Share

Bab 25

Author: perdy
last update Last Updated: 2025-05-07 12:00:45

Malam itu hujan turun rintik-rintik di luar jendela apartemen. Nayla duduk sendirian di sofa ruang tengah, menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda. Cahaya dari layar laptop menerangi wajahnya yang lelah. Sudah hampir tengah malam, dan Galan belum juga pulang—tak ada kabar, tak ada pesan, seolah ia telah terbiasa dengan ketidakhadiran suaminya.

Suara pintu terbuka membuat Nayla menoleh. Galan masuk dengan jas tersampir di lengan dan dasi yang sudah dilonggarkan. Wajahnya terlihat lelah, namun ada sesuatu yang berbeda dari sinarnya—sebuah keceriaan yang tak cocok dengan seseorang yang baru saja menghadiri meeting bisnis hingga larut malam.

"Oh, kau masih bangun," kata Galan, sedikit terkejut melihat Nayla.

"Deadline," jawab Nayla singkat, kembali menatap layar laptopnya. "Meeting sampai selarut ini?"

Galan meletakkan tasnya di meja. "Ya, lalu kami melanjutkan diskusi di restoran. Kau tahu bagaimana orang-orang Singapura—mereka ingin membicarakan
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 184

    "Itu satu-satunya hal yang bisa bikin kamu denger! Kalau aku kasih solusi, kamu anggap aku ganggu. Kalau aku kasih peringatan, kamu anggap aku negatif!"Kini mereka berdua sama-sama berteriak. Ketegangan profesional berubah jadi pertarungan pribadi yang telanjang."Jadi solusi kamu adalah ambil alih perusahaan lewat jalur belakang? Bawa investor pemangsa dan singkirkan aku dari semua keputusan?""Solusi aku adalah kasih kendali ke orang yang mau pegang kendali! Yang nggak terus-menerus mikirin apa yang dipikirin mantan pacarnya setiap kali mau ambil keputusan!""Apa maksudmu?!""Maksudku..." Alya mengusap air mata dengan punggung tangan, suaranya pecah. "Tiap keputusan besar yang kamu ambil setahun terakhir itu—selalu tentang Nayla. Ekspansi ke sektor edukasi? Biar bisa bersaing sama perusahaannya. Tender Nordic? Kamu lebih sibuk buktiin diri ke dia daripada bikin proposal yang kompetitif. Dan sekarang kerja sama? Aku lihat semuanya, Galan."Seperti ditampar. Galan terdiam."Kerja sam

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 183

    Galan tidak bisa tidur. Hampir tengah malam, tapi pikirannya terus berputar—Richard, Alya, ultimatum 24 jam, dan pertemuan dengan Nayla besok pagi.Ia bangkit dari ranjang dan berjalan ke dapur untuk mengambil air. Baru saja membuka kulkas, suara kunci di pintu depan membuatnya menoleh.Alya.Ia masuk dengan langkah goyah, sepatu heels di tangan, rambut agak berantakan. Bau wine tercium samar—bukan mabuk, tapi cukup membuatnya kehilangan filter."Aku kira kamu sudah pergi," ujar Galan dari ambang pintu dapur."Aku memang pergi," sahut Alya sambil meletakkan heels-nya di lantai dan tas di sofa. "Tapi aku sadar, kita belum selesai bicara.""Bicara atau berantem?""Terserah kamu mau sebut apa."Alya berjalan ke arah dapur dan langsung membuka rak wine. Tangannya mengambil sebotol Merlot mahal—yang dulu mereka beli di Tuscany, dua tahun lalu."Alya, kamu udah cukup minum.""Jangan bilang apa yang cukup buatku, Galan. Ternyata aku juga nggak cukup qualified buat ambil keputusan sendiri."I

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 182

    Ia berbalik ke Alya. “Jadi ini solusimu? Bukan cari jalan tengah, bukan terbuka dengan kemungkinan lain—kamu langsung rancang kudeta?”“Ini bukan kudeta. Ini restrukturisasi.”“Dengan kamu jadi CEO dan aku jadi penonton?”“Dengan kamu tetap punya posisi, tetap dapat kompensasi—”“Untuk perusahaan yang dulunya milikku?”Alya akhirnya menatap matanya. “Galan, realistislah. Kita kehilangan proyek besar. Kamu mau bermitra dengan kompetitor. Setidaknya dengan investasi ini, kita tetap mandiri dan punya peluang berkembang.”“Di bawah kendalimu.”“Di bawah kepemimpinan yang nggak terikat emosi.”Galan menghela napas panjang. “Richard, berapa banyak Alya cerita tentang hubungan kami?”“Cukup untuk paham dinamika kalian.”“Apakah dia bilang bahwa dia mundur dari manajemen saat tekanan media meningkat? Bahwa selama tiga tahun terakhir kontribusinya hanyalah keluhan soal return investasinya?”“Galan—” suara Alya memperingatkan.“Apakah dia bilang,” lanjut Galan menatap Richard, “bahwa alasannya

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 181

    Galan baru saja keluar dari kamar mandi ketika suara-suara asing terdengar dari ruang tamu. Suara Alya yang familiar, terdengar bercampur dengan suara laki-laki lain—asing, dalam, dan terlalu tenang. Ia melirik jam dinding: pukul tujuh malam. Terlalu malam untuk kunjungan biasa, terlalu rapi untuk sekadar obrolan santai.Masih mengenakan celana santai dan kemeja yang belum dikancingkan penuh, Galan melangkah menuju ruang tamu. Dari lorong, ia melihat Alya duduk di sofa, berhadapan dengan pria paruh baya dalam setelan jas. Di atas meja kopi tergeletak laptop terbuka, tumpukan dokumen, dan dua cangkir kopi yang masih mengepulkan uap.“Galan!” Alya berdiri sambil tersenyum. Terlalu cerah. Terlalu dibuat-buat. “Pas banget. Aku mau kenalin kamu sama seseorang.”Pria itu ikut berdiri dan menjabat tangan Galan. “Richard Tanoto,” ucapnya dengan aksen yang rapi—seperti orang yang besar di luar negeri. Mungkin Singapura, atau Australia. “Senior partner di Meridian Capital.”“Galan Pratama,” bal

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 180

    Galan memasukkan kunci ke pintu apartemennya dengan gerakan pelan dan berat. Setiap langkah dari basement menuju lantai atas terasa seperti mendaki gunung sambil memikul beban yang tak terlihat. Kekalahan dari Nordic masih membekas—seperti luka terbuka yang nyut-nyutan setiap kali wajah Lars Andersen muncul di benaknya saat mengumumkan hasil akhir tender itu.Bright Future Learning.Nayla.Nama itu berputar-putar di kepalanya, menghantui seperti mantra yang tak henti-hentinya menyakitkan.Pintu terbuka sebelum dia sempat memutar gagangnya penuh. Alya berdiri di ambang, wajahnya sulit dibaca—ada cemas, kesal, dan sesuatu yang lebih dalam… campuran antara kecewa dan marah.“Akhirnya juga,” ucapnya, melangkah ke samping memberi jalan. “Aku udah nunggu dari jam tiga.”Galan melepas sepatu dan jas tanpa banyak bicara. Apartemen ini—yang dulu mereka beli bersama saat masih jadi pasangan—kini terasa asing. Seperti panggung sandiwara yang ceritanya sudah usang dan kehilangan penonton.“Kamu n

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 179

    Nayla menatap lembar press release yang baru saja diterima dari tim PR. Font Arial 12, format korporat standar. Tapi setiap kalimat di dalamnya mencerminkan sebuah pencapaian yang, lima tahun lalu, bahkan terlalu mewah untuk sekadar diimpikan."Nordic Education Solutions dengan bangga mengumumkan kemitraan strategis dengan Bright Future Learning sebagai mitra eksklusif di pasar Indonesia. Kemitraan senilai 12 juta dolar ini akan menyediakan solusi pendidikan terintegrasi ke seluruh pelosok negeri..."Dua belas juta dolar.Angka yang dulu hanya ada dalam presentasi pitching dan mimpi tidur penuh harapan, kini tercetak resmi di atas dokumen legal.Anehnya, tak ada rasa meledak yang biasanya muncul dari kemenangan besar. Tak ada sorakan tim, tak ada botol champagne terbuka, bahkan senyum di wajah Nayla pun terasa terlalu kecil untuk ukuran pencapaian sebesar ini.Yang ada hanya kekosongan. Seperti menyusun puzzle selama bertahun-tahun hanya untuk mendapati bahwa potongan terakhir tidak p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status