angin, karena lelaki itu mengendarai motor tanpa menggunakan jaket. 

"Minum ini, biar mualnya gak makin parah." Elana menyodorkan satu botol kecil minuman pereda mual. 

"Terimakasih," Abi menerima botol pemberian Elana, dan langsung meminumnya. Sebenarnya ia tidak memerlukan obat seperti itu, karena sebenarnya ia baik-baik saja. Tapi tidak ada salahnya juga menerima pemberian Elana, anggap saja untuk menyempurnakan aktingnya. 

"Obat herbal ini bisa meredakan mual karena masuk angin. Kamu pasti masuk angin." 

"Sepertinya begitu," 

Elana nampak khawatir, membuat Abi merasa bersalah karena sudah membuatnya datang dengan membawa beberapa obat-obatan. 

"Aku baik-baik saja, sebaiknya kamu istirahat. Ini sudah jam satu pagi," 

Melihat kondisi Elana seperti sedang tidak baik-baik saja, membuat Abi menyesal. Wajah Elana tampak murung dengan mata sembab dan merah. 

"Kenapa kamu selalu bersikap baik padaku? Apa karena pekerjaan? Kalau begitu jika kamu tidak dibayar dan tidak bekerja padaku lagi, kamu akan bersikap jahat, seperti orang lain?" 

Abi mengerjap, ia tidak mengerti maksud ucapan Elana. 

"Semua orang yang mendekatiku hanya karena uang. Apa kamu termasuk salah satu diantaranya?" 

"Aku tidak mengerti maksud ucapanmu." 

"Kamu hanya perlu jawab iya atau tidak!" 

Sepertinya Elana benar-benar sedang dalam kondisi tertekan, berbicara dengan nada tinggi dan bergetar, seolah ia menahan sesak di dadanya. 

"Kalau begitu, semua kebaikan yang kamu berikan padaku selama ini juga karena uang? Karena kamu bekerja disini?" 

Cairan bening itu lolos dari pelupuk mata Elana, membuat hati Abi terenyuh. Tanpa sadar ia menarik pundak Elana kedalam pelukannya, menenggelamkan wajah Elana di dadanya. 

Tangis Elana pecah, teredam dipelukan Abi. Tangisannya begitu pilu dan menyayat hati, membuat siapapun yang mendengarnya pasti akan merasa iba. 

Meski ragu, Abi menepuk pelan pundak Elana sebagai tanda ia sangat bersimpati atas kesedihannya. 

Perlahan Elana melepas pelukannya, meski tangisnya sedikit mereda, namun isak nya masih terlihat jelas. 

"Maaf, tadi aku tidak bermaksud,,"

"Aku tau, seharusnya aku minta maaf karena selalu merepotkanmu." Elana mengusap sisa air mata di pipinya,

"Aku merasa beruntung karena karena kamu bekerja padaku. Semua kebaikanmu aku anggap tulus, meski aku tidak tau kebenarannya. Terimakasih,"

 Elana tersenyum samar sebelum akhirnya ia meninggalkan Abi. 

Apa yang terjadi padanya terasa bagai mimpi, tidak nyata namun terngiang dengan jelas di benak Abi. Hanya suara detak jantung yang kian bertalu keras, deru nafas kian memburu dan persendiannya terasa lemas, yang kini dirasakannya. 

Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Abi masuk kedalam kamar dan langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. 

Sesekali ia memeriksa detak jantungnya, apakah ia mengalami gangguan jantung mendadak? Rasanya seperti habis berlari ratusan kilometer, bahkan wajahnya pun ikut terasa panas.  

"Tuhan,,, apa yang terjadi padaku." Gumamnya pelan. 

Sementara itu, apa yang dirasakan Abi tidak jauh berbeda dengan apa yang dirasakan Elana. Sesampainya di kamar, ia segera mematikan lampu dan duduk termenung di pinggiran tempat tidur. 

Apa yang baru saja terjadi antara dirinya dan Abi, mampu membuatnya seperti tersengat listrik, melemahkan seluruh syaraf dan membuatnya terasa pusing. Pelukan hangat yang ia rasakan, lingkaran tangan kekar Abi di tubuh kecilnya, mampu mengalirkan rasa nyaman dan hangat. Ditambah lagi degup jantungnya yang kian berdebar kencang, semakin membuat Elana bingung, apa yang terjadi padanya? 

Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta? 

Entahlah mereka berdua tidak tau, hanya sinar rembulan dan ribuan bintang yang menyaksikan keduanya sambil merahasiakan sesuatu yang tidak mereka ketahui. 

Sementara itu di tempat lain, dua manusia berbeda jenis kelamin, dengan tubuh sama-sama polos tanpa sehelai benang, tengah bergumul di atas kasur, setelah kegiatan panas mereka berakhir. 

"Dia benar-benar tidak curiga, setelah pertemuan tidak sengaja waktu itu?" Tanya si wanita, ia bergelayut manja di lengan si lelaki yang tengah memeriksa ponselnya. 

"Dia tidak akan berpikir sampai sejauh itu," lelaki itu mencium puncak kepala wanitanya. 

"Bahkan dia tidak akan pernah berani marah, meski tadi aku dengan sengaja mengabaikannya di pesta." 

Keduanya saling tertawa, "Dia benar-benar umpan paling bagus. Cantik, kaya, dan bodoh." 

Wanita bertubuh sexy itu, meraih ponsel dari tangan lelakinya. "Kita nikmati malam ini, jangan hanya ponsel yang kau mainkan, aku juga mau," godanya dengan suara manja di buat-buat. 

"Tentu,,, mana mungkin aku mengabaikan wanita secantik dirimu." Lelaki itu kembali menciumnya dengan penuh ghairah, mereka saling membalas ciuman satu sama lain seolah tidak ada hari esok, seolah mereka tidak bertemu bertahun-tahun lamanya, padahal mereka sering bertemu setiap hari, tanpa sepengetahuan Elana. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bahasa isyarat   Episode 26

    Elana masih menatap lekat sebuah gambar di akun media sosial milik seseorang. Sebuah gambar pasangan suami istri dengan satu anak laki-laki berumur satu tahun, begitu menarik perhatiannya. Diam-diam, Elana masih memperhatikan lelaki yang pernah membuatnya merasakan cinta, sekaligus sakit dalam waktu bersamaan. Elana tidak menyalahkannya, atau pun menghakimi apa yang dilakukan Abi tiga tahun lalu. Ya, semua itu sudah berlalu tiga tahun lalu, namun sakit dan kecewa yang dirasakannya masih tetap sama. Bahkan Elana masih sering merasakan denyutan nyeri di hatinya, setiap kali melihat gambar-gambar kemesraan rumah tangga Abi dan Mila, seperti yang baru saja di lihatnya. Menyakitkan, namun rasa penasaran terus menggelitik hatinya.Selain mendapat gelar sebagai wanita paling berpengaruh di dunia kesehatan, Elana juga mendapat gelar gagal move on. Sebagian orang menganggapnya begitu karena Elana sempat mengalami gagal menikah. Namun kenyataannya bukan karena itu, nyat

  • Bahasa isyarat   Episode 25

    Elana termenung di salah satu bangkar di ruang UGD. Kedua bola matanya menatap kosong, beberapa petugas medis hilir mudik memberi pertolongan untuk Juan,Mila dan dua orang kepercayaan Rony. Sementara Rony tidak mengalami luka serius, dia langsung dibawa pihak berwajib untuk dimintai keterangan lebih lanjut bersama Abi. Kegaduhan sempat terjadi di lorong Rumah sakit, terlebih setelah mendapat kabar mengejutkan, Rony menyerang dan menganiaya Mila dan Juan.Kosong, itu yang Elana rasakan saat ini bahkan ia mengabaikan setiap perawat yang bertanya tentang kondisinya. Terlalu banyak kejadian yang dialaminya saat ini, dan juga terlalu banyak hal-hal mengejutkan yang sulit diterimanya, meski ia mencoba berulang kali menyadarkan dirinya.Erlangga berjalan dengan sangat cepat, setelah mengetahui kejadian yang menimpa putrinya. Ia bergegas menemui Elana dan memastikan sendiri bagaimana keadaanya."Sayang, kamu gak apa-

  • Bahasa isyarat   Episode 24

    Mengengendarai motor dengan kecepatan tinggi, Abi segera menuju lokasi yang disebutkan Mila. Sejak awal Abi mewanti-wanti Mila agar lebih berhati-hati dalam bertindak, terlebih saat ini mereka sedang diawasi Rony.Abi menyadari setiap gerak-geriknya kini diawasi. Oleh sebab itu ia memilih bersikap tenang dan waspada setiap kali akan bertindak. Namun nyatanya kedua sahabatnya tidak menghiraukan ucapan Abi, mereka tetap terburu-buru dan tanpa perhitungan dalam bertindak. Seharusnya Mila dan Juan tidak perlu bertindak cepat, setelah mendengar kabar batalnya rencana pernikahan Rony. Seharusnya mereka berdua bisa lebih waspada, karena Rony akan semakin agresif dan terus memperhatikan setiap gerak-gerik mereka.Abi hanya bisa menghela lemah, ia gagal mempertahankan Elana bahkan kini ia justru membahayakan kedua sahabat baiknya.Membelah jalan ibukota dengan kecepatan tinggi, membuat Abi tidak memerlukan waktu lama untuk

  • Bahasa isyarat   Episode 23

    Setelah menerima panggilan dari nomor yang tidak di kenalinya, Elana segera bergegas menemui orang tersebut. Mereka berjanji akan bertemu di salah satu tempat yang sudah disepakati.Elana turun dari mobil, menuju lahan luas yang ditempati Delano dan Ibunya. Entah mengapa orang tersebut memintanya bertemu ditempat itu. Elana berjalan tergesa-gesa, melewati jalan setapak hingga akhirnya ia tiba di dekat rumah Delano.Langkah Elana terhenti, begitu ia melihat Giselle dan Delano tengah berbincang-bincang. Bahkan mereka tampak begitu akrab, sesekali Giselle mengambil sepotong buah-buahan yang tersaji di hadapannya."Hai,," Giselle menyadari kehadiran Elana, ia melambaikan sebelah tangannya dan meminta Elana untuk bergabung bersama mereka."Baru sampai?" Tanya Giselle."Duduk sini!" Giselle menepuk bangku rotan, di sebelahnya."Kak El, mau buah? Kita baru aja

  • Bahasa isyarat   Episode 22

    "Ada gak?" Tanya Mila untuk kesekian kalinya pada Juan. Mereka berdua tengah memasuki ruang penyimpanan dokumen-dokumen penting di MMC."Belum," jawaban Juan masih sama seperti beberapa saat lalu. Lelaki bertubuh kurus, tinggi itu masih memeriksa satu demi satu rak yang berisi ribuan dokumen dengan telaten. Sesekali ia membetulkan kacamata minus yang dikenakannya."Kenapa belum? Kamu yakin dokumennya ada disini?" Mila ikut mencari, meski ia tidak tahu bagaimana bentuk dokumen yang sedang dicarinya. Mila hanya ditugaskan mencari dokumen berwarna hijau tua, sedangkan hampir sebagian besar semua dokumen berwarna hijau tua, biru, dan merah muda.Udara didalam ruangan yang hanya berukuran lima meter persegi itu terasa begitu panas. Dengan hanya memiliki satu ventilasi udara, dan satu kipas penyedot debu, membuat udara terasa sesak dan pengap. Ditambah banyaknya dokumen lama, menambah bau kurang sedap dan semakin m

  • Bahasa isyarat   Episode 21

    Ke esokan harinya, Elana menemui Rony. Untuk pertama kalinya mereka bertemu setelah insiden pemukulan Abi di toilet beberapa waktu lalu."Jangan ganggu dia lagi,"ucap Elana, langsung pada inti permasalahan. Sementara itu Rony menyembunyikan senyum sinis dibalik cangkir kopi yang tengah menutupi bibirnya."Aku tidak melakukan apapun, bahkan dia mengundurkan diri tanpa kuminta." Rony meletakan cangkir di atas meja, dan menyandarkan punggungnya di kursi."Jika kamu beranggapan aku yang memintanya berhenti bekerja, kamu salah besar." Rony melipat kedua tangannya didada, memperhatikan Elana dengan seksama."Mungkin karena ia menyadari kesalahannya, jadi dia memilih berhenti. Bukan begitu?" Sindir Rony.Elana hanya bisa menghela lemah, "Dia hanya melindungiku. Itu saja.""Dengan menyentuhmu?""Apa maksudmu?"

  • Bahasa isyarat   Episode 20

    Entah sudah berapa kali, Abi mengitari komplek perumahan Elana. Sesekali ia berhenti tidak jauh dari pintu gerbang berwarna hitam, memperhatikan dinding besi yang berdiri kokoh dan menjulang tinggi. Seperti sebuah kebiasaan yang sulit dihilangkan, rasanya ingin sekali ia masuk kedalam dan melihat seseorang yang sangat dirindukannya beberapa hari ini.Erlangga tidak memberhentikannya secara sepihak, bahkan Erlangga sempat menawarinya pekerjaan lain, selain menjadi ajudan pribadi Elana. Namun Abi menolak, terlebih setelah Rony memperingatinya agar tidak lagi mendekati Elana. Abi tidak merasa takut sama sekali dengan ancaman Rony, namun jika itu menyangkut dengan keselamatan Elana, tentu saja Abi tidak bisa berkutik lagi.Seharusnya Abi pergi menjauh dari kediaman Elana, namun nyatanya kini ia justru tengah berdiri tidak jauh dari kamar tempatnya beristirahat, dulu. Dari kejauhan Abi melihat Elana duduk di kursi kayu yang sering ditem

  • Bahasa isyarat   Episode 19

    Dua hari berlalu, Abi masih bersembunyi di kediaman Mila. Ia tidak berani mengunjungi kediaman Elana atau hanya sekedar membalas pesan. Sesekali Abi memeriksa ponselnya, dan ratusan pesan bahkan puluhan panggilan dari Elana memenuhi notifikasi ponselnya. Sebelum Elana kembali menghubunginya, Abi segera mematikan kembali ponselnya dan untuk kebutuhannya berkomunikasi, Abi menggunakan ponsel Mila.Semenjak memutuskan untuk berhenti bekerja, tidak ada yang bisa dilakukannya dengan benar. Bahkan alasannya berhenti karena ingin fokus mencari informasi mengenai kematian Neneknya, ternyata tidak berjalan sesuai keinginannya. Ia lebih banyak membuang waktu dengan menyendiri, memikirkan bagaimana keadaan Elana. Sulit memfokuskan pikirannya disaat hati dan otaknya justru berjalan melawan arah.Mila dan Juan gemas sendiri melihat sikap Abi beberapa hari terakhir. Untuk mempercepat proses penyelidikan lebih lanjut, sebelum Rony resmi menjadi penerus

  • Bahasa isyarat   Episode 18

    Elana semakin tidak tenang, setiap kali ia melihat ke arah luar jendela kamar untuk memastikan Abi sudah kembali atau belum. Nyatanya sudah hampir dua jam lamanya Elana menunggu, Abi belum juga terlihat pulang.Kejadian di toilet beberapa jam lalu, ternyata berdampak buruk karena Rony menghajar Abi tanpa henti. Sementara Abi tidak melakukan perlawanan sama sekali, lelaki itu hanya diam dan menerima setiap pukulan demi pukulan yang dilayangkan Rony.Kegaduhan mereka berdua ternyata sampai ke telinga Erlangga. Setelah kedua lelaki itu dilerai oleh beberapa petugas keamanan, Erlangga segera bergegas meminta keduanya datang langsung ke ruang kerjanya. Sementara itu Elana dipaksa pulang terlebih dahulu, dan tidak diberikan izin ikut serta. Meski awalnya menolak, namun Erlangga tetap tidak bisa dibantah.Elana benar-benar khawatir dengan kondisi Abi, lelaki itu pasti terluka parah.Suara deru kenda

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status