"Sial! Kenapa kamu bisa senikmat ini, huh?"
Kalimat itu terus menerus terlontar dari bibir Rion yang tengah menggerakkan pinggulnya di sana. Keringat yang memenuhi seluruh tubuhnya tidak mampu membuat Rion berhenti. Pasalnya, dia tengah mencari puncak kenikmatan yang begitu dia rindukan."Shit! Kamu bahkan indah sekali," ucap Rion dengan erangan yang berusaha dia tahan.Tak memperdulikan apa yang dikatakan pria itu, wanita yang mendapat hujaman dari Rion lebih memilih untuk mendesah, menyebut nama Rion berkali-kali bersamaan dengan desahannya.Hingga pada akhirnya, mereka sampai pada puncak itu. Pelepasan yang diiringi dengan erangan hebat dari keduanya. Hingga dua tubuh yang sempat menyatu itu terpisah dan melemas. Berbaring berdampingan dengan satu selimut yang ditarik untuk menutupi tubuh mereka berdua kemudian."Kau begitu bersemangat, Rion," ucap Lily, sang wanita yang kini sudah menyamping.Rion tersenyum, menatap Lily yang kini sudah menyentuhkan jemarinya di dahi Rion. Menyeka keringat yang terlihat. "Kau yang selalu membuatku bersemangat, Lily. It's you, always you." Rion menghadap Lily. Memeluk wanita muda itu ke dalam dekapannya.Suasana romantis setelah bercinta, aroma surga dunia yang yang menguar. Semuanya terlihat indah sampai pada akhirnya Rion bangkit dari ranjang empuk tersebut. Bersamaan dengan pelukan yang lantas terlepas begitu saja setelah satu kecupan di darat pada kening Lily."Langsung pergi?" tanya Lily yang kini menatap ke arah Rion.Rion menganggukkan kepalanya. Dia meraih pakaiannya yang berserakan. Memakainya satu persatu. Sementara Lily bangun dari tidurnya, terduduk dengan selimut tebal yang berusaha menutupi tubuhnya. Kalau sudah seperti ini, Lily hanya bisa terdiam sembari memperhatikan Rion di sana. Tidak ada hal yang bisa dia lakukan, dan tidak akan pernah ada.Pada nyatanya, Lily tidak memiliki hak untuk melarang Rion pergi. Mereka berdua tidak memiliki hubungan yang seperti itu."Istriku mungkin sudah menunggu di rumah," ucap Rion santai, seolah dia tengah berbicara tanpa beban sama sekali.Iya. Lily dan Rion bukan sepasang suami istri, bukan kekasih, bukan juga seorang wanita yang sengaja di sewa oleh pria tampan dan mapan seperti Rion. Hubungan mereka hanya sebatas rekan kerja. Rekan kerja yang secara tidak sengaja terjebak dalam hubungan tanpa status seperti ini. Sebagai teman di atas ranjang."Sampaikan salamku pada istrimu." Lily menyandarkan tubuhnya pada sandaran ranjang tersebut.Mendengar hal itu dari Lily, Rion lantas tersenyum miring. "Kau benar-benar seperti ular, Lily."Lily menunjukan senyuman tipisnya. "Kau yang mengajariku, Pak Rion.""Wow, gadis kecilku ini sudah mulai berani juga ya ternyata?" Rion mengaitkan kancing terakhir kemejanya. Kemudian mendekat pada Lily."Jangan kecupan. Cepatlah pergi sebelum istrimu menghubungiku untuk menanyakan keberadaanmu." Lily mendorong tubuh Rion untuk menjauh darinya.Rion berdiri dengan tatapan kecewanya pada Lily. "Are you serious? Beri aku satu kecupan tidak akan membuat waktu habis, Lily. Come on!""Pak Rion, you just waste your time. Pergilah sekarang, atau aku akan kembali menahanmu di sini? Kau tahu itu bukanlah hal yang sulit," ucap Lily. Sedikit mengancam.Ancaman yang lantas membuat Rion menghela nafasnya dan segera meraih tas kerja miliknya yang berada di sofa, dengan jas hitam yang digantungkan di lengannya. "Baiklah, aku kalah. Aku pulang sekarang. Sampai jumpa besok, Lily.""Sampai jumpa, Pak Rion," balas Lily sebelum pada akhirnya Rion berlalu dari sana.Lily menghela nafasnya. Dia bukan tidak ingin mendapat kecupan dari Rion. Hanya saja, dia takut jika pada akhirnya dia akan jatuh terlalu dalam pada pesona Rion.Melepaskan selimut yang melingkari tubuhnya, Lily bangkit dari ranjangnya. Membiarkan tubuh polosnya terekspos sembari berjalan menuju kamar mandi yang ada di kamarnya. Berendam adalah hal yang akan menenangkan untuknya saat ini."Pasti anak bodoh itu!" Keluh Lily setelah beberapa menit berada di dalam bathub.Dia mendengar ada suara seseorang yang masuk ke dalam kamarnya. Telinga Lily cukup peka dengan suara di sekitarnya. Termasuk dengan langkah kaki yang terdengar menuju ke arahnya."Good night, my little queen!"Lily mendecak. Dugaannya benar, yang datang adalah pria itu. Pria yang selama ini dekat dengannya. "Sial.""Wow! Aku menyapa, sayang. Kenapa malah memaki seperti itu? Seharusnya kau menyambut kedatanganku." Satu sentuhan jemari mendarat di wajah Lily. Pria tinggi dengan pakaian serba hitam itu menatap Lily dengan senyumannya. "Kau tidur lagi dengannya?""Keluar, Arsen!" Lily menepis tangan pemilik nama Arsen itu."Jawab pertanyaanku, Lily. Kau tidur lagi dengan pria itu?" tanya Arsen sekali lagi."Kau tidak harus mengetahui segala hal tentangku, Arsen. Keluarlah, di mana sopan santun mu menerobos masuk ke dalam kamar mandi seorang wanita?"Arsen terkekeh ringan. "Sejak kapan di antara kita ada sopan santun, Lily?"Arsen tak salah, hanya saja tidak sepenuhnya benar juga. Mereka memang sedekat itu selama ini, saling berbagi cerita, canda, duka, dan hal lainnya. Sebuah hubungan yang dibalut dengan kata 'teman'.Tentu, teman yang tidak biasa. Teman yang terlalu melenceng dari teman yang semestinya."Arsen, please. Keluar sebelum aku berteriak."Lily kepalang kesal. Dia melemparkan apa pun yang bisa di raih jemarinya. Hingga lilin aroma yang ada di sampingnya lah yang dia lemparkan pada Arsen. Beruntung pria itu memiliki reflek yang bagus, hingga dapat menangkap lilin yang kini telah padam."Oke, tenanglah. Aku akan menunggu di luar." Arsen menatap Lily lekat. Dia mengalah. "Tapi biarkan aku mengatakan satu hal padamu, Lily.""Kalau kau ingin mengatakan hal itu lagi, aku tidak ingin mendengarnya."Terdiam sejenak, Arsen kali ini mengeraskan rahangnya. Lilin yang berada di dalam genggamannya dia lemparkan dengan sembarang. Dengan suara yang terdengar, mungkin lilin itu telah hancur sekarang."Berhentilah menjadi wanita murahan seperti itu, Lily! Kau benar-benar seperti jalang sekarang! Kau sampai melakukan hal ini hanya demi tujuan gila mu itu. Kau hanya menyiksa dirimu sendiri, sialan!"Arsen lantas keluar dari kamar mandi tersebut, dengan pintu yang kembali di tutup dengan keras sehingga membuat Lily terkejut dengan suara yang terdengar. Pria itu meninggalkannya kembali di dalam sana, meninggalkan Lily yang kini sudah mengusap wajahnya kasar."Aku memang terlihat murahan, Arsen. Tapi ini semua harus aku lakukan sampai semuanya selesai. Sampai dia juga merasakan penderitaannya.""Kita berhenti bertemu saja, Arsen."Arsen terkejut. Belum sampai Lily mendaratkan tubuhnya di sofa, wanita itu sudah berujar demikian."Apa maksudmu? Berhenti bertemu bagaimana? Kau mau menghindari aku? Begitu?" tanya Arsen mendesak.Mendaratkan bokongnya untuk duduk di sofa lain di sisi Arsen, Lily hanya menganggukkan kepala untuk merespon rentetan pertanyaan Arsen."Why? Kau masih marah karena tadi? Come on, Lily! Kau tahu kalau kau semakin berubah setiap harinya? Kau semakin menyeramkan." Protes Arsen masih tak terima. "Dan kau semakin mengaturku." Tepat! Lily mengatakannya dengan tepat."Aku bukan mengatur. Aku hanya tidak ingin kau terus menerus dimanfaatkan oleh pria itu! Kau tidak harus terus menerus menjadi budak seksnya." "Siapa yang mengatakan aku menjadi budak seksnya? Kita sama-sama menikmatinya. Aku juga menikmati tubuhnya, bukan hanya Rion." Lily meraih satu batang rokok milik Arsen yang tergeletak di meja. Mengapitnya dengan ibu jari dan telunjuknya."Wow! Kau bahkan
"Pak Rion, pukul dua siang nanti akan ada pertemuan dengan salah satu trainee yang akan didebutkan beberapa bulan ke depan. Dan setelah itu, kita harus bertemu dengan Arsen Lavian untuk membahas soal kontrak. Sebab, tadi pagi manager Arsen mengatakan kalau mereka ingin bertemu langsung denganmu jika ingin dia pindah ke agensi kita dengan lancar." Lily berdiri di hadapan Rion yang kini sudah duduk di kursi kerjanya.Ya, kembali pada realita. Jika Lily juga merupakan sekretaris Rion. Pria yang semalam menggagahinya. "Atur saja. Sekarang sudah jam makan siang. Kau boleh beristirahat dulu sejenak untuk makan, Nona Lily," ucap Rion dengan jas yang dia lepaskan dari tubuhnya."Baik. Kalau begitu aku permisi dulu, Aku akan kembali setelah makan siang," ucap Lily dengan sedikit menunduk pada Rion, berniat untuk berpamitan dengannya."Aku menyuruhmu untuk makan, bukan untuk pergi dari sini, Lily."Ucapan yang baru saja Rion katakan membuat Lily menghentikan langkahnya dan kembali menoleh pada
"Maaf, tapi aku memang harus mengganggu waktu kalian," ucap Lily yang baru saja masuk kembali ke dalam ruangan Rion tak lama setelah dia keluar.Kehadiran yang membuat dua orang itu menghentikan aktivitasnya."Pak Rion, Manager Arsen meminta kita bertemu hari ini. Tempatnya juga mereka yang menentukan, dia mengatakan kalau tidak ada waktu lain selain hari ini," ucap Lily setelah menyapa Jira kembali dengan senyuman tipisnya."Batalkan atau tunda saja pertemuan dengan trainee, kita lebih dahulukan untuk bertemu dengan Arsen. Aku tahu bagaimana sifat pria itu. Jadi, jangan sampai dia membatalkan rencananya untuk masuk agensi kita." Rion meraih jas miliknya, memakainya dengan terburu-buru. "Kita berangkat ke sana sekarang.""Baik."Mengecup kening wanita yang tengah terduduk, Rion memberikan satu usapan pada kepala sang istri. "Aku pergi dulu. Lebih baik kau pulang saja, kalau semuanya lancar, aku akan pulang lebih cepat," ucap Rion dengan satu kecupan lain yang diberikan pada kening Jir
"I want you. I miss yout touch, Lily."Mendengar hal itu dari bibir Arsen membuat Lily tersenyum melihat ke arahnya. "You want me so bad?" tanyanya dengan bibir bawahnya sendiri yang kemudian dia gigit. She's doin a flirty.Arsen mengangguk cepat, begitu yakin tanpa harus berpikir terlebih dahulu. Jawabannya sudah terpatri di kepala."Aku akan masuk ke dalam bersamamu," ucap Lily setengah berbisik.Hal itu lantas membuat Arsen tersenyum begitu lebar. Seolah dia tengah mendapatkan kemenangannya. Langkahnya pun nampak semakin cepat, membuat Lily harus susah payah mensejajarkan langkahnya dengan langkah lebar Arsen."Kemari." Arsen menarik tangan Lily untuk masuk ke dalam ruangan tersebut bersamanya.Lily hanya menurut, membiarkan dirinya ditarik ke dalam ruangan sebelum akhirnya Arsen mengunci pintu dan mengurung tubuhnya dengan kedua tangan, hingga punggung Lily menyentuh tembok dingin di sana.Arsen mendekatkan kepalanya, berniat meraih bibir Lily dengan bibirnya. Tetapi, pada saat be
“Oh? Kau tidak melihat update baru dari istrimu di sosial medianya? Sepertinya dia juga sedang ada di kota ini."Rion terkejut, begitu pula dengan Lily. Saat di perjalanan kemari Rion mengatakan akan mengajaknya menginap semalam di sini, tentu tanpa sepengetahuan siapa pun termasuk Arsen. Mereka berdua ingin menghabiskan waktu bersama sebelum besok pagi sekali kembali pulang.Namun, apa yang dikatakan Arsen membuat keduanya terkejut. Rion segera mengecek ponselnya untuk memastikan kebenaran atas apa yang Arsen katakan, dan benar saja, Jira sedang berada di kota yang sama dengannya. Rion membuka pesan yang masuk ke dalam ponselnya, ada salah satu pesan masuk dari sang istri.[Rion, aku mendengar kau sedang melakukan pertemuan dengan Arsen. Hubungi aku kalau sudah selesai, aku baru saja selesai bertemu dengan temanku di kota yang sama denganmu. Ayo berlibur di sini sampai besok. Sudah lama kita tidak berlibur bersama, aku merindukanmu.]“Jira memang di sini ternyata,” ucap Rion setelah
Jika dihitung, sudah sekitar empat bulan sejak Lily menjadi teman tidur Rion. Semua itu bermula dari Rion yang pergi untuk melakukan pekerjaan mereka di luar kota. Di sanalah malam pertama mereka terjadi. Malam yang membuat Rion menginginkan Lily lagi dan lagi, hingga saat ini."Sedang memikirkan Rion?" tanya Arsen tiba-tiba.Lily tersentak, dia tersadar dari lamunannya akan hari itu. "Kembalilah ke kamarmu, Arsen.""Kenapa? Tidak takut kesepian?""Apa aku pernah mengatakan aku kesepian? Never, Arsen."Kekehan terdengar dari Arsen. Pria yang tengah berbaring di atas sofa dengan paha Lily sebagai bantal itu menatap wanita yang sama sekali tak menunduk menatap ke arahnya."Kapan ya terakhir kali kita staycation? Seingatku tahun lalu kita masih bisa staycation bersama. Menghabiskan waktu berdua saja." Arsen menatap Lily lekat. Tangannya terulur menyentuh pipi wanita itu. "Sekarang kau banyak berubah."Lily menunduk. Menatap Arsen yang berbaring di pangkuannya. Dia tidak bisa mengelak, apa
"Hanya saja, Jira mulai curiga denganku. Dia baru saja bertanya apa aku berkencan dengan wanita lain."Lily tampak terlihat tenang saat Rion mengatakan hal tersebut. Tangannya malah bergerak untuk meraih jemari Rion, menautkan jemarinya pada jari panjang milik pria itu. "Apa dia mencurigai aku sebagai wanita itu?"Rion menahan senyumnya. Dia merasa cukup kesal dan khawatir secara bersamaan sampai beberapa saat lalu. Namun, respon yang diberikan Lily sekarang mampu membuatnya lebih baik. Dia juga juga merasa lebih nyaman. Perlakuan yang Lily berikan saat mereka tengah berdua seperti ini memang menjadi yang ternyaman untuk Rion. Kenyamanan yang tidak dia dapatkan dari sang istri."Tidak. Dia malah curiga pada Viona, salah satu trainee."Lily menatap Rion. "Benarkah? Kenapa bisa begitu?""Karena akhir-akhir ini kita sering menemuinya. Dia kira aku dan Viona hanya menjadikan itu alasan," ucap Rion tertawa kecil. "Jira tidak tahu ada wanita yang lebih membuatku tergoda," tambahnya dengan s
"Bagaimana kalau ternyata aku datang untuk membalas dendam? How do you think, Rion?"Mungkin terdengar seperti Lily menggali kuburannya sendiri. Hanya saja dia sengaja memancing respon Rion di sana. Untuk memastikan apa yang harus dia lakukan dengan rencana balas dendam yang selanjutnya.Rion tak kunjung memberikan jawaban. Yang dilakukan pria itu hanya terdiam menatap Lily yang tengah tersenyum. Hal itu lantas membuat Lily akhirnya tertawa."Seandainya, Rion. Apa kau takut aku benar-benar datang karena akan membalas dendam?" tanya Lily di tengah tawanya. Ini benar-benar memuaskan!Rion terdiam sejenak, sebelum akhrinya menggelengkan kepala. "Itu karena kau begitu cantik," ucap Rion dengan satu kecupan pada bibir Lily.Benar-benar hal yang tak disangka."Jira sudah bangun. Seharusnya kau segera kembali ke sana. Bagaimana pun, kau tidak ingin dia tahu tentang kita bukan? Karena kau tidak menginginkan perceraian," jelas Lily.