Share

7

Author: Bhay Hamid
last update Last Updated: 2025-10-03 22:41:32

Selir Livia, dengan kecantikan dingin yang memukau dan senyum tipis penuh rahasia, memegang piala anggur perak.

Gaun sutra hitamnya membalut tubuhnya yang ramping, memancarkan aura misteri dan bahaya. Di depannya, Pangeran Valari, setelah perebutan kekuasaan yang berdarah—tertawa puas, kesombongan terpancar dari setiap gerak-geriknya.

Jubah kekaisaran yang ia kenakan terasa terlalu longgar, seolah ia belum sepenuhnya pantas memakainya, namun ia memanggulnya dengan angkuh.

"Anggur malam ini terasa lebih manis, Valari," Livia memulai, suaranya lembut namun memiliki ketajaman baja.

Ia bukan hanya selir Kaisar Theorin, tetapi juga dalang di balik "kecelakaan" berburu itu, dan sekarang, permaisuri bayangan di sisi Raja Valeri. "Manisnya kemenangan, bukan?"

Valari menyesap anggurnya rakus, matanya menyala dengan nafsu tak terpuaskan. "Tentu saja, bu. Semua berjalan sesuai rencana kita. Si Tikus Bodoh itu, Torin, kini mengurus kuda.

Dan Aruna, mantan Permaisuri, meringkuk di kamarnya seperti janda tua yang tak berdaya." Ia menyeringai. "Kekuasaan kini ada dalam genggaman kita."

Livia menyeringai tipis, namun matanya tidak tertawa. "Jangan terlalu cepat berpuas diri, pangeran. Sarang laba-laba belum sepenuhnya bersih. Masih ada serangga-serangga kecil yang bersembunyi.

Loyalis Kaisar Theorin, para penasihat lama yang masih setia pada ideologi bodoh 'keadilan' dan 'kebenaran' mereka. Mereka harus dimusnahkan."

Valari mengerutkan kening. "Mereka hanyalah suara-suara sumbang. Siapa yang akan mendengarkan mereka sekarang? Aku adalah calon Kaisar! Kata-kataku adalah hukum!"

"Justru itu masalahnya, Valari," Livia mendekat, menatap Valari dengan intens. "Suara-suara sumbang itu... bisa menjadi badai. Mereka bisa meracuni pikiran rakyat, dan lebih buruk lagi, pikiran para Jenderal yang masih menghormati nama Kaisar Theorin."

Livia meletakkan pialanya, dentingannya nyaris tak terdengar. "Ingat, Kaisar Theorin memiliki pengaruh besar. Kita menyingkirkannya, ya.

Tapi bayangannya masih menghantui. Kita harus memotong setiap akar yang menghubungkannya dengan kekuasaan."

"Jadi, apa rencanamu, bu?" Valari bertanya, rasa haus kekuasaan di matanya kini bercampur dengan sedikit ketakutan akan ancaman yang Livia sebutkan.

"Mudah saja," jawab Livia, senyumnya semakin lebar, menampilkan sisi kejam dari dirinya. "Kita mulai dari yang paling lemah, yang paling rentan. Pertama, Penasihat Agung Aruna.

Wanita tua itu selalu mengoceh tentang 'wasiat kaisar'. Kita tuduh dia bersekongkol dengan pemberontak di perbatasan. Sebuah surat palsu, beberapa saksi yang bisa kita bayar... dan kepalanya akan jatuh."

Valari tertawa terbahak-bahak. "Ide yang brilian, bu! Aruna memang menjengkelkan. Siapa lagi?"

"Kemudian ada Panglima Utara, Jenderal Kael. Dia adalah orang kepercayaan Kaisar Theorin, seorang yang jujur tapi bodoh.

Kita bisa mengatur agar dia 'terjatuh' dalam misi yang mustahil. Atau lebih baik lagi," Livia mendekatkan bibirnya ke telinga Valari, berbisik dingin,

"kita buat dia mengkhianati Kekaisaran di mata rakyat. Mungkin... dia mengirimkan suplai ke musuh kita di utara. Sebuah pengkhianatan yang akan membuat seluruh rakyat membencinya. Lalu, kita eksekusi dia secara terbuka sebagai contoh."

Valari menatap ibunya dengan kagum dan sedikit takut. Wanita ini jauh lebih kejam dan manipulatif dari yang ia kira.

"Dan untuk para bangsawan lainnya yang masih 'netral'?" tanya Valari.

"Kita beri mereka pilihan," Livia menjawab, matanya berkilat licik. "Setia pada kita, atau hancur. Kita tunjukkan pada mereka konsekuensi dari menentang Kekuasaan Azure yang baru.

Kekejaman akan menjadi bahasa kita, ketakutan akan menjadi alat kita. Kita akan membasuh istana ini dengan darah jika perlu, hingga hanya ada satu nama yang diucapkan dengan hormat kaisar Valeri."

Valari merasakan adrenalin memompa dalam nadinya. Ini adalah kekuatan yang sesungguhnya. Ia tidak lagi peduli dengan hukum atau moral. Hanya kekuasaan, dan cara untuk mempertahankannya.

"Dan bagaimana dengan Pangeran Bodoh itu?" Valari bertanya, senyumnya kembali kejam. "Torin. Apa kita biarkan dia hidup dalam kehinaan, atau kita habisi saja dia?"

Livia tersenyum dingin. "Untuk saat ini, biarkan dia hidup. Keberadaannya adalah pengingat bagi semua orang bahwa siapa pun yang menentang kita akan berakhir seperti dia.”

“seorang pangeran yang jatuh, hidup dalam kehinaan dan siksaan, dicap bodoh, tidak berguna. Itu adalah pesan yang lebih kuat daripada kematian."

"Lagi pula," Livia menambahkan, matanya menyipit penuh perhitungan, "jika terjadi sesuatu pada Pangeran Bodoh itu, orang mungkin akan curiga.”

“Biarkan dia menderita, biarkan dia melihat kita berkuasa. Biarkan dia menjadi cermin penderitaan bagi para loyalis itu. Sebuah siksaan yang perlahan, tapi pasti, akan menghancurkan jiwanya."

Valari mengangguk, puas. Ia mengangkat pialanya tinggi-tinggi. "Untuk Kekaisaran Azure yang baru, yang akan kita bentuk dengan tangan kita sendiri, ibu! Dan untuk semua yang akan tunduk di bawah kaki kita!"

"Untuk kekuasaan," Livia menimpali, senyum kejamnya tak lekang. "Yang akan bertahan selamanya. Dan untuk darah yang akan mengalir, memastikan tahta kita kokoh."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   16

    Torin menyadari bahwa gubuk yang ia tinggalkan setengah jadi adalah sebuah kelemahan fatal.Torin: (Berbicara pada dirinya sendiri, suaranya mantap dan berwibawa, sambil memilih kayu dengan akurat) "Pola serat ini... kekuatan tarik batang rotan ini 30% lebih tinggi jika diletakkan melintang. Aku terlalu ceroboh saat menyusun pondasi tadi. Sebuah benteng harus tahan tidak hanya dari cuaca, tapi dari mata-mata yang paling terlatih Valari."Lyra, si peri, melayang di dekatnya, mengamati dengan rasa ingin tahu.Lyra: "Anda bergerak dengan cepat, Pangeran. Bahkan seekor lebah pekerja pun tidak seteliti Anda. Apakah energi yang Anda rasakan sudah mereda?"Torin: (Menarik dua balok kayu bersamaan dengan kekuatan yang mengejutkan, tanpa perlu usaha keras) "Energi itu tidak mereda, Lyra. Ia terserap. Aku tidak hanya membangun gubuk ini, aku sedang memvisualisasikan setiap celah keamanannya sebelum celah itu ada. Aku membangunnya untuk melindungi ibuku dan kuda kami. Dan juga untuk melindungi r

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   15

    Wajah Torin memucat, tangannya mencengkeram erat batang Pohon Rot untuk menopang diri.Torin: (Suaranya serak, matanya memejam rapat) "Lyra! Apa yang terjadi?! Ini... ini lebih dari sekadar kekuatan fisik! Rasanya seperti ada listrik beku yang mengalir di setiap pembuluh darahku! Aku... aku merasakan semua denyutan di hutan ini!"Lyra: (Menatapnya, tatapannya dingin dan menembus) "Itulah harga dari kekuatan yang diperbarui, Pangeran. Anda menyerap esensi alam yang disucikan. Kekuatan itu harus menemukan jalannya di dalam wadah yang rapuh. Tubuh Anda adalah wadah yang rapuh."Tiba-tiba, rasa sakit yang luar biasa menghantam kepalanya. Rasanya seperti ribuan gulungan perkamen kuno Kekaisaran Azure dibuka paksa di dalam tengkoraknya. Torin berteriak singkat, dan tubuhnya ambruk, tidak sadarkan diri di atas tanah berlapis lumut di samping mata air.Lyra: (Mendekat, suaranya kini terdengar seperti mantera kuno) "Tidurlah, Torin dari Azure. Biarkan intrik dan pengkhianatan yang kau pelajari

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   14

    Torin menatap buah persik raksasa itu. Aromanya manis sekali, melayang bersama embusan angin. Aroma itu terasa seperti janji kekayaan dan kekuatan, bukan sekadar makanan.Torin: (Mendekati Pohon Rot, tangannya terulur secara naluriah) "Lyra, aku belum pernah melihat persik seperti ini. Warnanya... seperti emas yang dicampur dengan darah matahari terbit. Apakah ini buah dari Pohon Rot yang kau ceritakan? Bukankah seharusnya pohon itu tidak menghasilkan buah semanis ini?"Lyra: (Suaranya seperti lonceng angin, perlahan dan berirama) "Oh, Pangeran Kekaisaran Azure. Mata air suci ini... ia tidak hanya menyucikan air. Ia menyucikan segalanya di sekitarnya. Yang busuk menjadi mulia. Yang biasa menjadi... istimewa. Doronganmu itu, Yang Mulia, adalah bisikan alam yang telah diperbarui."Torin: "Bisikan alam atau godaan iblis? Sejak aku di sini, rasa lapar ini semakin menjadi-jadi. Aku merasa ini lebih dari sekadar rasa lapar biasa. Aku merasa... buah ini adalah kunci untuk sesuatu yang besar.

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   13

    "Aku melihatmu. Kau—dan seorang wanita tua yang mengenakan pakaian lusuh dan kau gendong menaiki pohon rot bersama kuda kecil mu, berdiri di bawah Pohon Rot Besar, di gerbang hutan. Dia... dia memelukmu. " jelas Lyra. "Aku tahu Pohon Rot Besar itu adalah perbatasan. Dan aku tahu wanita itu... dia bukan sembarang orang biasa. Matanya memancarkan rasa sakit dan kekejaman yang sama persis seperti Kaisar. Tapi di balik itu, ada cinta yang sangat besar untukmu."Torin mengepalkan tangannya. Lyra baru saja menyentuh inti dari semua masalah yang ia hadapi. Tidak banyak yang tahu bahwa Torin adalah putra permaisuri yang dicurigai oleh faksi kekaisaran lainnya."Itu ibuku," Torin mengakui, suaranya sekarang hanya berupa desahan. "Permaisuri Elara. Dia membantuku kabur. Dia mengorbankan segalanya untuk memberiku waktu.""Mengapa dia tidak ikut denganmu?" tanya Lyra polos.Pertanyaan sederhana itu menusuk Torin lebih dalam daripada pedang manapun. "Karena ibuku sudah sangat lemah sehingga aku me

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   12

    Mengikuti cahaya itu, Torin tiba di sebuah pemandangan yang tak masuk akal. Di tengah-tengah keheningan, berdiri tegak sebuah pohon raksasa yang batangnya bersinar lembut, seolah memancarkan cahaya bintang yang terperangkap. Di kakinya, mengalir mata air dengan air yang begitu jernih, ia bisa melihat kerikil di dasarnya seolah tak ada penghalang."Astaga, Pohon Aethel... Ini bukan sekadar legenda," Torin berlutut, menyentuh air yang dinginnya menusuk tulang namun terasa menghidupkan. "Sumber mata air para dewi. Bagaimana bisa ini tersembunyi sedekat ini dari perbatasan? Ini akan jadi masalah baru di istana jika ketahuan."Tiba-tiba, suara bernada tinggi dan tajam memecah kesunyian."Hei! Kau! Beraninya kau minum dari kolamku tanpa izin!"Torin terlonjak. Ia mengayunkan belatinya ke arah suara itu. Matanya menyipit, mencari-cari."Siapa di sana? Keluar! Aku bukan salah satu pengawal Azure yang bisa kau takut-takuti dengan ilusi."Di atas salah satu akar Pohon Aethel, tampaklah sosok mu

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   11

    Malam itu, Torin tidak berjalan, ia melarikan diri. Setiap ayunan langkahnya menjauhi hiruk-pikuk Istana Azure terasa seperti memutus rantai yang membelenggunya seumur hidup.Di punggungnya, Ibunya, Sang Permaisuri yang kini hanya seonggok tubuh ringkih, bergerak lemah. Di sisinya, seekor kuda poni kecil—satu-satunya sahabat sejatinya—berlari pelan, menyesuaikan diri dengan langkah Torin yang lelah.Mereka menuju ke arah yang ditunjuk oleh bisikan para pelayan istana: Hutan Rot, perbatasan kekaisaran yang dianggap 'terlarang' dan berbahaya."Kita sudah jauh, Bu," bisik Torin, suaranya serak. Mereka baru saja melewati pos penjagaan terakhir. Kegelapan hutan mulai menelan mereka.Ibunya hanya bisa merespons dengan erangan pelan."Jangan khawatir, Ibu," Torin mencoba meyakinkan, lebih kepada dirinya sendiri. "Mereka bilang hutan ini berbahaya, tempat para bandit dan binatang buas. Tapi bagi kita... ini adalah kebebasan. Setidaknya, di sini kita bebas dari jerat masalah dan tatapan mata y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status