Share

Kehadiran yang Mengguncang

Author: Jimmy Chuu
last update Last Updated: 2025-09-07 22:27:27

Tiga hari telah berlalu sejak insiden di ruang makan, dan mansion Jenderal Wirawan terbungkus dalam ketegangan yang mencekam. Setiap pelayan bergerak dengan hati-hati, berbisik pelan, dan menghindari kontak mata dengan siapapun.

Pintu utama mansion terbuka dengan keras, menghasilkan gema yang mengguncang seluruh bangunan. Jenderal Arka Wirawan memasuki rumahnya dengan langkah berat yang autoritatif.

Seragam militernya berdebu dan kusam, wajahnya lelah setelah perjalanan panjang dari perbatasan utara. Namun aura kekuasaannya masih memancar kuat seperti harimau yang baru pulang dari perburuan.

Maya dan Lina, yang semula merasa terpojok selama tiga hari terakhir, kini melihat kesempatan emas. Mereka dengan cepat mengubah ekspresi mereka, mempersiapkan pertunjukan terbaik dalam hidup mereka.

"Suami yang terhormat!" Maya berlari menghampiri Jenderal dengan langkah yang sengaja dibuat terhuyung. Air mata palsu sudah disiapkan dengan sempurna di sudut matanya, mengalir dengan waktu yang tepat.

"Syukurlah tuan telah kembali dengan selamat! Kami sangat membutuhkan kebijaksanaan dan perlindungan dari kepala keluarga."

Jenderal Arka menatap istri keduanya dengan kerutan dalam di dahi. "Ada hal yang mengganggu keharmonisan keluarga, Maya?"

Maya menunjuk bekas luka di sudut bibirnya yang masih terlihat samar namun cukup jelas. "Tuan, Elena telah menunjukkan sifat yang sangat mengkhawatirkan."

Lina menghampiri ayah tirinya sambil terisak dengan suara yang memilukan. "Ayah yang bijaksana, kami hanya ingin menjaga kehormatan keluarga terhormat ini."

"Namun Elena sepertinya memiliki pandangan yang berbeda tentang cara menyelesaikan perselisihan keluarga," lanjutnya sambil menyeka air mata dengan saputangan sutra. "Cara yang kurang sesuai dengan nilai-nilai keluarga bangsawan."

Jenderal Arka meletakkan pedangnya di meja dengan bunyi logam yang menggema. "Dimana Elena sekarang?"

"Putri berada di kamarnya, tuan," jawab Maya sambil menyeka air mata palsu dengan gerakan yang elegan. "Sejak insiden yang menyedihkan itu, dia lebih memilih menyendiri."

Di tangga mansion yang megah, Elena muncul dengan langkah tenang yang kontras dengan kegaduhan di bawah. Dia mengenakan hanfu sederhana berwarna putih bersih, rambutnya dikuncir rapi dan elegan.

Terlihat seperti gadis polos yang tidak akan menyakiti lalat sekalipun. Kontras yang sangat mencolok dengan penampilan Maya dan Lina yang terlihat berantakan dan dramatis.

"Selamat datang kembali di rumah, ayah yang terhormat," kata Elena dengan suara lembut dan penuh hormat. Membungkuk dalam-dalam sesuai etika keluarga bangsawan yang telah diajarkan sejak kecil.

Jenderal Arka menatap putri kandungnya dengan tatapan tajam yang menyelidik. "Elena, ada yang ingin ayah tanyakan tentang apa yang terjadi selama ayah tidak ada."

"Maya dan Lina menyampaikan kekhawatiran mereka tentang beberapa insiden yang tidak menyenangkan," lanjutnya sambil mengamati reaksi Elena dengan seksama. "Mereka merasa kurang aman di rumah sendiri."

"Ayah yang bijaksana," potong Maya dengan suara bergetar yang penuh emosi palsu. "Elena telah melampaui batas kesopanan yang wajar dalam keluarga terhormat!"

"Cara dia menyelesaikan perbedaan pendapat sangat tidak sesuai dengan didikan yang telah ayah berikan," katanya sambil menunjuk bekasnya yang masih terlihat. "Kami hanya ingin kedamaian dalam keluarga ini."

Lina menambahkan sambil menyeka air mata yang terus mengalir. "Elena bahkan mengancam akan memberikan pelajaran yang lebih keras jika kami tidak mengikuti kemauannya."

"Tolong, ayah, berikan keadilan yang setimpal," lanjutnya dengan suara bergetar penuh kepedihan. "Kami tidak bisa hidup dalam ketakutan seperti ini terus-menerus."

Elena tetap berdiri dengan tenang dan anggun di tangga, tidak menunjukkan emosi apapun yang bisa dibaca. Dia memperhatikan pertunjukan Maya dan Lina dengan pandangan yang sulit ditebak.

Jenderal Arka diam sejenak yang terasa seperti keabadian. Perasaan keraguan muncul di wajahnya setelah melihat dramatisasi istri dan anak tirinya yang sangat meyakinkan.

Dia mengenal Elena sebagai gadis yang pendiam, patuh, dan tidak pernah menimbulkan masalah. Namun kondisi fisik Maya dan Lina yang terlihat terluka membuatnya sangat bingung dan marah.

"Elena," panggil Jenderal dengan suara yang semakin keras dan mengancam. "Turun kesini sekarang juga."

"Jelaskan dengan detail apa yang sebenarnya terjadi selama ayah tidak ada," lanjutnya sambil menatap putrinya dengan pandangan yang menuntut kebenaran. "Ayah ingin mendengar versi ceritamu."

Elena turun tangga dengan langkah yang sangat tenang dan terkontrol. Ketika sampai di hadapan ayahnya, dia kembali membungkuk hormat dengan sempurna.

"Ayah yang terhormat, saya memang melakukan koreksi terhadap beberapa kesalahpahaman," kata Elena dengan suara yang sangat tenang dan meyakinkan. "Tiga hari yang lalu, saya hampir mengalami kecelakaan yang cukup serius."

"Ketika saya memulihkan kesadaran, saya mendapati situasi yang kurang sesuai dengan harapan," lanjutnya sambil menatap Maya dan Lina dengan pandangan yang tidak berubah. "Sehingga perlu ada klarifikasi mengenai beberapa hal."

"Elena berbohong!" teriak Maya dengan dramatis yang berlebihan. "Ayah, jangan percaya kata-katanya yang penuh kebencian!"

"Dia sedang mencoba memutarbalikkan fakta yang sebenarnya!" Lina menyambung dengan antusias. "Kami yang mencoba merawat Elena dengan penuh kasih sayang!"

Jenderal Arka menatap ketiga wanita di hadapannya dengan pandangan yang semakin gelap dan berbahaya. Situasi kompleks ini membuatnya sangat frustasi dan marah.

"Cukup!" bentaknya dengan suara menggelegar yang menggema di seluruh mansion. Membuat semua orang gemetar ketakutan.

"Elena, kamu telah mengecewakan ayah dengan perilaku yang tidak pantas," lanjutnya dengan suara yang semakin mengeras. "Entah apa yang sebenarnya terjadi, tapi fakta bahwa keluarga ini tidak harmonis tidak bisa diabaikan."

Maya dan Lina merasakan kemenangan manis mengalir dalam darah mereka. Meski mereka berpura-pura menangis lebih keras untuk menyembunyikan kepuasan dan kegembiraan yang luar biasa.

"Akhirnya keadilan untuk keluarga terhormat ini," bisik Maya sambil terisak palsu. "Elena akan belajar tentang cara yang benar dalam berkeluarga."

Lina dengan senyum licik yang disembunyikan di balik tangannya berkata dengan puas. "Kami selalu mencintai Elena seperti keluarga kandung sendiri."

"Hukuman cambuk sepuluh kali," kata Jenderal dengan suara yang final dan tidak bisa diganggu gugat. "Akan dilaksanakan besok pagi ketika matahari terbit di halaman depan."

Elena hanya berdiri dengan tubuh tegak dan bermartabat, ekspresinya tidak berubah sedikitpun. Tidak ada ketakutan, tidak ada kemarahan, tidak ada penyesalan, bahkan tidak ada kejutan.

"Saya menerima keputusan ayah dengan hati yang ikhlas," kata Elena dengan suara datar yang mengejutkan semua orang. "Jika itu yang terbaik untuk keharmonisan keluarga terhormat ini."

Ketenangan Elena yang luar biasa dalam menghadapi hukuman justru membuat Jenderal Arka merasa sangat tidak nyaman. Dia mengharapkan Elena akan menangis, memohon ampun, atau setidaknya menunjukkan ketakutan yang wajar.

Namun sikap putrinya yang dingin dan aneh ini membuatnya meragukan keputusannya sendiri. Ada sesuatu yang tidak beres, tapi dia tidak bisa menentukan apa itu.

Maya dan Lina merasa bangga dan puas dengan kemenangan total mereka. Namun mereka tidak menyadari bahwa Elena yang menerima hukuman dengan ketenangan yang sangat aneh ini justru sedang merencanakan sesuatu.

"Besok pagi ketika matahari mulai bersinar," kata Jenderal dengan suara yang masih ragu. "Hukuman akan dilaksanakan di halaman depan di hadapan seluruh pelayan."

Elena mengangguk sekali dengan tenang, lalu berbalik dan naik ke kamarnya tanpa berkata sepatah kata lagi. Langkahnya tetap tenang dan terkontrol.

Maya dan Lina saling berpandangan dengan kepuasan yang terselubung dan kegembiraan yang sulit disembunyikan. Namun ada sesuatu dalam ketenangan Elena yang membuat mereka merasa tidak nyaman.

Malam itu, sementara Maya dan Lina bergadang merencanakan cara menikmati tontonan besok pagi, Elena tertidur pulas di kamarnya. Napasnya teratur dan tenang, seolah besok pagi hanyalah hari biasa untuk minum teh.

Dalam tidurnya, jiwa dari tahun 2025 itu sedang mempersiapkan mental. Teknik pengendalian rasa sakit yang dipelajarinya sebagai atlet bela diri akan sangat berguna besok. Dan sebagai ahli farmakologi, dia tahu persis bagaimana tubuh bereaksi terhadap trauma fisik.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Elena - Menuju Sarang Harimau.

    Pelayan Ratmi menghampiri Elena dengan langkah yang sangat hati-hati, lalu berlutut di hadapannya sambil meletakkan nampan berisi semangkuk bubur hangat dan obat-obatan herbal. Tangannya gemetar hebat karena ketakutan dan kecemasan yang luar biasa."Nona yang mulia," kata Pelayan Ratmi sambil menundukkan kepala dalam-dalam dengan hormat. "Hamba mendengar dengan tidak sengaja percakapan Nyonya Maya dan Nona Lina tadi malam yang sangat mengerikan.""Mereka berencana mengirim Nona ke istana Pangeran Mahkota Surya Wijaya sebagai calon selir pengganti Nona Lina yang seharusnya pergi ke sana," lanjut Pelayan Ratmi dengan suara yang semakin bergetar ketakutan. "Kereta istana sudah dalam perjalanan kemari untuk menjemput."Elena mendengarkan dengan tenang yang mengejutkan, seolah kabar mengerikan itu hanyalah berita cuaca biasa. Tangannya terangkat perlahan untuk menyentuh bahu Pelayan Ratmi dengan gerakan yang penuh hormat dan ketenangan yang aneh.Pelayan Ratmi mengangkat wajahnya yang puca

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Penyerahan ke Istana.

    Mereka berdua menatap ke arah sayap belakang mansion dengan tatapan yang penuh kepuasan dan kebencian. Di sana, Elena dikurung dalam kamar sempit yang dingin dan gelap, tubuhnya masih lemah dan penuh luka setelah hukuman cambuk yang brutal kemarin.Maya membayangkan dengan detail yang menyenangkan hatinya: Elena terbaring menggigil di lantai istana yang dingin seperti es. Tubuhnya akan terkubur tanpa nama, tanpa upacara, di pemakaman selir-selir yang terlupakan, seperti boneka rusak yang dibuang setelah tidak berguna lagi."Esok hari ketika fajar menyingsing, hamba akan mengirim utusan ke istana," kata Maya sambil mengusap kaca jendela dengan jari telunjuknya yang berhias cincin emas mahal. "Menyatakan bahwa keluarga terhormat Wirawan dengan bangga menyerahkan putri sulung sebagai calon selir yang taat."Lina membayangkan dirinya duduk megah dan anggun di samping Romy Limbara yang tampan dan kaya. Gaun pengantin sutra emas dengan bordir naga dan phoenix akan menyelimuti tubuhnya, mahk

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Konspirasi Maya dan Lina Tanaka.

    Malam telah tenggelam dalam kegelapan di mansion megah Jenderal Arka Wirawan yang terletak di ujung bukit yang sunyi. Keheningan malam hanya dipecah oleh suara jangkrik dan angin yang berdesir melalui dedaunan bambu di taman belakang mansion.Di lantai dua mansion, ruang pribadi Maya Tanaka dipenuhi kemewahan yang menyilaukan mata namun menyimpan hawa dingin yang mencekam. Dinding ruangan dilapisi sutra merah marun dengan motif naga emas, lantai dari kayu jati yang dipoles halus hingga mengkilap seperti cermin.Furnitur ukir rosewood yang sangat mahal tersebar di seluruh ruangan, namun semua kemewahan itu tidak bisa menutupi aroma busuk kebencian yang menguar dari hati kedua perempuan yang sedang duduk di dalamnya. Aroma dupa mawar dan melati yang menyengat sengaja dinyalakan untuk menutupi bau logam dan pahit yang samar menguar dari botol-botol kecil tersembunyi di lemari obat.Maya Tanaka duduk dengan anggun di kursi ukir phoenixnya, gaun tidur sutra ungu berkilau menutupi tubuhnya

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Pembalasan yang Menunggu

    Maya yang melihat keraguan Jenderal langsung melangkah maju. "Tuan Jenderal, bukankah hukuman harus diselesaikan? Demi keadilan?""Benar, ayah," tambah Lina dengan nada yang dibuat-buat prihatin. "Elena sendiri sudah menerima keputusan ini dengan lapang dada."Jenderal Arka menatap putrinya yang masih berdiri tegak meski berlumuran darah. "Elena, ayah tidak sanggup melihat ini.""Pergilah, ayah," Elena berkata dengan suara yang lembut namun tegas. "Ini terlalu berat untuk seorang ayah yang baik seperti ayah."Konflik batin Jenderal Arka mencapai puncaknya. Dia memutar tubuh dengan cepat, tidak sanggup lagi melihat darah putrinya sendiri."Pengawal Rian, selesaikan tugasmu," ucapnya dengan suara parau sebelum melangkah cepat menuju mansion.Maya bertukar pandang dengan Lina. Mata mereka berkilat dengan sesuatu yang jahat. Inilah kesempatan yang mereka tunggu-tunggu."Pengawal Rian," panggil Maya dengan suara yang tiba-tiba berubah keras. "Berikan cambuk itu padaku."Pengawal Rian terke

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Ujian Darah di Salju

    Fajar yang dingin menyapa mansion Jenderal Wirawan dengan helaian salju tipis yang mulai turun dari langit kelabu.Halaman depan mansion yang biasanya tenang kini dipenuhi para pelayan yang berkumpul dalam keheningan. Wajah mereka menunjukkan ketegangan dan ketidaknyamanan.Mereka dipaksa menyaksikan eksekusi hukuman yang akan dilaksanakan pagi ini.Elena berdiri dengan tenang di tengah halaman. Tubuhnya terikat pada tiang kayu yang telah disiapkan khusus untuk hukuman cambuk.Hanfu putih yang dikenakannya semalam kini terlihat kontras dengan salju yang mulai menumpuk di tanah. Napasnya keluar dalam bentuk uap putih. Ekspresi wajahnya tetap tenang seperti permukaan danau yang membeku.Dalam hati, Elena tersenyum pahit. Sebagai seorang ahli farmakologi dari tahun 2025 yang telah bertransmigrasi ke tubuh ini, dia tahu persis bagaimana mengendalikan rasa sakit.Teknik meditasi dan penguasaan sistem saraf yang dipelajarinya di dunia modern membuatnya mampu memblokir sinyal nyeri. Belum la

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Kehadiran yang Mengguncang

    Tiga hari telah berlalu sejak insiden di ruang makan, dan mansion Jenderal Wirawan terbungkus dalam ketegangan yang mencekam. Setiap pelayan bergerak dengan hati-hati, berbisik pelan, dan menghindari kontak mata dengan siapapun.Pintu utama mansion terbuka dengan keras, menghasilkan gema yang mengguncang seluruh bangunan. Jenderal Arka Wirawan memasuki rumahnya dengan langkah berat yang autoritatif.Seragam militernya berdebu dan kusam, wajahnya lelah setelah perjalanan panjang dari perbatasan utara. Namun aura kekuasaannya masih memancar kuat seperti harimau yang baru pulang dari perburuan.Maya dan Lina, yang semula merasa terpojok selama tiga hari terakhir, kini melihat kesempatan emas. Mereka dengan cepat mengubah ekspresi mereka, mempersiapkan pertunjukan terbaik dalam hidup mereka."Suami yang terhormat!" Maya berlari menghampiri Jenderal dengan langkah yang sengaja dibuat terhuyung. Air mata palsu sudah disiapkan dengan sempurna di sudut matanya, mengalir dengan waktu yang tepa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status