Share

6

Author: Bhay Hamid
last update Last Updated: 2025-10-03 22:41:27

Sejak kematian Kaisar Theorin, istana berubah menjadi neraka bagi Torin dan ibunya, Permaisuri Aruna. Takhta kini diduduki oleh pamannya, Raja Valeri, adik mendiang Kaisar, dan Torin, putra mahkota yang sah, dicap sebagai 'Pangeran Bodoh'—gelar yang sengaja disematkan untuk membenarkan penindasannya.

Kekuasaan dan posisi mereka hanyalah debu. Torin, yang seharusnya berlatih strategi perang dan diplomasi, kini menghabiskan harinya di antara kotoran kuda dan tatapan merendahkan.

Pangeran Valari adalah orang yang paling menikmati penyiksaan ini. Setiap hari, Valari akan datang, bukan untuk menginspeksi kuda, melainkan untuk melontarkan hinaan dan menumpuk pekerjaan rendahan pada Torin.

"Bersihkan pelana itu sampai mengkilap, Pangeran," ejek Valari tempo hari, menekan kata 'Pangeran' dengan nada menghina, "Atau kau akan tidur di kandang bersama kuda-kuda bau ini. Ingat, kau tidak lebih dari budak berkepala bangsawan sekarang."

Penderitaan Torin bukan hanya fisik—membersihkan kandang, membawa air, dan menerima cambukan ringan karena 'kecerobohan'—tetapi juga siksaan batin. Harga dirinya diinjak-injak, masa depannya dicabut, dan yang paling menyakitkan, ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Matahari telah lama tenggelam ketika Torin menyelesaikan tugasnya. Tubuhnya lelah, punggungnya pegal, dan jiwanya terasa hampa. Ia menyelinap kembali ke kamar kecil dan dingin yang kini menjadi tempat tinggal ibunya.

Ia menemukan Permaisuri Aruna terbaring di ranjang sederhana. Kecantikan Permaisuri yang dulu memancar kini meredup, digantikan oleh kerutan kekhawatiran dan kesedihan yang mendalam. Ia menjadi kurus, matanya kosong, tetapi begitu melihat putranya, seulas senyum samar muncul.

Torin berjalan perlahan, lalu naik dan memeluk ibunya dari samping. Ia merasakan kehangatan yang rapuh dari tubuh ibunya, kontras dengan hawa dingin yang selalu ia rasakan di istana ini.

"Torin, bagaimana pekerjaanmu hari ini?" suara Permaisuri Aruna bergetar, "Apakah Pangeran Valari puas dengan kerja mu membersihkan kuda istana?"

Torin memejamkan mata, memeluk ibunya lebih erat. Ia bisa merasakan bau kotoran kuda dan keringat bercampur di pakaiannya, tetapi ibunya tidak peduli.

"Puas, Bu," dusta Torin, suaranya berusaha terdengar mantap, "Kuda-kuda itu gagah. Aku merawatnya dengan baik."

Ia tidak memberitahu ibunya tentang caci maki, tentang cambukan yang hampir mengenai wajahnya, atau tentang rasa sakit di hatinya setiap kali ia diingatkan bahwa ia hanyalah Pangeran Buangan.

Permaisuri Aruna membelai rambut kotor putranya. "Kau anak yang kuat, Torin. Maafkan ibu, karena ketidakmampuan ibu melindungi Ayahmu... dan dirimu."

Air mata Torin yang sudah lama ia tahan akhirnya menetes. Ia mencium kening ibunya, merasakan penderitaan yang tak terperi yang dialami wanita yang ia cintai itu. Penderitaan ibunya jauh lebih perih daripada siksaan fisiknya sendiri.

***

"Nak," bisik Permaisuri Aruna, suaranya kini lebih tegas, meskipun serak. "Jangan pernah kau pikir... bahwa mereka benar."

Torin mengangkat wajahnya sedikit, menatap mata ibunya yang kini memancarkan api samar yang sudah lama ia rindukan.

"Mereka menyebutku bodoh, Ibu. Setiap hari," lirih Torin, rasa sakit dari sebutan itu lebih dalam dari goresan cambuk.

Permaisuri Aruna menggeleng perlahan, senyumnya kini bukan lagi senyum kesedihan, melainkan senyum penuh makna.

"Ya. Mereka memang menyebutmu bodoh," Permaisuri Aruna mengakui, "Mereka bahkan membuatmu bekerja seperti budak di kandang kuda.”

“Mereka ingin kau percaya bahwa otakmu tumpul, bahwa kau tak pantas mendapatkan takhta. Mereka ingin semua orang melihat Pangeran Bodoh yang tak punya masa depan."

Ia merapatkan pelukannya, menenggelamkan Torin dalam kehangatan yang sunyi.

"Tapi ketahuilah, Torin. Kebodohan yang mereka tuduhkan itu... adalah tameng terbaikmu. Mereka mengira kau sudah menyerah.”

Mereka mengira kau sudah hancur. Mereka tidak akan pernah melihatmu sebagai ancaman. Mereka akan lengah, karena siapa yang takut pada 'Pangeran Bodoh' yang hanya mengurus kotoran kuda?"

Mata Torin membulat. Ia tak pernah melihatnya dari sudut pandang itu.

"Ayahmu," lanjut Permaisuri Aruna, suaranya kembali bergetar karena kerinduan, "adalah Kaisar yang cerdas, tetapi ia terlalu terang. Kecerdasannya menjadi target. Sedangkan kau..."

Ia mengusap pipi Torin yang kotor, "Kau kini berada dalam bayangan, Nak. Biarkan mereka percaya kau bodoh. Biarkan mereka meremehkanmu.”

“Jadikan kotoran kuda itu sebagai tempat persembunyianmu. Selama mereka membiarkanmu hidup, selama kau bisa melihat dan mendengar apa yang terjadi di istana ini, kau masih punya kesempatan."

Permaisuri Aruna melepaskan pelukan. Ia menatap Torin lurus di mata, api di matanya semakin menyala.

"Bersihkan kandang itu, Torin. Bersihkan dengan rajin. Dengarkan setiap pembicaraan yang lewat. Pelajari setiap kuda. Pelajari kelemahan mereka yang menindasmu.”

“Jaga pikiranmu tetap tajam di balik wajah bodohmu. Dan ingat, kau bukan hanya melindungi Ibu. Kau sedang mengumpulkan senjata untuk membalas dendam atas kematian Ayahmu.”

“Senjata yang tidak akan pernah mereka lihat datang, karena mereka terlalu sibuk memandang bodohnya dirimu."

Napas Torin tercekat. Rasa sakitnya belum hilang, tetapi kini rasa sakit itu bercampur dengan bara api janji dan harapan. Ia mengangguk pelan, air matanya mengering. Ia kini memiliki misi.

"Aku mengerti, Ibu," jawab Torin, suaranya perlahan kembali menemukan kekuatan. "Aku akan menjadi Pangeran Bodoh yang paling baik yang pernah mereka lihat. Sampai waktunya tiba."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   16

    Torin menyadari bahwa gubuk yang ia tinggalkan setengah jadi adalah sebuah kelemahan fatal.Torin: (Berbicara pada dirinya sendiri, suaranya mantap dan berwibawa, sambil memilih kayu dengan akurat) "Pola serat ini... kekuatan tarik batang rotan ini 30% lebih tinggi jika diletakkan melintang. Aku terlalu ceroboh saat menyusun pondasi tadi. Sebuah benteng harus tahan tidak hanya dari cuaca, tapi dari mata-mata yang paling terlatih Valari."Lyra, si peri, melayang di dekatnya, mengamati dengan rasa ingin tahu.Lyra: "Anda bergerak dengan cepat, Pangeran. Bahkan seekor lebah pekerja pun tidak seteliti Anda. Apakah energi yang Anda rasakan sudah mereda?"Torin: (Menarik dua balok kayu bersamaan dengan kekuatan yang mengejutkan, tanpa perlu usaha keras) "Energi itu tidak mereda, Lyra. Ia terserap. Aku tidak hanya membangun gubuk ini, aku sedang memvisualisasikan setiap celah keamanannya sebelum celah itu ada. Aku membangunnya untuk melindungi ibuku dan kuda kami. Dan juga untuk melindungi r

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   15

    Wajah Torin memucat, tangannya mencengkeram erat batang Pohon Rot untuk menopang diri.Torin: (Suaranya serak, matanya memejam rapat) "Lyra! Apa yang terjadi?! Ini... ini lebih dari sekadar kekuatan fisik! Rasanya seperti ada listrik beku yang mengalir di setiap pembuluh darahku! Aku... aku merasakan semua denyutan di hutan ini!"Lyra: (Menatapnya, tatapannya dingin dan menembus) "Itulah harga dari kekuatan yang diperbarui, Pangeran. Anda menyerap esensi alam yang disucikan. Kekuatan itu harus menemukan jalannya di dalam wadah yang rapuh. Tubuh Anda adalah wadah yang rapuh."Tiba-tiba, rasa sakit yang luar biasa menghantam kepalanya. Rasanya seperti ribuan gulungan perkamen kuno Kekaisaran Azure dibuka paksa di dalam tengkoraknya. Torin berteriak singkat, dan tubuhnya ambruk, tidak sadarkan diri di atas tanah berlapis lumut di samping mata air.Lyra: (Mendekat, suaranya kini terdengar seperti mantera kuno) "Tidurlah, Torin dari Azure. Biarkan intrik dan pengkhianatan yang kau pelajari

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   14

    Torin menatap buah persik raksasa itu. Aromanya manis sekali, melayang bersama embusan angin. Aroma itu terasa seperti janji kekayaan dan kekuatan, bukan sekadar makanan.Torin: (Mendekati Pohon Rot, tangannya terulur secara naluriah) "Lyra, aku belum pernah melihat persik seperti ini. Warnanya... seperti emas yang dicampur dengan darah matahari terbit. Apakah ini buah dari Pohon Rot yang kau ceritakan? Bukankah seharusnya pohon itu tidak menghasilkan buah semanis ini?"Lyra: (Suaranya seperti lonceng angin, perlahan dan berirama) "Oh, Pangeran Kekaisaran Azure. Mata air suci ini... ia tidak hanya menyucikan air. Ia menyucikan segalanya di sekitarnya. Yang busuk menjadi mulia. Yang biasa menjadi... istimewa. Doronganmu itu, Yang Mulia, adalah bisikan alam yang telah diperbarui."Torin: "Bisikan alam atau godaan iblis? Sejak aku di sini, rasa lapar ini semakin menjadi-jadi. Aku merasa ini lebih dari sekadar rasa lapar biasa. Aku merasa... buah ini adalah kunci untuk sesuatu yang besar.

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   13

    "Aku melihatmu. Kau—dan seorang wanita tua yang mengenakan pakaian lusuh dan kau gendong menaiki pohon rot bersama kuda kecil mu, berdiri di bawah Pohon Rot Besar, di gerbang hutan. Dia... dia memelukmu. " jelas Lyra. "Aku tahu Pohon Rot Besar itu adalah perbatasan. Dan aku tahu wanita itu... dia bukan sembarang orang biasa. Matanya memancarkan rasa sakit dan kekejaman yang sama persis seperti Kaisar. Tapi di balik itu, ada cinta yang sangat besar untukmu."Torin mengepalkan tangannya. Lyra baru saja menyentuh inti dari semua masalah yang ia hadapi. Tidak banyak yang tahu bahwa Torin adalah putra permaisuri yang dicurigai oleh faksi kekaisaran lainnya."Itu ibuku," Torin mengakui, suaranya sekarang hanya berupa desahan. "Permaisuri Elara. Dia membantuku kabur. Dia mengorbankan segalanya untuk memberiku waktu.""Mengapa dia tidak ikut denganmu?" tanya Lyra polos.Pertanyaan sederhana itu menusuk Torin lebih dalam daripada pedang manapun. "Karena ibuku sudah sangat lemah sehingga aku me

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   12

    Mengikuti cahaya itu, Torin tiba di sebuah pemandangan yang tak masuk akal. Di tengah-tengah keheningan, berdiri tegak sebuah pohon raksasa yang batangnya bersinar lembut, seolah memancarkan cahaya bintang yang terperangkap. Di kakinya, mengalir mata air dengan air yang begitu jernih, ia bisa melihat kerikil di dasarnya seolah tak ada penghalang."Astaga, Pohon Aethel... Ini bukan sekadar legenda," Torin berlutut, menyentuh air yang dinginnya menusuk tulang namun terasa menghidupkan. "Sumber mata air para dewi. Bagaimana bisa ini tersembunyi sedekat ini dari perbatasan? Ini akan jadi masalah baru di istana jika ketahuan."Tiba-tiba, suara bernada tinggi dan tajam memecah kesunyian."Hei! Kau! Beraninya kau minum dari kolamku tanpa izin!"Torin terlonjak. Ia mengayunkan belatinya ke arah suara itu. Matanya menyipit, mencari-cari."Siapa di sana? Keluar! Aku bukan salah satu pengawal Azure yang bisa kau takut-takuti dengan ilusi."Di atas salah satu akar Pohon Aethel, tampaklah sosok mu

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   11

    Malam itu, Torin tidak berjalan, ia melarikan diri. Setiap ayunan langkahnya menjauhi hiruk-pikuk Istana Azure terasa seperti memutus rantai yang membelenggunya seumur hidup.Di punggungnya, Ibunya, Sang Permaisuri yang kini hanya seonggok tubuh ringkih, bergerak lemah. Di sisinya, seekor kuda poni kecil—satu-satunya sahabat sejatinya—berlari pelan, menyesuaikan diri dengan langkah Torin yang lelah.Mereka menuju ke arah yang ditunjuk oleh bisikan para pelayan istana: Hutan Rot, perbatasan kekaisaran yang dianggap 'terlarang' dan berbahaya."Kita sudah jauh, Bu," bisik Torin, suaranya serak. Mereka baru saja melewati pos penjagaan terakhir. Kegelapan hutan mulai menelan mereka.Ibunya hanya bisa merespons dengan erangan pelan."Jangan khawatir, Ibu," Torin mencoba meyakinkan, lebih kepada dirinya sendiri. "Mereka bilang hutan ini berbahaya, tempat para bandit dan binatang buas. Tapi bagi kita... ini adalah kebebasan. Setidaknya, di sini kita bebas dari jerat masalah dan tatapan mata y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status