Share

Teror Mimpi Buruk

Penulis: Miss_Rain
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-26 19:16:31

Leo menoleh dan memicingkan matanya tak percaya. Apakah Rosemaya, istrinya telah sadar?

Perlahan Leo memeriksa tubuh Rosemaya yang terkulai tak berdaya di atas ranjang rumah sakit. Tubuh yang tengah tak sadarkan diri itu tertutup selimut hingga dada. Nampak tenang dan lelap. Sesekali matanya bergerak-gerak.

 

"Ah ... mungkin ini fase tidur REMnya. Bisa jadi otaknya aktif bekerja saat mimpi buruk itu kembali mengganggunya," pikir Leo menenangkan diri. Pria itu menghela napas dan meninggalkan Rosemaya di atas ranjangnya. 

 

Leo tak curiga meski melihat mata Rosemaya bergerak. Lelaki itu paham betul tentang fase tidur seseorang. Pada fase REM (Rapid Eye Movement), mata akan bergerak-gerak akibat aktifitas otak dan detak jantung yang meningkat. 

 

Lelaki itu lalu memeriksa ke sekeliling ruangan untuk melihat benda apa yang jatuh. Mata Leo lalu tertuju ada remote televisi yang tergeletak di bawah ranjang dekat jendela. 

 

"Mungkin saja benda itu jatuh karena kebetulan," desis Leo. 

 

Logika Leo berpikir bahwa kondisi Rosemaya yang patah tulang parah tidak akan bisa membuatnya bergerak. Jadi dengan tenang pria itu segera kembali duduk di sofa dan memainkan jemari di atas telepon pintarnya. 

 

Fiuh! Lega rasanya bagi Rosemaya setelah suaminya tak lagi curiga. Wanita itu cukup lama berusaha mengatur nafasnya agar nampak tertidur dengan alami. 

 

Rosemaya juga tak tahu bagimana bisa ada benda yang terjatuh padahal tubuhnya tak bisa bergerak. Apakah ini suatu keajaiban? Atau ... ada makhluk lain tak kasat mata di tempat ini? Kuduk Rosemaya meremang membayangkannya.

 

Wanita itu beberapa kali mengatur napas. Setelah tenang, kembali Rosemaya membuka matanya tipis saja. Perempuan itu melirik dengan ekor matanya untuk mengamati apa yang dilakukan oleh Leo. 

 

Suaminya itu telihat sibuk memainkan gawai, tak peduli pada Rosemaya yang hampir meregang nyawa. Leo sepertinya telah kehilangan cintanya pada Rosemaya. 

 

Dua titik bening mengalir dari sudut mata Rosemaya. Ia mengingat perjuangan mereka dalam biduk rumah tangga dulu. Apakah semua itu tak lagi tersisa dalam memori Leo? 

 

Bagaimana bisa ia lebih memilih pulang ke rumah yang lain dari pada ke istana mereka. Mendampingi Rosemaya yang sedang berjuang menyembuhkan luka. Wanita itu sedang berusaha mengumpulkan semangat untuk bangkit dari derita. Kesedihan akibat kemalangan hidup yang dideritanya.

 

"Ya Allah, mengapa harus seberat ini takdir yang harus kujalani? Dosa apa aku di masa lalu hingga Engkau menghukumku begitu berat? Sakittt sekali rasanya, Ya Allah," sesal Rosemaya dalam sudut hatinya. 

 

***

 

Rosemaya berjalan dalam sebuah terowongan gelap yang entah dimana ujungnya akan berakhir. Entah bagaimana bisa ia berada di tempat ini. Ingin bertanya pun tak ada yang bisa menjawabnya. 

 

Sebuah titik putih dari jauh terlihat. Makin lama semakin mendekat dan berubah menjadi sorot sinar putih yang menyilaukan. Rosemaya sampai harus memicingkan mata dan mengangkat telapak tangannya untuk melindungi pandangan. 

 

"Hei, bagaimana bisa kini tanganku kembali berfungsi dengan baik? Bagaimana juga aku bisa berdiri tegak dan berjalan pada lorong gelap ini? Apakah aku sudah mati?" batin Rosemaya bingung. 

 

Wanita itu sempat berpikir di tengah terpaan sinar putih yang semakin menyilaukan. Apa sebenarnya sinar putih itu? Mengapa kehadirannya selalu menimbulkan bahagia dan duka dalam waktu yang nyaris bersamaan?

 

Samar-samar di sela jarinya, Rosemaya melihat sebuah mobil. Mobil travel yang mengangkut bu Widi kala itu. Sebuah mobil dengan penumpang yang tidak terlalu penuh. Sengaja dipilihnya mobil travel yang lengang. Meski sedikit mahal tak apa yang penting ibunya merasa nyaman. 

 

"I-ibu!" pekik Rosemaya tertahan.

 

Dalam sepersekian detik Rosemaya menyadari ia rupanya sedang berada di alam mimpi. Ini, mungkin adalah bagian dari rentetan mimpi buruk yang kerap kali menerornya. Mimpi-mimpi yang hadir menyiksa. Membuat Rosemaya selalu tak bisa tidur nyenyak dan berakhir insomnia. 

 

"A-apalagi yang akan terlihat dalam mimpiku? Apalagi kejadian mengerikan yang harus kualami kali ini?" batin Rosemaya putus asa. 

 

Di saat bersamaan Rosemaya melihat mobil travel itu semakin mendekat. Mobil itu berjalan kencang dengan sopir yang sedang menyetir dalam kondisi prima. Tidak mengantuk, tidak pula ugal-ugalan. Semuanya aman terkendali. 

 

Namun saat mobil itu berada semakin dekat dengan tempat Rosemaya berdiri. Sopir membelalakkan mata tak percaya. Seolah ada pemandangan mengejutkan yang membuatnya mengerem mendadak dan membanting kemudi. Hingga mobil itu hilang kendali, terpelanting, terguling dan menewaskan semua yang ada di dalamnya. 

 

"Innalillahi wainailahi rojiun."

 

"Astagfirullah, Ibu!!!!" jerit Rosemaya histeris. 

 

Gegas Rosemaya mendekati mobil travel yang ditumpangi Bu Widi tersebut. Di dalam mobil yanh terbali itu semua penumpang nampak terkapar penuh darah. Anehnya, Bu Widi yang nampak masih bernafas menggenggam erar tangan Rosemaya. Mulut Bu Widi bergerak-gerak seolah akan mengatakan sesuatu. 

 

"I-ibu! I-ibu! Ibu bisa melihatku?" panggil Rosemaya panik. 

 

Bu Widi makin erat menggenggam tangan Rosemaya. Wanita itu seolah ingin berkata sesuatu namun suaranya tidak keluar. Meski demikian gigih sekali wanita itu menggerakkan bibirnya. 

 

"Bu! Kita ke rumah sakit sekarang ya! Agar ibu bisa diselamatkan!" seru Rosemaya panik dalam ketakutan. 

 

Rosemaya berusaha membuka pintu mobil travel yang terkunci dari dalam. Ingin ia menarik saja tubuh ibunya. Namun jendela yang pecah itu tidaklah cukup lebar untuk dilewati tubuh bu Widi. 

 

Rosemaya menggedor-gedor pintu itu depang putus asa. Berusaha meraih handelnya, namun bu Widi yang seperti paham waktunya tak banyak melarang Rosemaya.

 

Wanita itu terus menggerak-gerakkan bibir. Memberi pesan kematian pada putri semata wayangnya yang masih hidup. 

 

"Ya Allah, Ibu!!! Bagaimana aku bisa menolongnya?" batin Rosemaya sangat panik. 

 

Dalam satu hentakan bu Widi seolah ingin Rosemaya memperhatikannya. Ia ingin Rosemaya dengan tenang melihat dan berusaha membaca gerak bibirnya yang semakin lemah. 

 

Darah berceceran di mana-mana. Sopir travel itu sempat bergerak, namun tak lama terlihat ia meregang nyawa. Begitu juga dengan penumpang travel yang lain. Hanya dalam hitungan detik mereka menghembuskan nyawanya. 

 

Rosemaya bergidik ngeri. Air matanya beruraian. Tak ingin rasanya ia melihat ibunya yang meninggal dengan cara yang sangat menyedihkan seperti ini. Namun apa daya, takdir berkehendak demikian. 

 

Rosemaya menggenggam erat jemari bu Widi. Ia mendekatkan wajahnya ke tubuh wanita yang terhimpit dalam mobil yang terbalik itu. Samar-samar, Rosemaya mendengar suara sangat lirih yang keluar dari mulut bu Widi.

 

"Pergi ...! Larilah sejauh mungkin! Berhati-hatilah dengan mer ...."

 

 

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Balas Dendam Terindah   Tertangkap Oleh Ben

    "Gue akan memeriksa legalitas hukum status kepemilikan perusahaan. Gue yakin masih ada hak gue di sana," jawab Mayyanti. "Ya ampun, May. Kenapa, kenapa hidup elo bisa serumit ini. Padahal dulu, kita mulai semuanya dengan bahagia. Beneran ya, uang bisa merubah segalanya," keluh dr. Patricia iba. "Enggak apa-apa, Patric. Semuanya sudah terlanjur bergulir seperti ini. Gue harus tuntaskan semuanya. Bagaimanapun sudah terlalu banyak nyawa yang dikorbankan. Andail Leo enggak serakah dan menghancurkan semuanya, mungkin kami enggak perlu harus sampai seperti ini," ujar Mayyanti sambil menatap dr. Patricia nanar. Mayyanti sengaja berjalan memutar agar tidak ada yang mengawasinya lagi. Semenjak kejadian di klinik dr. Patricia, ia merasa semakin banyak mata-mata yang mengawasinya. Di kantor ia melihat Leo telah memeriksa berkas miliknya di bagian personalia. Pria itu juga semakin intens menghabiskan waktu dengan Mayyanti. Entah apa maksudnya. L

  • Balas Dendam Terindah   Terkuaknya Rahasia Mayyanti

    "Dendam itu menghancurkan hati, sebagaimana racun menghancurkan tubuh."Mayyanti memandang Ben aneh. Dalam hatinya ia berpikir, "Bagaimana Ben bisa tahu aku jijik dengan sikapnya barusan? Apakah dia telah mengenaliku?"Ben membalikkan tubuhnya, pria itu memandang Mayyanti dan tersenyum ramah. "Apakah ada yang bisa kubantu lagi?" tanya Ben. "Tidak, Pak Ruben. Semua sudah siap. Te-terima kasih. Permisi," pamit Mayyanti bergegas pergi. Ben tersenyum penuh arti sambil memandang kepergian Mayyanti memasuki klinik kecantikan yang dikelola oleh dr. Patricia. Pria itu kini sudah sangat yakin dengan firasatnya."Instingku tidak pernah salah untuk dapat mengenalimu," desis Ben. Pria itu meregangkan tubuhnya bersiap memejamkan mata.Sementara Mayyanti merasa jantungnya berdebar-debar. Ada banyak kecemasan yang dirasa saat diperlakukan Ben seperti tadi. Untung saja kali ini ia sangat sibuk sehingga tak punya banyk waktu untuk memikirk

  • Balas Dendam Terindah   Terpenjara Diantara Dua Pria

    Dada Ben terasa sesak, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Ia bisa merasakannya. Aura yang sama dalam balutan fisik yang berbeda. Tidak! mata Ben tak akan bisa dibohongi."Mungkinkah, wanita itu ...?" Ben tak berani berspekulasi lebih jauh. Ia hanya diam dan terus mengamati. Belum saatnya untuk mengambil kesimpulan. Lebih baik diam dan mengamati.Ketika duduk di mejanya, Ben terus mengawasi Mayyanti. Kewaspadaan dalam dirinya seketika meningkat dua kali lipat. Ada rasa penasaran yang belum terpuaskan dalam diri seorang Ruben."Kau pesan apa, Mayya?" tanya Leo ramah. Ia mengangsurkan buku menu pada Mayyanti."Samakan dengan pesanan Tuan saja," jawab Mayyanti kikuk. Entah mengapa sejak bersirobok dengan Ben, Mayyanti jadi merasa tidak nyaman.Mayyanti dan Leo duduk pada sebuah meja yang berbeda dengan Ben. Membuat Ben lebih mudah mengawasi gerak-gerik mereka dengan lebih teliti. Ben tidak makan, hanya terus me

  • Balas Dendam Terindah   Kesan Pertama Bersama Ben

    "Kau bisa menipu semua orang, membungkus rapi dirimu dengan segala penyamaran terbaikmu, tapi aku tak akan pernah tertipu (Ben)."Mayyanti jadi makin dilema dibuatnya. Sesungguhnya ia tak nyaman. Namun menolak Leo dalam posisi seperti ini adalah hal yang mustahil. Mau tak mau Mayyanti jadi harus menurut dan mengikuti kehendak Leo. Ia mengangguk dengan setengah hati pada Leo yang menunggu jawaban sambil tetap menjaga jarak.'Tenanglah, ini hanya sebuah makan malam.' Mayyanti menenangkan diri di tengah kerisauan yang meliputinya. Mengingat bagaimana Cindy begitu cemburu pada sekretaris sang suami itu, Mayyanti merasa harus berhati-hati."Ayo, Mayya. Aku sudah sangat lapar.""Baik, Tuan. Saya jalan di belakang Anda." Mayyanti mengekor Leo. Sengaja menjaga jarak agar mereka tak terlihat sedang berjalan beriringan.Leo lalu mengajaknya turun ke lantai basement menuju parkiran mobil. Di sa

  • Balas Dendam Terindah   Rayuan yang Gagal

    Namun kali ini berbeda. Leo bergeming dan tak merespon Cindy sama sekali. Pria itu dingin dan tetap sibuk dengan dokumen-dokumennya. Bahkan bagian tubuh Leo yang seharusnya bangkit juga tak terlihat bangkit. "Pulanglah, Cindy! Aku benar-benar sangat sibuk dan tidak punya waktu. Aku janji setelah lembur, besok akan membawamu dan Giovani jalan-jalan," tolak Leo tetap teguh pada pendiriannya. Cindy mencebik kesal. Ia lalu melihat pintu ruang kerja Leo sedikit terbuka dan Mayyanti akan mengetuknya untuk minta ijin masuk. Sekonyong-konyong Cindy langsung mendekap kepala Leo dan melumat bibir itu penuh gelora. Leo yang diserang begitu panas jadi merasa berkewajiban membalas. Terjadilah pertukaran saliva dengan ritme yang menggelora. Mayyanti yang hampir mengetuk pintu jadi mengurungkan niatnya. Wanita itu menjadi jijik melihat tingkah istri bosnya yang norak dan kampungan itu. Bagaimana bisa, di kantor, mereka melakukan hal seperti itu?"Ap

  • Balas Dendam Terindah   Kecemburuan Cindy

    "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula (QS : An-Nur, 26)."Leo yang sempat melihat mata sekretaris barunya itu sembab karena habis menangis menjadi tersentuh hatinya. Ada gelombag rasa bersalah tak biasa yang menghantam jantungnya. Mengapa?Mayyanti meninggalkan pasangan suami-istri tersebut begitu saja. Hatinya perih diperlakukan begitu kejam oleh sang nyonya yang cemburu. Apakah serendah itu dirinya dihadapan wanita kaya istri bosnya tersebut?Pandangan mata Mayyanti memburam oleh genangan air mata yang tak terbendung lagi. Setetes hangat mengalir di pipinya. Namun segera diusap oleh punggung tangan karena takut akan ada yang melihatnya menangis."Kau kenapa, Mayya? Apa kau habis menangis?" tanya Hiro yang tiba-tiba datang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status