Share

Bab 88

Penulis: perdy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-08 23:31:41

Udara malam Jakarta terasa lembap dan berat, membawa aroma bunga melati yang ditanam di sepanjang jalan setapak taman. Lampu-lampu LED tersembunyi di antara semak-semak memberikan cahaya lembut yang menciptakan bayangan dramatis di antara pohon-pohon palm dan ficus yang rimbun.

Galan berjalan cepat melintasi corridor hotel menuju taman belakang, langkah-langkahnya bergema di lantai marmer yang kosong. Napasnya sedikit terengah-engah, bukan karena jarak yang ditempuh, tapi karena adrenalin yang mengalir sejak percakapan di meja makan tadi.

Ia melihat siluet Nayla berdiri di dekat air mancur marmer di tengah taman, punggungnya menghadap pintu masuk. Gaun navy blue-nya kontras dengan cahaya putih yang dipantulkan air mancur, menciptakan efek yang hampir ethereal. Tangan kanannya memegang clutch kecil berwarna emas, tangan kirinya bermain-main dengan gelang berlian di pergelangan tangannya.

"Nayla."

Suaranya memecah keheningan taman yang hanya dipenuhi suara gemercik air dan cicak tokek d
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 91

    Arjuna bangkit dari kursinya. "Saya kira presentasi Nayla sudah cukup jelas. Sekarang, saya ingin mendengar pendapat dari masing-masing anggota direksi."Ibu Sari angkat bicara pertama. "Dari sisi finansial, proyeksi yang disampaikan Nayla cukup realistis dan menarik. Risiko investasi sebanding dengan potential return yang ditawarkan."Pak Hartono menyusul. "Dari aspek operasional, saya melihat sinergi yang kuat antara Mahardika Future Tech dengan divisi-divisi existing kita. Ini bisa menjadi competitive advantage yang signifikan."Pak Sutrisno, yang awalnya skeptis, kini terlihat lebih supportive. "Saya harus mengakui, visi yang disampaikan Nayla sangat komprehensif dan well-researched. Meskipun saya masih memiliki kekhawatiran tentang execution, namun secara konsep, ini adalah langkah yang tepat."Satu per satu, anggota direksi menyampaikan pandangan mereka. Mayoritas memberikan respon positif, meskipun dengan beberapa catatan dan saran perbaikan.Setelah mendengar semua masukan, Ar

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 90

    Cahaya matahari pagi menembus jendela kaca berlapis tiga di ruang rapat eksekutif lantai 42, menciptakan permainan cahaya yang elegan di atas meja konferensi kayu mahoni sepanjang empat meter. Di sekeliling meja, duduk tujuh belas anggota direksi Mahardika Group—para veteran industri yang telah membangun kerajaan bisnis ini selama lebih dari tiga dekade.Di ujung meja, Bapak Arjuna Mahardika duduk dengan postur tegap meski usianya telah menginjak tujuh puluh tahun. Jas hitam Armani-nya dipadu dengan dasi sutra biru navy, memberikan kesan otoritas yang tak terbantahkan. Matanya yang tajam menyapu ruangan, memastikan setiap orang memberikan perhatian penuh."Selamat pagi, rekan-rekan," suara Arjuna memenuhi ruangan dengan nada formal namun hangat. "Rapat direksi hari ini memiliki agenda khusus yang akan menentukan arah strategis perusahaan untuk lima tahun ke depan."Para direksi saling bertukar pandangan. Beberapa di antaranya sudah mendapat bocoran tentang rencana besar yang akan dium

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 89

    Pagi Jakarta yang biasanya dipenuhi hiruk-pikuk lalu lintas terasa berbeda hari ini bagi Galan. Melalui jendela lantai 25 kantornya, ia melihat gedung-gedung pencakar langit yang menjulang, tapi pandangannya kosong, pikirannya masih terjebak dalam percakapan semalam di taman Hotel Mulia."Aku akan memastikan itu tidak pernah terjadi."Kata-kata Nayla terus bergema dalam kepalanya seperti alarm yang tidak bisa dimatikan.Smartphone-nya bergetar di atas meja kaca. Notifikasi dari berbagai aplikasi berita bisnis mulai berdatangan. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Galan membuka ponselnya."BREAKING: Mahardika Group Eksplorasi Kemitraan Strategis dengan Sektor Logistik"Jantungnya berdegup kencang saat ia mengklik artikel tersebut.Nayla duduk di kepala meja konferensi, mengenakan blazer putih yang crisp dan celana hitam high-waisted. Rambut panjangnya ditata dalam low bun yang professional, memberikan kesan authoritative namun tetap feminine. Di hadapannya, lima eksekutif senior Mahard

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 88

    Udara malam Jakarta terasa lembap dan berat, membawa aroma bunga melati yang ditanam di sepanjang jalan setapak taman. Lampu-lampu LED tersembunyi di antara semak-semak memberikan cahaya lembut yang menciptakan bayangan dramatis di antara pohon-pohon palm dan ficus yang rimbun.Galan berjalan cepat melintasi corridor hotel menuju taman belakang, langkah-langkahnya bergema di lantai marmer yang kosong. Napasnya sedikit terengah-engah, bukan karena jarak yang ditempuh, tapi karena adrenalin yang mengalir sejak percakapan di meja makan tadi.Ia melihat siluet Nayla berdiri di dekat air mancur marmer di tengah taman, punggungnya menghadap pintu masuk. Gaun navy blue-nya kontras dengan cahaya putih yang dipantulkan air mancur, menciptakan efek yang hampir ethereal. Tangan kanannya memegang clutch kecil berwarna emas, tangan kirinya bermain-main dengan gelang berlian di pergelangan tangannya."Nayla."Suaranya memecah keheningan taman yang hanya dipenuhi suara gemercik air dan cicak tokek d

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 87

    Lampu kristal chandelier memancarkan cahaya hangat ke atas meja bundar yang dihias dengan bunga anggrek putih dan peralatan makan perak. Ruang makan pribadi ini—The Emerald Suite—biasanya disediakan untuk pertemuan bisnis kelas atas atau jamuan diplomatik. Malam ini, ia menjadi arena untuk perang sosial yang diatur dengan hati-hati.Galan duduk dengan postur yang sengaja terkontrol, tangan kirinya bersandar di atas serbet linen, tangan kanannya sesekali mengangkat gelas wine dengan gerakan yang sedikit terlalu hati-hati. Di sampingnya, Alya telah kembali setelah kepergian dramatis dua minggu lalu—tapi kepulangannya datang dengan syarat dan konsekuensi yang belum sepenuhnya terungkap.Di seberang mereka, Nayla Mahardika duduk dengan keanggunan sempurna, gaun biru navy-nya canggih tapi sederhana, gelang berlian di pergelangan tangannya menangkap cahaya setiap kali ia bergerak. Di sebelahnya, Armand Mahardika dalam setelan abu-abu arang yang jelas dibuat khusus, memancarkan otoritas tena

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 86

    Galan duduk sendirian di Meja 3, menatap kosong ke arah gelas wine-nya yang sudah setengah kosong. Kursi di sampingnya—tempat Alya tadi duduk—terasa begitu kosong, pengingat dingin dari percakapan yang baru saja menghancurkan dunia yang telah ia bangun dengan hati-hati."Dia orangnya, kan? Orang yang membuatmu menjadi seperti sekarang ini."Kata-kata Alya bergema dalam kepalanya, tajam dan menyakitkan karena benar-benar tepat.Di sekelilingnya, gala dinner berlanjut dengan ritme yang normal. Tawa, dentingan gelas, percakapan canggih tentang tren pasar dan peluang investasi. Tapi untuk Galan, semuanya terasa teredam, jauh, seperti ia menyaksikan segala sesuatu dari balik kaca tebal.Dari Meja 1, Nayla terlihat sangat nyaman dalam elemennya. Ia terlibat dalam percakapan animasi dengan Pak Susilo Wijaya dan Ibu Mira Tandean, Ketua dari konglomerat ritel terbesar Indonesia. Tawa sesekali dari meja mereka terdengar sangat jelas, percaya diri, menguasai.Nayla tidak melihat ke arahnya lagi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status