"Kita berhenti bertemu saja, Arsen."
Arsen terkejut. Belum sampai Lily mendaratkan tubuhnya di sofa, wanita itu sudah berujar demikian."Apa maksudmu? Berhenti bertemu bagaimana? Kau mau menghindari aku? Begitu?" tanya Arsen mendesak.Mendaratkan bokongnya untuk duduk di sofa lain di sisi Arsen, Lily hanya menganggukkan kepala untuk merespon rentetan pertanyaan Arsen."Why? Kau masih marah karena tadi? Come on, Lily! Kau tahu kalau kau semakin berubah setiap harinya? Kau semakin menyeramkan." Protes Arsen masih tak terima."Dan kau semakin mengaturku." Tepat! Lily mengatakannya dengan tepat."Aku bukan mengatur. Aku hanya tidak ingin kau terus menerus dimanfaatkan oleh pria itu! Kau tidak harus terus menerus menjadi budak seksnya.""Siapa yang mengatakan aku menjadi budak seksnya? Kita sama-sama menikmatinya. Aku juga menikmati tubuhnya, bukan hanya Rion." Lily meraih satu batang rokok milik Arsen yang tergeletak di meja. Mengapitnya dengan ibu jari dan telunjuknya."Wow! Kau bahkan merokok sekarang?" Satu kejutan lain untuk Arsen.Lily menggedikkan kedua bahunya. Meletakan rokok itu tepat di bibirnya, sebelum akhirnya meraih pemantik milik Arsen dan menyalakan rokok yang diapit bibirnya.Hingga detik berikutnya, Lily terbatuk saat dia mencoba menghisap asap nikotin itu."Jangan gila, Lily. Sudah kuduga karena kau membenci asap rokok!"Arsen merebut rokok yang Lily apit di tangannya. Kemudian mematikan rokok tersebut dan mematahkannya. Melemparkan sisa rokok itu pada meja dengan kasar.Melihat itu, Lily lantas tertawa. Seolah Arsen tengah melakukan hal yang begitu lucu. Padahal, tidak sama sekali."Betul sekali! Aku tidak suka menghisap asap rokok. Aku lebih suka menghisap milik Rion atau milikmu," ujar Lily tanpa beban.Dan sialnya, kalimat seperti itu saja sudah mampu membuat tubuh Arsen meremang. Lily benar-benar gila dan membawanya gila bersama. Tapi, dia tidak suka dengan nama pria lain yang disebutkan di sana."Lily, kau yakin akan terus menjadi wanita simpanan Rion? Meski aku membencinya, tapi aku lebih setuju kalau kau segera menyingkirkan istrinya dan menikah bersamanya. Dibandingkan dengan menjadikanmu selingkuhan, seperti sekarang."Lily bersandar pada sofa. Kakinya disilangkan, begitu juga dengan kedua tangan yang tersilang di depan dada. Wanita berusia dua puluh lima tahun itu tengah menunjukan keangkuhannya."Kau tahu tujuanku bukan itu, Ars," ucapnya tenang.Menghela nafas dan memejamkan matanya sejenak. Dia sudah menduga jika Lily akan tetap bersikukuh. Lily memang kerap kali keras kepala."Rion terlalu berbahaya. Begitu juga dengan istrinya," jelas Arsen kemudian.Lily menaikan alisnya menatap Arsen. Seolah meminta penjelasan yang lebih dari apa yang pria itu katakan."Kau mungkin akan berada dalam bahaya, cepat atau lambat. Kemungkinan terburuknya, kau bisa mati." Arsen menatap Lily lekat sembari menjelaskan.Bohong kalau Lily mengatakan dia tak takut dengan apa yang dijelaskan Arsen. Namun, meski begitu Lily berusaha menunjukan sikap tenangnya. Bersamaan dengan keangkuhan yang sama sekali tak berniat dia hilangkan. Lily tetap berpegang teguh pada prinsipnya.Apa yang dia yakini, itu juga yang akan terjadi."Kau pikir siapa yang berani membunuhku?" Yap! Lily dengan keangkuhannya.Arsen menggerakkan lidahnya untuk menyentuh sudut bibirnya. Dia menatap Lily dengan rasa kesal yang dia rasakan di dalam dadanya. Satu alisnya terangkat, dengan sorot mata yang menajam. Auranya terlihat lebih mendominasi sekarang.Dan meski begitu, Lily tak gentar. Masih tetap mempertahankan keangkuhannya menghadapi Arsen. Dia berusaha tak menunjukan ketakutannya terhadap Arsen."Haruskah aku menghamili mu saja agar kau berhenti?" Kesal Arsen dengan rahang yang mengeras.Bukannya ketakutan dengan yang dikatakan Arsen, Lily malah tertawa mendengarnya. "Lakukan. Lakukan jika kau bisa melakukannya. Hanya saja, biar aku ingatkan jika sampai hal itu terjadi."Lily bangkit dari duduknya, dia berdiri tepat di hadapan Arsen. Tangannya terulur pada dagu pria itu, menariknya perlahan hingga membuat Arsen mendongak ke arahnya."Jika itu terjadi, itu akan menjadi akhir bagi kita berdua. Tidak ada pertemanan atau semacamnya lagi. Kau dan aku, benar-benar berakhir. Begitu juga dengan kesepakatan di antara kita," lanjut Lily.Detik berikutnya, Lily melepaskan jemarinya dari dagu Arsen. Tangannya kembali melipat di depan dada. Disertai senyuman tipis yang meremehkan.Arsen diam, menatap Lily masih dengan tatapan tajamnya. Lily benar-benar tahu bagaimana caranya menekan Arsen. Membuatnya tak berkutik hingga berakhir terdiam dan tak lagi melawan. Pada kenyataannya, Arsen memang paling takut jika apa yang Lily sebutkan benar-benar terjadi."Keluarlah. Pulang dan beristirahat. Kau bahkan baru saja pulang dari luar kota." Lily menunjuk pintu keluar apartemennya dengan kepala. "Aku juga tidak mau terlibat skandal dengan seorang idola sepertimu. Kau tahu aku paling tidak suka kehidupan pribadiku terekspos bukan?" tambah Lily menegaskan.Arsen bangkit dari duduknya. Pria itu berdiri tepat di hadapan Lily."Aku mengakhiri kontrak dengan agensiku sekarang dan akan bergabung di perusahaan milik pria itu. Kita akan sering bertemu, Little queen." Kali ini Arsen menunjukan senyuman kemenangannya. Tangannya menepuk satu sisi pipi Lily dengan lembut.Kali ini giliran Lily yang dibuat bungkam oleh Arsen."Datang ke atas kalau membutuhkan sesuatu. Aku merindukanmu, Love. Sampai jumpa besok." Satu kecupan Arsen daratkan tepat pada rahang Lily.Mengingat mereka berada di gedung apartemen yang sama, maka Arsen berujar demikian. Meski pada faktanya Arsen tinggal di lantai hampir paling atas. Unit apartemen yang begitu mewah."Jangan melakukan hal yang gila, Arsen. Jangan menghancurkan rencanaku," teriak Lily pada Arsen yang sudah melangkah meninggalkannya.Arsen menoleh dan lantas menunjukan senyumannya. Kali ini bukan hanya Lily yang menekan dirinya, sebab sekarang poin mereka sudah satu sama. Pada akhirnya mereka berdua memang saling membutuhkan satu sama lain untuk bekerja sama. Karena pada dasarnya mereka memegang kelemahan satu sama lain."Aman. Selama kau berada dalam pengawasanku. Kau dan Rion, kalian akan aku awasi. Deal, my little queen?" tanyanya dengan senyuman miring."Hanya mengawasi, bukan berarti kau dapat terlibat dengan urusanku dan Rion juga dengan segala rencanaku," ucap Lily penuh penekanan. Tak mau kalah."Aku tidak bisa berjanji.""Pak Rion, pukul dua siang nanti akan ada pertemuan dengan salah satu trainee yang akan didebutkan beberapa bulan ke depan. Dan setelah itu, kita harus bertemu dengan Arsen Lavian untuk membahas soal kontrak. Sebab, tadi pagi manager Arsen mengatakan kalau mereka ingin bertemu langsung denganmu jika ingin dia pindah ke agensi kita dengan lancar." Lily berdiri di hadapan Rion yang kini sudah duduk di kursi kerjanya.Ya, kembali pada realita. Jika Lily juga merupakan sekretaris Rion. Pria yang semalam menggagahinya. "Atur saja. Sekarang sudah jam makan siang. Kau boleh beristirahat dulu sejenak untuk makan, Nona Lily," ucap Rion dengan jas yang dia lepaskan dari tubuhnya."Baik. Kalau begitu aku permisi dulu, Aku akan kembali setelah makan siang," ucap Lily dengan sedikit menunduk pada Rion, berniat untuk berpamitan dengannya."Aku menyuruhmu untuk makan, bukan untuk pergi dari sini, Lily."Ucapan yang baru saja Rion katakan membuat Lily menghentikan langkahnya dan kembali menoleh pada
"Maaf, tapi aku memang harus mengganggu waktu kalian," ucap Lily yang baru saja masuk kembali ke dalam ruangan Rion tak lama setelah dia keluar.Kehadiran yang membuat dua orang itu menghentikan aktivitasnya."Pak Rion, Manager Arsen meminta kita bertemu hari ini. Tempatnya juga mereka yang menentukan, dia mengatakan kalau tidak ada waktu lain selain hari ini," ucap Lily setelah menyapa Jira kembali dengan senyuman tipisnya."Batalkan atau tunda saja pertemuan dengan trainee, kita lebih dahulukan untuk bertemu dengan Arsen. Aku tahu bagaimana sifat pria itu. Jadi, jangan sampai dia membatalkan rencananya untuk masuk agensi kita." Rion meraih jas miliknya, memakainya dengan terburu-buru. "Kita berangkat ke sana sekarang.""Baik."Mengecup kening wanita yang tengah terduduk, Rion memberikan satu usapan pada kepala sang istri. "Aku pergi dulu. Lebih baik kau pulang saja, kalau semuanya lancar, aku akan pulang lebih cepat," ucap Rion dengan satu kecupan lain yang diberikan pada kening Jir
"I want you. I miss yout touch, Lily."Mendengar hal itu dari bibir Arsen membuat Lily tersenyum melihat ke arahnya. "You want me so bad?" tanyanya dengan bibir bawahnya sendiri yang kemudian dia gigit. She's doin a flirty.Arsen mengangguk cepat, begitu yakin tanpa harus berpikir terlebih dahulu. Jawabannya sudah terpatri di kepala."Aku akan masuk ke dalam bersamamu," ucap Lily setengah berbisik.Hal itu lantas membuat Arsen tersenyum begitu lebar. Seolah dia tengah mendapatkan kemenangannya. Langkahnya pun nampak semakin cepat, membuat Lily harus susah payah mensejajarkan langkahnya dengan langkah lebar Arsen."Kemari." Arsen menarik tangan Lily untuk masuk ke dalam ruangan tersebut bersamanya.Lily hanya menurut, membiarkan dirinya ditarik ke dalam ruangan sebelum akhirnya Arsen mengunci pintu dan mengurung tubuhnya dengan kedua tangan, hingga punggung Lily menyentuh tembok dingin di sana.Arsen mendekatkan kepalanya, berniat meraih bibir Lily dengan bibirnya. Tetapi, pada saat be
“Oh? Kau tidak melihat update baru dari istrimu di sosial medianya? Sepertinya dia juga sedang ada di kota ini."Rion terkejut, begitu pula dengan Lily. Saat di perjalanan kemari Rion mengatakan akan mengajaknya menginap semalam di sini, tentu tanpa sepengetahuan siapa pun termasuk Arsen. Mereka berdua ingin menghabiskan waktu bersama sebelum besok pagi sekali kembali pulang.Namun, apa yang dikatakan Arsen membuat keduanya terkejut. Rion segera mengecek ponselnya untuk memastikan kebenaran atas apa yang Arsen katakan, dan benar saja, Jira sedang berada di kota yang sama dengannya. Rion membuka pesan yang masuk ke dalam ponselnya, ada salah satu pesan masuk dari sang istri.[Rion, aku mendengar kau sedang melakukan pertemuan dengan Arsen. Hubungi aku kalau sudah selesai, aku baru saja selesai bertemu dengan temanku di kota yang sama denganmu. Ayo berlibur di sini sampai besok. Sudah lama kita tidak berlibur bersama, aku merindukanmu.]“Jira memang di sini ternyata,” ucap Rion setelah
Jika dihitung, sudah sekitar empat bulan sejak Lily menjadi teman tidur Rion. Semua itu bermula dari Rion yang pergi untuk melakukan pekerjaan mereka di luar kota. Di sanalah malam pertama mereka terjadi. Malam yang membuat Rion menginginkan Lily lagi dan lagi, hingga saat ini."Sedang memikirkan Rion?" tanya Arsen tiba-tiba.Lily tersentak, dia tersadar dari lamunannya akan hari itu. "Kembalilah ke kamarmu, Arsen.""Kenapa? Tidak takut kesepian?""Apa aku pernah mengatakan aku kesepian? Never, Arsen."Kekehan terdengar dari Arsen. Pria yang tengah berbaring di atas sofa dengan paha Lily sebagai bantal itu menatap wanita yang sama sekali tak menunduk menatap ke arahnya."Kapan ya terakhir kali kita staycation? Seingatku tahun lalu kita masih bisa staycation bersama. Menghabiskan waktu berdua saja." Arsen menatap Lily lekat. Tangannya terulur menyentuh pipi wanita itu. "Sekarang kau banyak berubah."Lily menunduk. Menatap Arsen yang berbaring di pangkuannya. Dia tidak bisa mengelak, apa
"Hanya saja, Jira mulai curiga denganku. Dia baru saja bertanya apa aku berkencan dengan wanita lain."Lily tampak terlihat tenang saat Rion mengatakan hal tersebut. Tangannya malah bergerak untuk meraih jemari Rion, menautkan jemarinya pada jari panjang milik pria itu. "Apa dia mencurigai aku sebagai wanita itu?"Rion menahan senyumnya. Dia merasa cukup kesal dan khawatir secara bersamaan sampai beberapa saat lalu. Namun, respon yang diberikan Lily sekarang mampu membuatnya lebih baik. Dia juga juga merasa lebih nyaman. Perlakuan yang Lily berikan saat mereka tengah berdua seperti ini memang menjadi yang ternyaman untuk Rion. Kenyamanan yang tidak dia dapatkan dari sang istri."Tidak. Dia malah curiga pada Viona, salah satu trainee."Lily menatap Rion. "Benarkah? Kenapa bisa begitu?""Karena akhir-akhir ini kita sering menemuinya. Dia kira aku dan Viona hanya menjadikan itu alasan," ucap Rion tertawa kecil. "Jira tidak tahu ada wanita yang lebih membuatku tergoda," tambahnya dengan s
"Bagaimana kalau ternyata aku datang untuk membalas dendam? How do you think, Rion?"Mungkin terdengar seperti Lily menggali kuburannya sendiri. Hanya saja dia sengaja memancing respon Rion di sana. Untuk memastikan apa yang harus dia lakukan dengan rencana balas dendam yang selanjutnya.Rion tak kunjung memberikan jawaban. Yang dilakukan pria itu hanya terdiam menatap Lily yang tengah tersenyum. Hal itu lantas membuat Lily akhirnya tertawa."Seandainya, Rion. Apa kau takut aku benar-benar datang karena akan membalas dendam?" tanya Lily di tengah tawanya. Ini benar-benar memuaskan!Rion terdiam sejenak, sebelum akhrinya menggelengkan kepala. "Itu karena kau begitu cantik," ucap Rion dengan satu kecupan pada bibir Lily.Benar-benar hal yang tak disangka."Jira sudah bangun. Seharusnya kau segera kembali ke sana. Bagaimana pun, kau tidak ingin dia tahu tentang kita bukan? Karena kau tidak menginginkan perceraian," jelas Lily.
Ya, Jira Aldista. Istrinya sendiri.Jira menggelengkan kepalanya tak percaya. Jantungnya berdegup kencang saking terkejutnya dengan pemandangan yang dia dapati. Dimana suaminya tengah memangku wanita lain dengan pakaian yang sama-sama berantakan."Kau menyuruhku datang hanya untuk memperlihatkan ini, Rion? Brengsek sekali!" teriak Jira dengan kemarahannya.Sedangkan Lily menatap Rion dengan cepat. Menatap pria itu tajam. "Kau sengaja melakukan ini?""Surprise, Lily," bisik Rion tepat di telinga Lily.Jira berjalan dengan cepat pada Lily yang masih berada di atas pangkuan Rion. Sebab pria itu masih mencoba menahan tubuhnya agar tak beranjak. Tak perduli dengan Jira yang kini terlihat sangat amat marah."Wanita murahan. Jalang sialan!"Jira berniat meraih rambut Lily. Namun, dengan cepat Rion memutar kursinya. Membuat Jira tak dapat meraih rambut Lily di sana. Rion melindunginya."Rion brengsek! Kenapa kau jahat s