Charles mengabaikan bisikan itu dan membersihkan diri, meninggalkan wanita yang menatapnya penuh damba. Charles berniat untuk menemani istrinya diperiksa oleh polisi. Setidaknya dia ingin memberikan keterangan yang akan meringankan hukuman istri tercintanya, dan berharap masalah ini tidak berlarut-larut.
"Paman, urus rumah ini dengan baik dan jangan biarkan orang lain masuk tanpa ijin dariku!" pesan Charles pada pelayan senior. "Ingat pesanku, siapapun!" Charles kembali menekankan ucapannya.
Pelayan senior itu hanya menunduk patuh dan langsung bergerak, setelah Charles meninggalkan mansionnya. Banyak pekerjaan yang perlu dibenahi di rumah ini setelah terjadi kekacauan yang disebabkan oleh Charles dan Amber.
Charles yang sudah berada di kantor polisi tidak dapat menemui dan mendampingi Amber, dirinya benar-benar khawatir dan merasa bersalah. Tujuannya kini ke rumah sakit di mana Citra sedang mendapatkan perawatan atas luka-luka penganiayaan dari Amber.
[Tuan anda di mana?]
Carles menerima panggilan dari asistennya dengan malas, dia berpikir jika ini masalah receh yang tidak bisa di jalankan oleh sang asisten.
[Saya mau ke rumah sakit!]
[Maaf, Tuan. Saya ingin melapor, jika sebagian pengacara enggan terlibat dalam kasus Nyonya Amber, dan sebagian lagi memasang tarif yang terlalu tinggi!]
Dengan suara tertahan, asisten tersebut mengabarkan kabar buruk pada Charles.
[Lakukan semuanya yang terbaik untuk istriku! Meski harus membayar pengacara dengan sangat mahal sekali pun! saya tidak ingin Amber di penjara.]
Charles menutup panggilan secara sepihak, dan tidak memperdulikan kesulitan yang dialami oleh asistennya. Charles terus menggerutu, memaki Citra penyebab ini semua. dirinya ingin Citra juga mengalami kehilangan yang saat ini sedang dia rasakan.
Langkah Charles sangat tergesa-gesa menuju ke ruang rawat Citra, amarahnya saat ini sama seperti amarah Amber tadi. Namun, entah untuk apa Charles marah, karena semua ini dirinyalah penyebab utama dari hancurnya rumah tangga yang dia bangun bersama Amber, wanita yang sangat dia kagumi sejak masih remaja dulu. Bahkan cintanya tidak pernah berpaling dari Amber, hanya saja hasratnya semakin menggila dan dirinya butuh pelampiasan, sedangkan Amber terlalu sibuk mengejar mimpinya di dunia modeling.
"Akh sial!" Kembali, Charles mengumpat dengan keadaan yang berubah sangat drastis dan sadis.
Charles memilih duduk di taman rumah sakit, untuk meredakan emosinya. Di situasi ini, dirinya harus mengontrol apapun yang bisa menjatuh dirinya dan Amber.
'Apa aku harus meminta bantuan pada Tuan Akhas!' gumam Charles, mengingat sahabat lamanya yang bekerja di dunia bawah tanah.
Charles memilih duduk di taman rumah sakit, ingin menghilangkan kepenatan yang tidak mampu dia tanggung seorang diri. Baru saja dirinya berniat menghubungi Akhas, ponselnya berdering dan itu dari asistenya lagi.
[Tuan, saya mohon kedatangan anda di kantor. Keadaan sangat kacau, saya tidak bisa mengendalikan semuanya seorang diri, Tuan!]
Charles menghela napas panjang, satu masalah belum selesai, sudah timbul masalah baru lagi. Rasanya Charles memang harus bertindak sendiri, dan tidak bisa diwakilkan pada asistennya. Dirinya harus bisa membagi waktu untuk mengurus semuanya.
"Kita kembali ke kantor, sekarang!" pinta Charles pada supir pribadinya.
-
Pemeriksaan panjang dilakukan untuk menetapkan status Amber Wijaya menjadi tersangka, semua bukti mengarah pada Amber yang melakukan penganiayaan secara sadar dan tidak ada rekayasa. Tidak ada sanggahan atau keberatan dari seorang model international itu, Amber menerima semua tuduhan atas dirinya dan membenarkan semua bukti yang ditunjukkan oleh jaksa penuntut umum. Amber dijerat pasal penganiayaan dan juga penggelapan dana perusahaan, siapa lagi jika bukan perintah dari Citra yang sekarat di rumah sakit.
"Terima kasih, Tuan-tuan," ujar Zera yang mewakili Citra, dengan menjabat tangan para pengacara satu persatu.
"Sudah tugas kami membuat klien menang!" Mereka berdua tertawa puas dengan hasil sidang.
Di sudut lain, Charles terduduk lesu. Memandang sayu ke arah istrinya yang terlihat kurus dan tidak terawat, Charles merogoh banyak uang untuk menyewa pengacara-pengacara handal, tapi ternyata semua sia-sia.
"Apakah kita mau banding, Tuan?" tanya pengacara saat mereka berada di ruang sidang.
"Kalian bodoh! Memenangkan kasus seperti ini saja tidak bisa, predikat yang kalian sandang sepertinya harus dipertanyakan!" ejek Charles kesal, kemudian berlalu dari hadapan pengacara yang disewanya.
Charles dengan cepat menghampiri istrinya yang terlihat sangat menyedihkan, beberapa kali lelaki itu ingin menemui istrinya di penjara, tapi selalu ditolak. Charles tidak pernah tahu alasan penolakan Amber.
"Sayang, apakah kamu baik-baik saja? Kamu kekurangan apa? Apa yang kamu butuhkan?" Pertanyaan beruntun dari Charles diabaikan oleh Amber.
Wanita itu terus saja berjalan, mengikuti langkah petugas di depannya. Seolah-olah kehadiran Charles tidak ada, bahkan aromanya saja tidak tercium sama sekali oleh Amber.
"Amber, aku merindukanmu! Tolong berjuang dan melawan saat aku mengajukan banding untukmu!" teriak Charles, membuat langkah kaki Amber terhenti.
Sejenak Amber melirik ke arah Charles yang tertinggal cukup jauh darinya, Amber menarik napas panjang dan meminta ijin pada para petugas untuk berbicara pada suaminya sebentar saja. Dengan angun, Amber berjalan mendekati suaminya yang merentangkan tangan dan senyuman lebar terlukis di wajahnya yang saat ini ditumbuh jambang halus.
"Aku hanya ingin memberikanmu satu pesan," ujar Amber. Melihat wajah tidak bersahabat istrinya, Charles menurunkan tangannya dengan memasang wajah sendu. "Jangan pernah datang ke sini lagi, atau mencoba mengeluarkanku dari tempat yang paling nyaman!" tegas Amber dengan tatapan tajam.
"Amber, aku rindu padamu." Charles menunduk dan setetes air mata jatuh begitu saja, dia baru merasakan sakitnya kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya, setelah kepergian ibunya dulu.
Amber membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju para petugas yang menunggunya, tidak ada lagi rasa iba atau cinta dalam hatinya. Amber meninggalkan Charles yang terpaku di tempatnya, menyesali perbuatanya. Menerima rayuan Citra di rumahnya sendiri, dan di kamar yang paling disukai oleh Amber.
"Tahu rasa kamu Amber!" ejek seseorang di sudut taman, yang selalu mengamati kebersamaan Amber dan Charles.
Terlalu menyenangkan melihat Amber dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan saatnya orang tersebut berpesta, untuk merayakan kebebasan Amber yang terenggut.
-
Sebelum masuk ke dalam selnya, Amber memohon untuk diperbolehkan menghubungi seseorang. Awalnya ditolak oleh petugas, tapi karena Amber bersikeras, maka ijin diberikan selama lima menit.
[Halo ini aku, Amber Wijaya! Cari siapa penghianat di dalam perusahaan Charles, dan juga milikku. Jangan lupa, selediki kasus yang sedang menimpaku, berikan buktinya dalam waktu tiga minggu! Jangan lupa, tetap urus perusahaanku dengan baik!]
Tidak sampai lima menit, Amber sudah memutuskan sambungan teleponnya tanpa ingin mengetahui jawaban dari lawan bicaranya dan berjalan dengan pongah, menuju ke tempat di mana dia harus menebus kesalahannya.
'Aku yakin, Citra tidak bisa melakukan ini seorang diri. Pasti ada yang mendalangi ini semua dan tidak mungkin mereka orang biasa!' gumam Amber.
"Kenapa?" tanya Amber yang mendengar ada keraguan pada pernyataan Olive."Ehtahlah, aku meragukan dia!"Amber menatap olive yang diam dan beberapa kali menghela napas panjang, Amber yakin ada sesuatu yang dia ketahui, tapi belum pasti kebenarannya. Amber tahu betul karakter Olive. Gadis itu akan melindungi dirinya dengan segala apa yang dia ketahui, hanya saja terkadang Amber mengabaikan peringatan itu."Kenapa begitu?" selidik Amber."Sudah kubilang, entahlah. Ada sesuatu yang dia sembunyikan!" Olive menjawab dengan nada rendah, seakan dia pun ragu dengan apa yang dia ucapkan.Melihat Olive yang kembali menghela napas, Amber tertawa terbahak-bahak, sampai melupakan rasa sakit bekas jahitan yang masih belum kering. Sedangkan Olive, diam mematung mendengar suara tawa Amber yang menggelegar di dalam ruangan. Gadis itu masih belum bisa membaca kepribadian atasannya itu, ada kalanya Amber bersikap lembut dan bersahaja, Ada kalanya dia seperti monster yang berbahaya pun ada kalanya wanita i
Olive memandangi wajah Amber yang masih terlelap akibat bius, wanita itu tersenyum, lalu mengusap wajah ayu atasannya. Setitik air mata jatuh, tidak menyangka, jika wanita yang dia dampingi sejak bertahun-tahun lalu, bisa kalah hanya karena persoalan lelaki, maka pemikirannya untuk tidak meikah sudah tepat."Kenapa kamu membiarkan dia menanggung semuanya sendiri?" tanya Olive pada lelaki kekar di sampingnya."Belum saatnya dia mengetahui semuanya, jika aku sudah menemukan siapa dibalik semua kekacauan yang terjadi pada keluargaku, maka aku akan memluknya dengan sangat erat dan menjaganya tanpa ada keraguan!" jawab lelaki ityu dengan senyum mengembang, sayangnya sudut matanya sudah menggenang cairan bening. "Baiklah, aku harus pergi!""Dia membutuhkanmu!" Tekan Olive.Namun, lelaki itu berlalu begitu saja dengan menggengam lukanya sendiri. Dia yakin, wanita yang sedang terbaring itu tidaklah lemah. Kekuatan hatinya lebih dari yang dilihat orang lain, begitulah yang dia saksiakn selama
Beberapa wanita berseragam, dengan wajah tegas dan sorot mata tajam, menatap ke sekitar. Mimik wajah mereka sangat kentara menyimpan kekesalan. Namun, karena tugas, mereka harus bisa mengendalikan perasaan. Baru saja, salah satu wanita berseragam itu hendak berbicara, beberapa napi sudah mendahuluinya."Biarkan saja wanita itu mendapatkan balasan yang setimpal dengan apa yang sudah dia perbuat!" teriak napi di sel depan."Iya, setidaknya dia akan berpikir lagi untuk melakukan hal buruk dikemudian hari!" timpal yang lain."Ah, paling juga uang yang akan berbicara!" celetuk seseorang yang sudah paham dengan hukum yang ada di negara ini."Amplop coklatnya pasti berukuran tebal!" imbuh yang lain dan disambut tawa banyak napi.Semakin lama, semakin banyak celetukkan yang membuat wanita-wanita berseragam itu menghela napas panjang. Salah satu dari mereka menampakan kekesalannya hampir memuncak, meskipun itu adalah fakta yang terjadi di lapangan dan sudah menjadi rahasia umun, tapi masih saj
Citra diseret keluar ruangan, hal itu tentu menarik perhatian para pengunjung dan juga para pekerja yang bekerja di rumah sakit."Berulang kali mereka mempermalukan aku! Apa kurangnya aku?" gumam Citra, wanita itu belum juga menyadari kesalahan yang di buatnya Sungguh ironis.Wanita itu menundukkan pandangannya, apalagi saat mendengar bisik-bisik yang dilontarkan untuknya. Bukan hanya bisikan, bahkan ada yang berteriak padanya.Sedangkan di ruangan, Charles mengalami luka serius dan Amber harus mendapatkan perawatan akibat luka yang dia derita. Kejadian yang hampir sama terulang, tetapi berbeda keadaannya."Lukamu terlalu dalam dan banyak!" keluh Olive pada Amber yang tersenyum, saat akan dibawa ke ruang IGD."Tenanglah, sakit ini belum seberapa. Jejak kedua orang tuaku hilang, tentu membuat luka yang dalam di sini!" Amber menunjuk dadanya, pandangannya kosong menatap langit-langit lorong rumah sakit.Olive hanya bisa menghela napas panjang dan segera menghubungi Defi, untuk membantuny
"Lepaskan!" Citra kembali memberontak."Diamlah!" bentak salah satu bodyguard.Dengan santai, dua orang itu melepaskan tangan Citra dan duduk di sisi ranjang. Mereka belum beranjak dari kamar Citra, menunggu instruksi selanjutnya.Amber menuju ke kamar rawat di mana Charles sedang terbaring lemas, Olive memastikan lagi, apakah Amber benar-benar akan bermesraan dengan lelaki bejat itu, meski status mereka masih suami istri. Setelah mendengar jawaban Amber, Olive menyingkir, mempersiapkan semua yang sudah dijelaskan Amber sebelumnya.Pintu dibuka, Charles yang termenung langsung menoleh. Melihat istrinya datang dengan gaun hitam sexy yang menggoda, membuat lelaki buaya itu tersenyum merekah. Dia berpikir, ada untungnya kecelakaan yang dia alami. Lelaki dengan senyum tipis itu langsung merentangkan tangannya, menyambut Amber masuk ke dalam pelukannya. Tanpa kata, Amber langsung menyambut pelukan suaminya. Tentunya dengan sedikit sentuhan menggoda."Aku merindukanmu," bisik Amber.Charles
"Tidak, anakku tidak akan mati hanya karena hal seperti ini!" pekik Citra.Amber yang tadinya mau mencari dokumen miliknya, malah mendapati pemandangan yang di luar perkiraannya. Citra sedang terduduk menahan kesakitan dan ada darah segar di lantai. Amber sungguh tidak peduli, dia masuk dan mengabaikan keadaan Citra. Meski hatinya ingin sekali menolong anak yang ada dikandungannya, dia berpikir anak yang belum lahir itu tidaklah bersalah. Perbuatan bejat ibunyalah yang membuat dia ikut bersalah. Namun,tubuhnya menolak keinginanya."Apa kamu enggak kasihan melihat istrimu?" ejek Amber. "Jangan sampai kamu kehilangan bayi yang kamu idam-idamkan!"imbuhnya.Amber langsung menuju meja, dan menarik laci, mengambil berkas yang dia cari. Kontrak dengan perusahaan Dirjaya. Charles hanya melirik, kemudian memeluk Amber di depan Citra yang sedang menahan kesakitannya. "Mas! Aku pendarahan!" pekik Citra dengan menahan sakit dan rasa kesal yang luar biasa.Wanita itu tidak habis pikir, bagaimana b