Baru saja masuk di dalam ruangan yang ditempatinya, Amber sudah menjadi pusat perhatian. Bahkan, seorang wanita yang mengklaim dirinya sebagai ketua ruangan tersebut memandang sinis ke arah Amber, yang bersikap santai.
"Kamu terlihat seperti orang kaya!" celetuk ketua ruangan itu. "Sekarang pesankan makanan yang enak-enak untukku dan juga orang-orang yang ada di sini!" perintah ketua kamar.
Amber hanya melirik dan merebahkan dirinya di atas alas tikar yang sudah disediakan, memilih memejamkan mata dengan melipat kedua tangannya di dada. Melihat kelakuan Amber, ketua ruangan itu meradang. Dia berjalan mendekati Amber dan langsung menarik Amber hingga wanita itu berdiri. Tubuh Amber kalah besar dari wanita yang ada di depannya, hingga tidak mungkin dirinya bisa terlepas dengan mudah dari ketua ruangan itu.
"Aku yang berkuasa di sini! Jaga sikapmu, atau kamu ingin berakhir menderita di sini!" teriak ketua ruangan dengan suara beratnya.
Amber menepis tangan ketua ruangan yang menarik kerah bajunya dengan kasar, enggan meladeni wanita yang sok berkuasa, menurutnya. Namun, justru karena hal itu, membuat ketua ruangan geram dan memukuli Amber. Siapa sangka, Amber dapat mengimbanginya dengan baik, bahkan ketua ruangan sampai tersungkur. Ruangan menjadi riuh dengan saling megunggulkan siapa yang akan menjadi pemenang.
"Brengsek!" maki ketua ruangan dengan mengatur napasnya yang tersengal-sengal, dia kembali berdiri dan menghampiri Amber yang mengelap sudut bibirnya yang berdarah.
Perkelahian tidak dapat dihindari, tubuh ramping Amber hanya mendapatkan beberapa luka saja. Namun, berbeda halnya dengan ketua ruangan yang babak belur, akibat amukan Amber. Semua yang menyaksikan hanya berdecak kagum, tapi karena keributan yang timbul akibat perkelahian Amber dan ketua kamar, mereka berdua mendapatkan hukuman tambahan, yaitu dikurung di ruangan khusus untuk narapidana yang melakukan kriminal di dalam sel. Meski Amber membela diri, tapi hukuman tetap saja diberikan.
"Tunggu pembalasanku, sialan!' ujar ketua ruangan saat berpapasan dengan Amber.
Amber hanya tersenyum sinis mendengarnya dan kembali melanjutkan langkahnya, tidak terpancar rasa takut dalam dirinya.
-
Setelah hukuman selesai, Amber di masukkan ke dalam sel yang berbeda, selain untuk menghindari perkelahian lagi, perpindahannya kali ada campur tangan dari seseorang yang sangat mengharapkan Amber mendapatkan penyiksaan dari para napi.
"Silakan masuk, sekarang anda akan ditahan di sini bersama mereka!" ujar sipir tahanan, Amber masuk dengan santai ke dalam ruangan.
Setelah sipir pergi, Amber mengedarkan pandangannya pada orang-orang yang ada di dalam. Menghitung jumlah dan mengamati mereka satu persatu.
"Arrrgh!" pekik Amber, lalu merebahkan tubuhnya di atas alas yang digelar di lantai.
Satu orang tahanan, bertubuh tinggi dan berkulit putih mendekati Amber. Menatap wajahnya lamat-lamat, memastikan apa yang dia pikirkan tidak salah.
Amber yang merasa risih ditatap terlalu intens oleh orang yang tidak dikenalnya, memilih memalingkan wajahnya. Amber tidur di posisi miring, untuk menghindari mata yang melihatnya dengan seksama.
"Kenapa kamu berpaling?" Suara lembut itu menyapa telinga Amber, tapi tidak dihiraukan oleh wanita itu.
Dia ingin tenang, berada di penjara. Mengistirahatkan tubuhnya yang telah lama dia forsir untuk berkerja keras mewujudkan mimpinya.
"Cih! Kenapa kamu begitu penasaran dengannya, Bintang! Dia itu penjahat, sama seperti kita!" seru suara lain, dan sukses membuat pandangan Bintang beralih.
"Wajahnya tidak asing, Kak Ina," sahut Bintang dan dia memutar tubuhnya untuk kembali menatap wajah Amber.
Bintang langsung bersorak, setelah memastikan apa yang dia pikirkan tidak salah. Bintang duduk bersila di depan Amber yang masih menutup matanya.
"Hai, Nona Amber!" sapa Bintang dengan sangat riang.
Amber membuka matanya, dan menatap gadis yang ada di depannya, dia hanya menghela napas kasar dan kembali memejamkan netranya. Terlalu malas, jika dirinya menjadi pusat perhatian lagi.
"Aku lelah, jangan ganggu! Menyingkirlah!" ujar Amber dan Bintang hanya duduk memandangi wanita yang menurutnya sangat cantik dan anggun meskipun tanpa makeup.
"Cantiknya," puji Bintang yang terus menatap Amber tanpa mau mengalihkan pandangannya.
Bintang mengipasi Amber, dengan tangannya. Bintang melihat wanita yang dia kagumi belum nyaman saat memejamkan mata. Pandangan mata Bintang tidak lepas dari wajah cantik yang selalu ingin dia lihat dari dekat, sejak remaja.
"Tuhan ternyata terlalu baik padaku," gumam Bintang dan masih bisa di dengar oleh penghuni sel dan hal itu membuat mereka kompak berdecih.
Seorang wanita yang berada di dekat dinding dan duduk bersila, menatap tajam ke arah Bintang yang terlalu polos, menurutnya, sehingga mengistimewakan wanita yang sama-sama terpenjara karena satu kesalahan yang mereka perbuat.
"Kamu terlalu bodoh, Bintang!' ujar wnaita itu, Bintang memanyunkan bibirnya, saat ditegur oleh wanita pendiam dan dingin itu. Akan tetapi pandangannya tidak dia alihkan dari sosok Amber yang tetap santai tiduran.
Suara ribut dari lorong membuat perhatian tiga wanita yang satu sel dengan Amber melirik sejenak, sudah dipastikan ada narapidana baru yang akan bergabung, entah akan masuk ke sel yang mana.
"Hanya lima belas menit, tidak lebih!" pesan sipir pada seseorang yang dibawa masuk ke dalam sel yang di tempati Amber.
"Oke!" tangan lelaki gemulai itu mengayun ke atas, dua jarinya yang lenti membentuk hurup O.
"Oh, Tuhan! Dia begitu sempurna!" Bintang langsung berbinar melihat sosok yang baru saja duduk di dekatnya.
Sedangkan yang ditatap hanya acuh dan berpaling dari tatapan gadis cantik yang terlihat begitu menggemaskan, dengan mulut yang menganga dan mata yang berkedip-kedip.
"Hei, bangun!" Suara serak dan berat mendominasi di seluruh ruangan, semua terkesiap mendengarnya.
Amber tidak memedulikannya, dia tetap pada posisinya, dia ingin merasakan kehidupan yang jauh dari hiruk pikuk dunia yang ada di luar sana.
Tangan gemulai itu, tiba-tiba menjadi tangan yang kekar. Sehingga bisa menggendong Amber, dan membuatnya duduk. Meski meronta, Amber tetap saja kalah tenaga, dan dia hanya bisa menatap kesal lelaki di depannya.
"Kenapa?" tanya Amber yang mendengar ada keraguan pada pernyataan Olive."Ehtahlah, aku meragukan dia!"Amber menatap olive yang diam dan beberapa kali menghela napas panjang, Amber yakin ada sesuatu yang dia ketahui, tapi belum pasti kebenarannya. Amber tahu betul karakter Olive. Gadis itu akan melindungi dirinya dengan segala apa yang dia ketahui, hanya saja terkadang Amber mengabaikan peringatan itu."Kenapa begitu?" selidik Amber."Sudah kubilang, entahlah. Ada sesuatu yang dia sembunyikan!" Olive menjawab dengan nada rendah, seakan dia pun ragu dengan apa yang dia ucapkan.Melihat Olive yang kembali menghela napas, Amber tertawa terbahak-bahak, sampai melupakan rasa sakit bekas jahitan yang masih belum kering. Sedangkan Olive, diam mematung mendengar suara tawa Amber yang menggelegar di dalam ruangan. Gadis itu masih belum bisa membaca kepribadian atasannya itu, ada kalanya Amber bersikap lembut dan bersahaja, Ada kalanya dia seperti monster yang berbahaya pun ada kalanya wanita i
Olive memandangi wajah Amber yang masih terlelap akibat bius, wanita itu tersenyum, lalu mengusap wajah ayu atasannya. Setitik air mata jatuh, tidak menyangka, jika wanita yang dia dampingi sejak bertahun-tahun lalu, bisa kalah hanya karena persoalan lelaki, maka pemikirannya untuk tidak meikah sudah tepat."Kenapa kamu membiarkan dia menanggung semuanya sendiri?" tanya Olive pada lelaki kekar di sampingnya."Belum saatnya dia mengetahui semuanya, jika aku sudah menemukan siapa dibalik semua kekacauan yang terjadi pada keluargaku, maka aku akan memluknya dengan sangat erat dan menjaganya tanpa ada keraguan!" jawab lelaki ityu dengan senyum mengembang, sayangnya sudut matanya sudah menggenang cairan bening. "Baiklah, aku harus pergi!""Dia membutuhkanmu!" Tekan Olive.Namun, lelaki itu berlalu begitu saja dengan menggengam lukanya sendiri. Dia yakin, wanita yang sedang terbaring itu tidaklah lemah. Kekuatan hatinya lebih dari yang dilihat orang lain, begitulah yang dia saksiakn selama
Beberapa wanita berseragam, dengan wajah tegas dan sorot mata tajam, menatap ke sekitar. Mimik wajah mereka sangat kentara menyimpan kekesalan. Namun, karena tugas, mereka harus bisa mengendalikan perasaan. Baru saja, salah satu wanita berseragam itu hendak berbicara, beberapa napi sudah mendahuluinya."Biarkan saja wanita itu mendapatkan balasan yang setimpal dengan apa yang sudah dia perbuat!" teriak napi di sel depan."Iya, setidaknya dia akan berpikir lagi untuk melakukan hal buruk dikemudian hari!" timpal yang lain."Ah, paling juga uang yang akan berbicara!" celetuk seseorang yang sudah paham dengan hukum yang ada di negara ini."Amplop coklatnya pasti berukuran tebal!" imbuh yang lain dan disambut tawa banyak napi.Semakin lama, semakin banyak celetukkan yang membuat wanita-wanita berseragam itu menghela napas panjang. Salah satu dari mereka menampakan kekesalannya hampir memuncak, meskipun itu adalah fakta yang terjadi di lapangan dan sudah menjadi rahasia umun, tapi masih saj
Citra diseret keluar ruangan, hal itu tentu menarik perhatian para pengunjung dan juga para pekerja yang bekerja di rumah sakit."Berulang kali mereka mempermalukan aku! Apa kurangnya aku?" gumam Citra, wanita itu belum juga menyadari kesalahan yang di buatnya Sungguh ironis.Wanita itu menundukkan pandangannya, apalagi saat mendengar bisik-bisik yang dilontarkan untuknya. Bukan hanya bisikan, bahkan ada yang berteriak padanya.Sedangkan di ruangan, Charles mengalami luka serius dan Amber harus mendapatkan perawatan akibat luka yang dia derita. Kejadian yang hampir sama terulang, tetapi berbeda keadaannya."Lukamu terlalu dalam dan banyak!" keluh Olive pada Amber yang tersenyum, saat akan dibawa ke ruang IGD."Tenanglah, sakit ini belum seberapa. Jejak kedua orang tuaku hilang, tentu membuat luka yang dalam di sini!" Amber menunjuk dadanya, pandangannya kosong menatap langit-langit lorong rumah sakit.Olive hanya bisa menghela napas panjang dan segera menghubungi Defi, untuk membantuny
"Lepaskan!" Citra kembali memberontak."Diamlah!" bentak salah satu bodyguard.Dengan santai, dua orang itu melepaskan tangan Citra dan duduk di sisi ranjang. Mereka belum beranjak dari kamar Citra, menunggu instruksi selanjutnya.Amber menuju ke kamar rawat di mana Charles sedang terbaring lemas, Olive memastikan lagi, apakah Amber benar-benar akan bermesraan dengan lelaki bejat itu, meski status mereka masih suami istri. Setelah mendengar jawaban Amber, Olive menyingkir, mempersiapkan semua yang sudah dijelaskan Amber sebelumnya.Pintu dibuka, Charles yang termenung langsung menoleh. Melihat istrinya datang dengan gaun hitam sexy yang menggoda, membuat lelaki buaya itu tersenyum merekah. Dia berpikir, ada untungnya kecelakaan yang dia alami. Lelaki dengan senyum tipis itu langsung merentangkan tangannya, menyambut Amber masuk ke dalam pelukannya. Tanpa kata, Amber langsung menyambut pelukan suaminya. Tentunya dengan sedikit sentuhan menggoda."Aku merindukanmu," bisik Amber.Charles
"Tidak, anakku tidak akan mati hanya karena hal seperti ini!" pekik Citra.Amber yang tadinya mau mencari dokumen miliknya, malah mendapati pemandangan yang di luar perkiraannya. Citra sedang terduduk menahan kesakitan dan ada darah segar di lantai. Amber sungguh tidak peduli, dia masuk dan mengabaikan keadaan Citra. Meski hatinya ingin sekali menolong anak yang ada dikandungannya, dia berpikir anak yang belum lahir itu tidaklah bersalah. Perbuatan bejat ibunyalah yang membuat dia ikut bersalah. Namun,tubuhnya menolak keinginanya."Apa kamu enggak kasihan melihat istrimu?" ejek Amber. "Jangan sampai kamu kehilangan bayi yang kamu idam-idamkan!"imbuhnya.Amber langsung menuju meja, dan menarik laci, mengambil berkas yang dia cari. Kontrak dengan perusahaan Dirjaya. Charles hanya melirik, kemudian memeluk Amber di depan Citra yang sedang menahan kesakitannya. "Mas! Aku pendarahan!" pekik Citra dengan menahan sakit dan rasa kesal yang luar biasa.Wanita itu tidak habis pikir, bagaimana b