“Gunakan dasimu dengan benar, Alexander.” Kimbeerly berujar setelah memperhatikan penampilan suaminya dari ranjang luas yang ia baringi. Sedangkan Alexander berada di depan kaca seluruh badan sembari memasang jam tangan.
“Aku sibuk memasang jam tangan,” ujarnya yang lantas membuat Kimbeerly menyingkap selimutnya dan mendekat.
“Katakan saja kau malas membenarkannya dan butuh bantuan.”
Alexander hanya menanggapi dengan senyuman tipis lalu membiarkan Kimbeerly sibuk dengan dasi yang ia kenakan. Sorot mata itu terus menatap wajah cantik Kimbeerly. Alexander tersenyum dalam hati. Ia merasa sedikit bersalah dengan apa yang ia lakukan saat ini tetapi egonya memutus semua perasaan yang hadir. Alexander mengalihkan pandangan setelahnya.
“Selesai.”
Alexander melihat pantulan dirinya di depan cermin lalu tersenyum simpul. Ini hari pertama ia masuk dalam perusahaan. Kimbeerly sudah menyiapkan segala keperluannya dengan baik serta wanita itu yang terus menampakkan senyumnya. Harusnya Alexander ikut senang dengan hal itu tetapi sekali lagi, ia membatasi diri agar tidak berlebihan.
“Terimakasih,” ucapnya yang lantas mencium kening Kimbeerly sebelum keluar dari kamar mereka.
Alexander berjalan menuruni setiap anak tangga. Rumah mewah dengan segala perselisihannya. Alexander tertawa sinis dalam hati. Sorot matanya mengedar, meneliti setiap bagian dengan begitu rinci dan menyimpannya dalam memori ingatannya dengan baik.
‘Tidak lama lagi,’ pikirnya.
Alexander menampakkan senyum saat matanya menemukan sosok yang begitu ia kagumi dan benci dalam satu waktu. Itu … ayah mertuanya yang kini sedang menyambut kedatangannya dengan penampilan baru.
“Kau cocok mengenakan apapun,” ujar Jeremy begitu Alexander berada di hadapannya.
Alexander tersenyum sembari mengangguk pelan. “Terimakasih atas pujian anda, Tuan Libason.”
“Baiklah. Kita harus segera pergi ke kantor untuk menyambut Presdir baru kita.”
Alexander kembali mengangguk dengan menampakkan senyumnya. Setelahnya, mereka berdua masuk ke dalam mobil dengan satu sopir yang akan menyetir. Jeremy dan Alexander duduk di bagian belakang sembari berbincang-bincang mengenai sebuah pengalaman.
Alexander mencermati bagaimana Jeremy bicara dan bertindak. Ia sesekali menyunggingkan senyum tipis dan mengangguk. Ya, hari ini pertama kali Alexander bekerja di perusahan milik Jeremy dengan status presdir. Status tinggi yang tentu saja ia dapatkan dengan trik yang ia mainkan dan sesuai dengan rencana yang ia susun sekian lama. Ternyata begitu mudah Alexander mendapatkan apa yang ia mau dengan usahanya yang tidak berhenti. Setiap usaha tidak akan menghianati hasil, begitulah kira-kira yang ia pikirkan.
Alexander mengingat betul percakapan antara dirinya dan Jeremy sebelumnya. Dimana pria baya itu mengatakan sendiri agar Alexander menggantikan dirinya sebagai pemimpin di perusahaan Libason setelah Alexander mengungkapkan pengalamannya bekerja di perusahaan. Untuk kali ini, Alexander memang memiliki pengalamannya sendiri tentang perusahaan.
Mulanya, Alexander hanya mengungkapkan ingin membangun sebuah perusahaan sendiri dan meminta pendapat Jeremy, tetapi pria itu tampak berpikir dan akhirnya memberikan sebuah lembaran surat tentang kepemimpinan perusahaan. Peralihan jabatan dari Jeremy ke Alexander yang begitu mengesankan bagi Alexander karena bisa mendapatkan apa yang ia inginkan lebih mudah dari bayangannya.
“Kau tidak ingin masuk?”
Alexander menyadarkan dirinya dan menoleh. Menyadari bahwa mobil telah berhenti tepat di depan sebuah perusahaan besar dan pintu mobil yang telah terbuka untuk mereka keluar. Alexander menampakkan senyuman tipis dan mulai turun dari mobil bersama dengan Jeremy.
“Mari!” ajak alexander sembari mempersilahkan Jeremy berjalan lebih dulu sebelum ia mengikuti. Bagaimanapun sopan santun adalah hal utama yang harus diperlihatkan pada semua orang, meski itu orang terdekat sekalipun.
Jeremy dan Alexander berjalan masuk dengan beberapa karyawan yang lalu-lalang dan menyapa mereka. Ekspresi penasaran tentang apa yang terjadi sebenarnya begitu terlihat jelas dari wajah karyawan yang telah melihat kehadiran Alexander di perusahaan ini. Namun, Alexander tidak peduli. Ia mengabaikan semua pandangan dan ekspresi mereka yang tidak berguna baginya. Alexander hanya akan membuang-buang waktu jika memikirkan hal seperti itu.
Mereka memasuki lift untuk sampai di ruangan yang telah dipersiapkan. Sesekali Jeremy melihat Alexander dan pria itu yang terlihat tenang.
“Kau tidak terlihat gugup sedikitpun. Apa memang kau sudah terbiasa?”
Alexander menanggapi dengan senyuman. “Kau hanya tidak melihatnya, Tuan Libason. Aku sebenarnya sangat gugup apalagi dengan jabatan yang akan aku terima. Aku tidak bisa berpikir dengan baik sekarang.”
Jeremy terkekeh dengan jawaban polos Alexander. Ia menepuk pundak Alexander pelan sekedar untuk menenangkan menantunya itu, dan Alexander yang membungkukkan badan hormatnya kepada Jeremy. Setelahnya, mereka masuk ke dalam ruangan rapat. Dimana banyak orang-orang penting di dalamnya dengan sebuah meja bundar panjang di tengah-tengah. Jeremy mengajak Alexander duduk bersebalahan dengan orang yang menyambut dengan senyuman.
“Maaf karena telah membuat kalian menunggu.” Jeremy berujar tak lama setelah mendudukkan diri.
“Langsung saja. Seperti apa yang telah diberitahukan kepada kalian bahwa hari ini aku membawa seseorang yang akan khusus kuperkenalkan kepada kalian sebagai penggantiku. Memimpin kalian dan perusahaan ini yang semoga saja akan maju lebih banyak dari ini. Dia … Alexander Lemos. Menantuku sekaligus penggantiku.”
Tepuk tangan meriah memenuhi ruangan dengan beberapa orang penting yang sengaja dikumpulkan. Alexander telah diperkenalkan sebelumnya oleh Jeremy sebagai presdir baru dan disambut banyak orang penting dan hari inilah adalah perkenalan secara resmi dengan mempertemukan mereka dalam satu ruangan. Saling melihat dan berpendapat sendiri dengan apa yang baru saja mereka lihat.
“Kalian bekerjalah dengan baik dan bantu menantuku jika dia mengalami masalah karena sejatinya kekompakan itu akan membuahkan hasil yang lebih memuaskan,” ujar Jeremy yang disambut tepuk tangan lagi oleh mereka.
Alexander tersenyum. Menampakkan wajah ragu juga bahagianya di depan semua orang tanpa dicurigai sedikitpun. Pria itu tak sengaja melihat salah satu orang yang terlihat tidak suka dengan keberadaannya. Ia tersenyum maklum. Bagaimanapun banyak orang yang mengincar jabatan tinggi dalam suatu perusahaan, apalagi jika mereka memang bekerja dengan teliti dan hati-hati. Alexander sedikit kasihan tetapi ia masih lebih tidak peduli apa pendapat orang. Ia juga memiliki usaha sampai bisa di sini.
Alexander berdiri. “Tolong bantu aku dan kita bisa mencapai keberhasilan nantinya,” ujar Alexander lantas membungkukkan badannya dan disambut dengan tepuk tangan lagi oleh mereka yang ada di sana.
Semua orang mulai berhamburan keluar setelah Jeremy memberikan intruksi untuk bubar setelah perkenalan resmi ini kecuali satu orang. Itu pria yang terlihat tidak menyukai Alexander dan masih senantiasa berdiri di samping Jeremy di sebelah kiri.
“Ku harap kau juga membantu menantuku menjalankan perusahaan ini, Ed.”
Pria itu mengalihkan pandangan dari Alexander lalu kepada Jeremy. Ia menampakkan senyuman tipis dan anggukan dengan Alexander yang lantas mengalihkan pandangan. Juga tidak begitu menyukai pria ini yang sebenarnya adalah adik kandung dari Jeremy.
‘Manusia memang penuh dengan kemunafikan,’ batinnya.
“Tentu saja aku harus bekerja sama dengannya, Tuan Jeremy. Bagaimanapun dia juga keponakanku.”
Jeremy menepuk punggung Edward pelan dan mengangguk diiringi dengan senyuman. Sedangkan Alexander ikut tersenyum tipis.
“Baiklah. Edward akan mengantarkanmu ke ruanganmu, Alexander. Semoga saja kau betah bekerja di sini dan aku harap dengan adanya dirimu perusahaan kita menjadi lebih baik lagi.”
“Aku tidak boleh mengecewakan mertuaku, kan?”
Seminggu sudah sejak Alexander memimpin perusahaan El group’s yang merupakan perusahaan milik keluarga Libason. Sejak saat itu pula ia terus menelusuri tentang orang-orang yang sudah masuk dalam rencananya sembari meneruskan lakunya sebagai pengganti presdir. Waktu yang ia rencanakan memakan waktu sangat lama, maka ia tidak akan menyia-nyiakan waktunya hanya untuk bersantai dan menikmati. Ini belum seberapa dengan semua rencana yang ia susun. Perjalanan masih lumayan panjang dan Alexander berusaha keras agar tidak memakan banyak waktu untuk mendapatkan hasil yang ia inginkan.Tepat pukul satu siang, saat waktu istirahat. Alexander pergi dari ruangannya untuk makan siang, dan juga melihat salah satu orang dalam rencananya. Dia adalah salah satu anak buah kepercayaan Jeremy yang juga bekerja di perusahaan, tetapi khusus dibagian produksi dan hanya keluar ruangan saat jam makan. Alexander sudah memperhitungkan semuanya sejak awal, dan benar saja. Orang yang ingin ia temui baru saja kelua
“Kau baru pulang?”Alexander tak menggubris Kimbeerly yang baru saja bertanya saat ia baru masuk ke dalam kamar. Ia menaruh tas kerjanya di meja dan berangsur pergi menuju kamar mandi begitu saja. Mengabaikan Kimbeerly yang melihatnya pergi dengan raut wajah sedih sebab tidak digubris oleh suaminya.Alexander mengintip sebentar untuk melihat Kimbeerly, wanita itu mengambil tas kerjanya dan meletakkan pada tempat yang benar lalu menuangkan air putih ke dalam gelas yang kosong yang selanjutnya di minum wanita itu. Alexander menghela napas pelan dan kembali fokus dengan apa yang akan ia lakukan. Membersihkan diri dan beristirahat setelah seharian penuh bekerja.Kimbeerly mendudukkan diri di sofa yang ada di kamar. Sesekali melihat bagian kamar mandi yang masih tertutup pintunya. Ia menunggu Alexander untuk melakukan makan malam bersama karena ia sudah menunggu kepulangan Alexander sejak beberapa jam yang lalu, tetapi pria itu seolah tidak ingin melihatnya. Bahkan menanggapi ucapannya jug
Berita terbunuhnya seorang pegawai membuat heboh perusahaan. Antara karyawan saling menyatakan argument-nya dan kenyataan yang menyakitkan. Semua itu karena berita pagi ini yang memberitahukan kepada semua orang bahwa kepala devisi bagian produk meninggal dunia saat perjalanan bisnis.“Dari keterangan penyidik tidak ada yang salah dengan mobilnya tetapi kenapa tiba-tiba menabrak sesuatu. Apa ini sebuah jebakan dari seseorang?”Salah satu karyawan yang satu ruangan dengan korban menyatakan pemikirannya dengan teman-temannya yang lain. Sementara itu, beberapa diantaranya terlihat sedih tetapi juga tidak peduli. Rasa simpati tentu saja ada antara manusia, hanya saja jika dipikirkan terus menerus maka masalahnya tidak akan akan selesai.“Jangan bicara sembarangan. Mungkin memang sudah menjadi takdir tuan John mengalami hal seperti ini. Kau terlalu banyak menonton film hingga tidak bisa membedakan mana kenyataan dan mana khayalan. Semua ini hanyalah takdir buruk yang menimpa tuan John, kit
Seminggu sudah sejak kejadian kematiannya John yang membuat karyawan dan semua orang kaget dengan kenyataan yang ada. Alexander telah kembali tiga hari yang lalu dan menyelesaikan kontraknya dengan baik bersama Felix. Kini saat berada di rumah, ayah mertua dan keluarga Libason juga tengah memberondong dirinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang bisa dikatakan menyudutkan dirinya.“Tapi, bagaimana kalian tidak tahu kejadian itu bahkan saat kalian melakukan pekerjaan yang sama.” Victoria mengungkapkan lagi pertanyaannya yang sudah Alexander jawab untuk kesekian kalinya.Semua orang juga memperhatikan Alexander yang membuat pria itu semakin tersudut dengan pertanyaan-pertanyaan yang mereka lontarkan.“Kami melakukan perjalan secara terpisah dan aku yang tertinggal. Tuan John dan lainnya lebih dahulu berangkat ke tujuan sebab aku masih memiliki pekerjaan sebelumnya. Bagaimana aku bisa tahu jika tuan John mengalami kecelakaan di depanku? Kita bahkan menggunakan jalan yang berbeda.”Kimbeerly
Alexander menatap satu orang yang berada diujung jalan sana. Pria yang tengah mengenakan mantel tebal dengan syal sebab udara dingin yang menyita. Tak berbeda jauh dengan dirinya yang menggunakan pakaian serba hitam juga jaket tebal berwarna serupa. Kakinya mulai melangkah dengan sosok di sana yang masih menunggu jemputan dengan sepanjang jalan yang amat sepi. Sorot mata elang itu tak henti menatap sosok di sana dengan kedua tangan yang berada di dalam saku jaket. Senyumannya tersungging dengan rencana epik yang sudah ia sempatkan sejak awal datang ke tempat ini. Sosok di sana, salah satu orang lagi yang telah merenggut kebahagiaannya saat kecil. Yang telah membuatnya kehilangan dua orang yang begitu ia cintai dan kasihi. Suara kaleng kosong yang sengaja ditendang membuat sosok di sana menoleh. Wajah pias terlihat begitu jelas dimata Alexander yang menutupi wajahnya dengan masker dan topi hingga menyisakan bagian mata saja yang samar. Alexander semakin mendekat dan sosok pria itu ya
“Mr. Robert ditabrak truk saat di jalan? Yang benar saja.” “Pada kenyataannya memang begitu. Lalu siapa lagi yang hendak kau salahkan? Presdir kita yang sebelumnya dicurigai banyak orang karena keputusannya? Dia bahkan membawa kesuksesan untuk perusahaan ini tanpa mengabaikan tuan John yang meninggal saat itu.” Pria itu terdiam karena tidak lagi berani curiga dengan siapapun setelah sebelumnya mengatakan pikirannya yang tertuju kepada presdir baru mereka. Pada kenyataannya, Mr. Lemos adalah pembawa kesuksesan untuk perusahaan mereka yang hampir terkena tipuan oleh beberapa orang yang bekerja sama dengan mereka. Ia belajar dari kejadian sebelumnya dan malu dengan apa yang ia ungkapkan waktu itu. Alexander yang ia pikir melakukan kesalahan kepada tuan John ternyata malah memutuskan hal besar untuk semua orang. “Jangan sembarangan bicara apalagi mengungkapkan kecurigaan. Manusia tidak ada yang sempurna dan tidak luput dari kesalahan.” “Aku tidak menaruh curiga dengan siapapun kecuali
“Kenapa bisa terjadi lagi? Tidak mungkin sebuah kebetulan terjadi untuk ketiga kalinya dan bahkan dalam waktu dekat. Tidak ada saksi mata dan bahkan dengan kejadian yang hampir serupa.” Jeremy menghela napas untuk kesekian kalinya. Pikirannya sungguh tidak bisa tenang dengan kejadian yang terus menerus terjadi, apalagi hal itu terjadi kepada orang-orang kepercayaannya. Tentu saja rasa curiga mulai muncul untuk satu-satunya pelaku yang belum ditemukan sampai saat ini. Jeremy dan Edward juga tidak berhenti untuk mencoba mencari bukti jika benar itu tindakan yang sengaja tetapi menggunakan dalih kecelakaan. “Jika benar ini terjadi karena satu pelaku, lalu kesalahan apa yang mereka perbuat hingga saling bersangkut paut dan bahkan harus mati dengan kejadian yang hampir serupa?” “Kau tenanglah dulu, Kakak. Kita tidak boleh tergesa-gesa dalam menyelidiki hal ini. Lagipula kita bisa mencari tahu lebih dulu kesalahan apa yang mereka perbuat hingga kematian mereka juga meninggalkan kecurigaa
“Ini honeymoon pertama setelah beberapa bulan menikah. Kenapa kau terlihat tidak nyaman, Alexander?” Ya … ini pertama kalinya mereka melakukan honeymoon setelah beberapa menikah sebab Alexander tidka punya waktu dan sibuk bekerja. Mereka sudah berada di sini beberapa menit yang lalu dan hanya menikmati suasana pantai tanpa saling bicara. Tempat yang begitu indah tetapi terasa sunyi bagi Alexander. Pria itu bahkan tidak merasa bahagia sedikitpun dan terus menerus memikirkan rencana demi rencana yang akan ia lakukan dilain waktu. Alexander menatap kimbeerly yang menampakkan wajah sedihnya. Pria itu tersenyum tipis dan menggelengkan kepala pelan. Ia meraih tubuh Kimbeerly agar mendekat untuk ia peluk. “Jangan salah menafsirkan raut wajahku, Baby. Aku bahagia karena setelah ini harusnya kau mengandung anakku. Bukankah begitu?” Kimbeerly menahan senyumnya karena merasa malu dengan ungkapan Alexander yang tidak berusaha menyembunyikan kata-katanya. Pria itu semakin mendekap tubuhnya dan