Share

Balas Dendam Sang Pelakor
Balas Dendam Sang Pelakor
Penulis: Amelicano

1. Teman ranjang

"Sial! Kenapa kamu bisa senikmat ini, huh?"

Kalimat itu terus menerus terlontar dari bibir Rion yang tengah menggerakkan pinggulnya di sana. Keringat yang memenuhi seluruh tubuhnya tidak mampu membuat Rion berhenti. Pasalnya, dia tengah mencari puncak kenikmatan yang begitu dia rindukan.

"Shit! Kamu bahkan indah sekali," ucap Rion dengan erangan yang berusaha dia tahan.

Tak memperdulikan apa yang dikatakan pria itu, wanita yang mendapat hujaman dari Rion lebih memilih untuk mendesah, menyebut nama Rion berkali-kali bersamaan dengan desahannya.

Hingga pada akhirnya, mereka sampai pada puncak itu. Pelepasan yang diiringi dengan erangan hebat dari keduanya. Hingga dua tubuh yang sempat menyatu itu terpisah dan melemas. Berbaring berdampingan dengan satu selimut yang ditarik untuk menutupi tubuh mereka berdua kemudian.

"Kau begitu bersemangat, Rion," ucap Lily, sang wanita yang kini sudah menyamping.

Rion tersenyum, menatap Lily yang kini sudah menyentuhkan jemarinya di dahi Rion. Menyeka keringat yang terlihat. "Kau yang selalu membuatku bersemangat, Lily. It's you, always you." Rion menghadap Lily. Memeluk wanita muda itu ke dalam dekapannya.

Suasana romantis setelah bercinta, aroma surga dunia yang yang menguar. Semuanya terlihat indah sampai pada akhirnya Rion bangkit dari ranjang empuk tersebut. Bersamaan dengan pelukan yang lantas terlepas begitu saja setelah satu kecupan di darat pada kening Lily.

"Langsung pergi?" tanya Lily yang kini menatap ke arah Rion.

Rion menganggukkan kepalanya. Dia meraih pakaiannya yang berserakan. Memakainya satu persatu. Sementara Lily bangun dari tidurnya, terduduk dengan selimut tebal yang berusaha menutupi tubuhnya. Kalau sudah seperti ini, Lily hanya bisa terdiam sembari memperhatikan Rion di sana. Tidak ada hal yang bisa dia lakukan, dan tidak akan pernah ada.

Pada nyatanya, Lily tidak memiliki hak untuk melarang Rion pergi. Mereka berdua tidak memiliki hubungan yang seperti itu.

"Istriku mungkin sudah menunggu di rumah," ucap Rion santai, seolah dia tengah berbicara tanpa beban sama sekali.

Iya. Lily dan Rion bukan sepasang suami istri, bukan kekasih, bukan juga seorang wanita yang sengaja di sewa oleh pria tampan dan mapan seperti Rion. Hubungan mereka hanya sebatas rekan kerja. Rekan kerja yang secara tidak sengaja terjebak dalam hubungan tanpa status seperti ini. Sebagai teman di atas ranjang.

"Sampaikan salamku pada istrimu." Lily menyandarkan tubuhnya pada sandaran ranjang tersebut.

Mendengar hal itu dari Lily, Rion lantas tersenyum miring. "Kau benar-benar seperti ular, Lily."

Lily menunjukan senyuman tipisnya. "Kau yang mengajariku, Pak Rion."

"Wow, gadis kecilku ini sudah mulai berani juga ya ternyata?" Rion mengaitkan kancing terakhir kemejanya. Kemudian mendekat pada Lily.

"Jangan kecupan. Cepatlah pergi sebelum istrimu menghubungiku untuk menanyakan keberadaanmu." Lily mendorong tubuh Rion untuk menjauh darinya.

Rion berdiri dengan tatapan kecewanya pada Lily. "Are you serious? Beri aku satu kecupan tidak akan membuat waktu habis, Lily. Come on!"

"Pak Rion, you just waste your time. Pergilah sekarang, atau aku akan kembali menahanmu di sini? Kau tahu itu bukanlah hal yang sulit," ucap Lily. Sedikit mengancam.

Ancaman yang lantas membuat Rion menghela nafasnya dan segera meraih tas kerja miliknya yang berada di sofa, dengan jas hitam yang digantungkan di lengannya. "Baiklah, aku kalah. Aku pulang sekarang. Sampai jumpa besok, Lily."

"Sampai jumpa, Pak Rion," balas Lily sebelum pada akhirnya Rion berlalu dari sana.

Lily menghela nafasnya. Dia bukan tidak ingin mendapat kecupan dari Rion. Hanya saja, dia takut jika pada akhirnya dia akan jatuh terlalu dalam pada pesona Rion.

Melepaskan selimut yang melingkari tubuhnya, Lily bangkit dari ranjangnya. Membiarkan tubuh polosnya terekspos sembari berjalan menuju kamar mandi yang ada di kamarnya. Berendam adalah hal yang akan menenangkan untuknya saat ini.

"Pasti anak bodoh itu!" Keluh Lily setelah beberapa menit berada di dalam bathub.

Dia mendengar ada suara seseorang yang masuk ke dalam kamarnya. Telinga Lily cukup peka dengan suara di sekitarnya. Termasuk dengan langkah kaki yang terdengar menuju ke arahnya.

"Good night, my little queen!"

Lily mendecak. Dugaannya benar, yang datang adalah pria itu. Pria yang selama ini dekat dengannya. "Sial."

"Wow! Aku menyapa, sayang. Kenapa malah memaki seperti itu? Seharusnya kau menyambut kedatanganku." Satu sentuhan jemari mendarat di wajah Lily. Pria tinggi dengan pakaian serba hitam itu menatap Lily dengan senyumannya. "Kau tidur lagi dengannya?"

"Keluar, Arsen!" Lily menepis tangan pemilik nama Arsen itu.

"Jawab pertanyaanku, Lily. Kau tidur lagi dengan pria itu?" tanya Arsen sekali lagi.

"Kau tidak harus mengetahui segala hal tentangku, Arsen. Keluarlah, di mana sopan santun mu menerobos masuk ke dalam kamar mandi seorang wanita?"

Arsen terkekeh ringan. "Sejak kapan di antara kita ada sopan santun, Lily?"

Arsen tak salah, hanya saja tidak sepenuhnya benar juga. Mereka memang sedekat itu selama ini, saling berbagi cerita, canda, duka, dan hal lainnya. Sebuah hubungan yang dibalut dengan kata 'teman'.

Tentu, teman yang tidak biasa. Teman yang terlalu melenceng dari teman yang semestinya.

"Arsen, please. Keluar sebelum aku berteriak."

Lily kepalang kesal. Dia melemparkan apa pun yang bisa di raih jemarinya. Hingga lilin aroma yang ada di sampingnya lah yang dia lemparkan pada Arsen. Beruntung pria itu memiliki reflek yang bagus, hingga dapat menangkap lilin yang kini telah padam.

"Oke, tenanglah. Aku akan menunggu di luar." Arsen menatap Lily lekat. Dia mengalah. "Tapi biarkan aku mengatakan satu hal padamu, Lily."

"Kalau kau ingin mengatakan hal itu lagi, aku tidak ingin mendengarnya."

Terdiam sejenak, Arsen kali ini mengeraskan rahangnya. Lilin yang berada di dalam genggamannya dia lemparkan dengan sembarang. Dengan suara yang terdengar, mungkin lilin itu telah hancur sekarang.

"Berhentilah menjadi wanita murahan seperti itu, Lily! Kau benar-benar seperti jalang sekarang! Kau sampai melakukan hal ini hanya demi tujuan gila mu itu. Kau hanya menyiksa dirimu sendiri, sialan!"

Arsen lantas keluar dari kamar mandi tersebut, dengan pintu yang kembali di tutup dengan keras sehingga membuat Lily terkejut dengan suara yang terdengar. Pria itu meninggalkannya kembali di dalam sana, meninggalkan Lily yang kini sudah mengusap wajahnya kasar.

"Aku memang terlihat murahan, Arsen. Tapi ini semua harus aku lakukan sampai semuanya selesai. Sampai dia juga merasakan penderitaannya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status