Davin's pov
Ketika aku sedang melajukan mobilku, aku sempat menelpon asisten pribadiku untuk mulai menyewa asisten rumah tangga untuk rumah ini.
Lagipula asisten lama telah pensiun dan harus digantikan dengan yang baru.
Tut!..
Ketika aku selesai menelpon, aku melihat istriku sendiri menaiki mobil orang lain dan bahkan hampir disentuh oleh pria lain.
Sontak aku pun mulai mengemudikan mobilku untuk mengikuti mereka berdua dengan diam diam.hatiku serasa mendingin dan agak kesal melihat Violetta bersama pria lain.
'Apakah ia telah memiliki kekasih sebelum menikah?'pernyataan itu terus melayang di benakku dan membuatku semakin geram.
Aku pun terus mengikuti mereka dan mendapati bahwa mereka berhenti di depan perusahaan aku. Aku lalu segera memanggil dan memerintahkan orangku untuk memarkirkan mobil sedangkan aku pergi mengejar Violetta.
Ketika ia akan memasuki kantornya, aku dengan segera mencekal lengannya dengan penuh amarah dan menariknya ke dalam kantorku.
Aku merasa seolah olah diriku telah dikendalikan oleh kemarahan sehingga tanpa sadar membuatnya terluka.
"K-kau adalah laki laki terkejam yang pernah kutemui!"
Kalimat itu memasuki telingaku dan membuatku tersadar bahwa aku telah melukai Violetta, istriku..
Namun, semua terlambat karena ia telah keluar dan pergi dariku. Dengan segera aku menelpon Siska agar dapat menenangkan Violetta dan menjaganya.
"Woy, boleh ke rumah gua dulu gak.gua gak sengaja bikin Violetta terluka..bantuin jaga dia,"ujarku pada Siska dari telepon.
"Ganggu aja, orang mau ngedate nih sama cogan kagek siang.."balasnya dengan nada malas.
"Plis, sekali aja..nanti gua kasih apa pun yang lo mau."
"Kenapa gak abang aja sih yang kesana? Kan gua yang jadi repot nih,"balasnya dengan kesal dan memberontak.
"..."
"Yodah..awas ya lo bang!"balasnya dan segera mematikan panggilannya.
Tut!
Aku pun mulai mengerjakan semua tugas dan file file yang berceceran dengan sistem kebut.aku berdoa agar Violetta tidak marah padaku dan tidak apa apa...
Violetta's pov
"Astaga...kamu kenapa??"tanya Siska, saudari dari Davin.
"Gakpapa kok,"balasku dan segera disambut oleh sumpah serapah Siska pada Davin...
"Dia itu memang kurang ajar.bukannya ngejer kamu malah telpon aku.kan jadinya aku kira kondisimu itu gak terlalu parah .."
Aku pun hanya menunjukkan senyumku padanya sebagai balasan atas ucapannya pada Davin. Ketika aku membandingkan mereka berdua, aku merasa bahwa mereka berbeda baik dari segi wajah maupun sikapnya.
Aku tak terlalu mengambil pusing akan hal ini.setidaknya masih ada Siska yang mau membantuku.
Kalau Feysya sepertinya tidak akan kuberitahu.sudah cukup aku membuatnya kuatir terus menerus...
"Kak, jadi mau aku yang obati aja gak?"tanyanya padaku yang sedang sibuk mengoleskan obat pada lenganku yang memar.
"Makasih.."ucapku yang dibalas dengan cengiran ala anak kecil oleh Siska.
Akhirnya, setelah selesai memakai obat, kami mulai bermain main dan tentunya ia masih memperhatikan kondisiku yang telah agak membaik.
Tak terasa, hari telah larut dan ia mulai pulang ke rumah.aku merasa hampa di sini..
Aku pun teringat dengan note book milikku dan mengambilnya.aku mencoba menceritakan segala kejadian hari ini ke dalam buku itu hingga terdengar suara mobil.
Tap, tap, tap....
Ceklek!
Aku pun menatap ke arah luar dan mendapati bahwa suamiku, Davin masuk ke dalam dan ke dekatku untuk melihat kondisiku.
Aku agak menjaga jarak sebagai tanda bahwa aku masih terluka dan memintanya untuk menjauh..
"Maaf.."
Kupandangi wajahnya yang menawan itu dengan lekat lekat dan mulai menghela nafas. Aku pun mendekatinya dan menganggukkan kepalaku.
Ia pun segera membawaku ke sofa dan melihat kembali lenganku yang lebam dan memgoleskan obatnya kembali.
"Masih sakit?"tanyanya sembari masih mengoleskan obat.
"Nggak.."balasku dengan setengah meringis karena pengolesan obat.
"Lo tadi nelpon Siska ya?"tanyaku padanya dengan agak penasaran.
"Iya, soalnya kerjaan masih banyak.jadinya aku cuma bisa manggil Siska buat ngejagain lo,"balas nya dengan sedih dan seketika membuatku terkikik.
"Tau gak? Si Siska ngomong sumpah serapah ke kamu karna ngeliat kondisi aku,"ucapku sambil menahan tawa.
Ia pun ikut tertawa dan menggelengkan kepalanya.namun, dalam beberapa detik kemudian ekspresinya berubah dan membuatku merasa bingung.
"Cowok tadi pagi yang nganter kamu siapa?"tanyanya dengan suara yang agak berat..
Violetta's povAku benar benar masih shock membayangkan tubuh berdarah Davin serta lokasi tusukan yang cukup lebar di tubuhnya. Kali ini, masalah kasus telah ditangani oleh pihak pihak lain. Hanya saja aku masih ragu masalah apalagi yang akan terjadi dan masih belum diselesaikan sebelumnya.Dengan jantung berdebar dan perasaan sedikit kesal, aku mulai bertanya pada Davin apalagi masalah yang masih belum kuketahui hingga saat ini. Ketika ia menggelengkan kepalanya dengan raut wajah yang bingung, aku baru melepas kekuatiranku dan mulai mendesah lega."Janji tidak akan seperti ini lagi.""Iya Ta..."~~~Tak terasa, 2 tahun telah lewat. Kasus itu diakhiri dengan penahanan Natasha dan pengungkapan beberapa anggota di daerah perusahaan Davin yang berperan sebagai orang dalam. Tentu saja, jumlahnya masih dapat dihitung dengan jari karena proteksi perusahaan yang cukup kuat.
Davin's povIa mulai mundur ke belakang dan mengusap darah yang keluar dari bibirnya. Dengan aneh, ia meliukkan badannya sembari maju dan bersiap untuk memukulku. Benda tajam itu diarahkan padanya tepat ke perutku ketika aku berusaha menahan pukulannya dan membuatku dengan cepat menyerong dari arah tangannya.Benda tajam itu pun meleset dan mengenai angin angin yang bergerak mengitari kami berdua. Akhirnya, aku pun dengan cepat meninju tanganku tepat di mukanya.Bugh!Wajahnya yang tak terkena sinar membuatku sulit melihat keadaannya. Aku pun mulai meningkatkan kewaspadaan diriku dan maju ke arahnya. Ketika aku hampir dekat dan meninjunya, tangannya kembali memainkan benda tajam itu le arahku. Aku pun meliukkan benda tajam itu ke tubuhnya. Atau tepatnya berada di bagian vital tubuhnya, bagian dada.Clek!Pria itu mulai mundur dan terjengkang ke belakang. Darah menguncur te
Davin's povSetelah menemukan nama yang tertera pada daftar kontak, aku mulai menghubunginya dan malah mendapatkan bahwa nomor ini telah tidak aktif.Aku pun mulai berusaha menelpon anak buahku untuk memeriksa seseorang yang menurutku bisa saja menjadi pelakunya. Setelah selesai menelpon dan hal yang kusampaikan akan dikerjakannya, aku mulai masuk ke akun Rio.Panggilannya pun tersambung dan ia berbicara, "Ada apa?""Sorry repotin, gimana perusahaannya?" Tanyaku padanya."Santai. Perusahaanmu dan punyaku sudah ditangani dengan baik. Lagipula adikmu ternyata telah menyiapkan semua hal dan melampirkan note kecil di komputer perusahaan sehingga kesalahan tidak akan mudah luput dari perhatianku."Aku pun mulai merasa lega sejenak. Untung saja tiada masalah lagi, karena aku sepertinya ingin fokus ke kasus lama itu dahulu dibandingkan perusahaan."Memangnya ada apa ya?" S
Davin's pov"Kenapa kamu bersikeras ingin berhenti menyelidiki kasus ini?"Aku pun mulai menghela nafas dan melanjutkan perkataanku kembali, "Aku sama sekali tidak mengerti mengapa kamu ingin bersikeras seperti ini. Ini demi kebaikanmu juga, aku tidak ingin kamu dilukai oleh dalang utama itu. Jadi, tolong beri aku satu alasan saja mengapa kau ingin menutup penyelidikan ini Ta..."Wajahnya membeku dan bibirnya terkatup rapat, tidak membocorkan sedikit pun suara dari pita suaranya. Semakin ia terdiam, semakin aku merana kebingungan dan menatapnya dengan pancaran yang sama sekali tidak dimengerti sendiri olehku.Ketika ia membuka bibirnya, lidahnya tampak kelu dan suara bervolume kecil tidak keluar sedikit pun darinya. Akhirnya, ia menutup lagi mulutnya dan menundukkan wajahnya.Aku pun mulai geram melihatnya yang diam mematung terus menerus dan berinisiatif sendiri."Ta, pandang diriku," ujarku s
Davin's povAku benar benar merasa bingung bagaimana memulai penjelasan ini, bibirku terasa kelu dan pikiranku kosong. Di sisi lain, jantungku bergemuruh dengan kencang. Hingga aku mulai sadar dalam waktu sekejab bahwa rahasia apapun pasti akan terungkapKetika aku memastikannya lagi sebelum berbicara, ia seolah olah bersikap tidak apa dan siap mendengarnya. Aku pun menghembuskan nafasku dan mulai membuka mulutku."Sebenarnya.. mereka ikut berpatisipasi dalam kejadian tersebut. Namun, aku juga tak begitu yakin bahwa merekalah yang menjadi dalang utama dari kasus sebelumnya.""Namun, tiada hasil penyelidikan merujuk pada orang yang kucurigai sampai sekarang," akhirku pada perempuan di depanku yang masih menatapku dengan intens.Ia mulai mengulurkan lengannya ke telapak tanganku. Ia rekatkan jemarinya yang telah meramping menampakkan lekukan tulang ke jariku yang kasar dan besar."Hentika
Malam semuanya... ini chap terbarunya ya. Kali ini dalam versi pandangan author dan lebih jelas ya. Selamat membaca dan salam sehat bagi semuanya...??Author's povTampak kedua orang yang saling berhadapan namun berbeda ekspresi. Pria yang baru keluar di kamar mandi berbalut outfit kasual putih dan dilengkapi oleh celana panjang berwarna hitam.Sedangkan satu lagi berbalut pakaian putih serta berbaring di sebuah ranjang dan diliputi oleh berbagai fasilitas medis untuk menunjang kesehatan selama masa koma nya. Walau ditopang oleh berbagai alat alat medis, dari wajah wanita itu terlihat bahwa ia telah membaik walau masih tampak agak pucat.Rambut wanita itu tampak sedikit menghilang namun telah tersamarkan dibandingkan saat saat ia baru selesai dioperasi. Beberapa bagian tubuhnya menunjukkan tulang dengan jelas dan membuatnya seolah olah menderita penyakit anoreksia.Sedangkan si pria, yang sedang berdiri k