Share

Teror Mimpi Buruk

Leo menoleh dan memicingkan matanya tak percaya. Apakah Rosemaya, istrinya telah sadar?

Perlahan Leo memeriksa tubuh Rosemaya yang terkulai tak berdaya di atas ranjang rumah sakit. Tubuh yang tengah tak sadarkan diri itu tertutup selimut hingga dada. Nampak tenang dan lelap. Sesekali matanya bergerak-gerak.

 

"Ah ... mungkin ini fase tidur REMnya. Bisa jadi otaknya aktif bekerja saat mimpi buruk itu kembali mengganggunya," pikir Leo menenangkan diri. Pria itu menghela napas dan meninggalkan Rosemaya di atas ranjangnya. 

 

Leo tak curiga meski melihat mata Rosemaya bergerak. Lelaki itu paham betul tentang fase tidur seseorang. Pada fase REM (Rapid Eye Movement), mata akan bergerak-gerak akibat aktifitas otak dan detak jantung yang meningkat. 

 

Lelaki itu lalu memeriksa ke sekeliling ruangan untuk melihat benda apa yang jatuh. Mata Leo lalu tertuju ada remote televisi yang tergeletak di bawah ranjang dekat jendela. 

 

"Mungkin saja benda itu jatuh karena kebetulan," desis Leo. 

 

Logika Leo berpikir bahwa kondisi Rosemaya yang patah tulang parah tidak akan bisa membuatnya bergerak. Jadi dengan tenang pria itu segera kembali duduk di sofa dan memainkan jemari di atas telepon pintarnya. 

 

Fiuh! Lega rasanya bagi Rosemaya setelah suaminya tak lagi curiga. Wanita itu cukup lama berusaha mengatur nafasnya agar nampak tertidur dengan alami. 

 

Rosemaya juga tak tahu bagimana bisa ada benda yang terjatuh padahal tubuhnya tak bisa bergerak. Apakah ini suatu keajaiban? Atau ... ada makhluk lain tak kasat mata di tempat ini? Kuduk Rosemaya meremang membayangkannya.

 

Wanita itu beberapa kali mengatur napas. Setelah tenang, kembali Rosemaya membuka matanya tipis saja. Perempuan itu melirik dengan ekor matanya untuk mengamati apa yang dilakukan oleh Leo. 

 

Suaminya itu telihat sibuk memainkan gawai, tak peduli pada Rosemaya yang hampir meregang nyawa. Leo sepertinya telah kehilangan cintanya pada Rosemaya. 

 

Dua titik bening mengalir dari sudut mata Rosemaya. Ia mengingat perjuangan mereka dalam biduk rumah tangga dulu. Apakah semua itu tak lagi tersisa dalam memori Leo? 

 

Bagaimana bisa ia lebih memilih pulang ke rumah yang lain dari pada ke istana mereka. Mendampingi Rosemaya yang sedang berjuang menyembuhkan luka. Wanita itu sedang berusaha mengumpulkan semangat untuk bangkit dari derita. Kesedihan akibat kemalangan hidup yang dideritanya.

 

"Ya Allah, mengapa harus seberat ini takdir yang harus kujalani? Dosa apa aku di masa lalu hingga Engkau menghukumku begitu berat? Sakittt sekali rasanya, Ya Allah," sesal Rosemaya dalam sudut hatinya. 

 

***

 

Rosemaya berjalan dalam sebuah terowongan gelap yang entah dimana ujungnya akan berakhir. Entah bagaimana bisa ia berada di tempat ini. Ingin bertanya pun tak ada yang bisa menjawabnya. 

 

Sebuah titik putih dari jauh terlihat. Makin lama semakin mendekat dan berubah menjadi sorot sinar putih yang menyilaukan. Rosemaya sampai harus memicingkan mata dan mengangkat telapak tangannya untuk melindungi pandangan. 

 

"Hei, bagaimana bisa kini tanganku kembali berfungsi dengan baik? Bagaimana juga aku bisa berdiri tegak dan berjalan pada lorong gelap ini? Apakah aku sudah mati?" batin Rosemaya bingung. 

 

Wanita itu sempat berpikir di tengah terpaan sinar putih yang semakin menyilaukan. Apa sebenarnya sinar putih itu? Mengapa kehadirannya selalu menimbulkan bahagia dan duka dalam waktu yang nyaris bersamaan?

 

Samar-samar di sela jarinya, Rosemaya melihat sebuah mobil. Mobil travel yang mengangkut bu Widi kala itu. Sebuah mobil dengan penumpang yang tidak terlalu penuh. Sengaja dipilihnya mobil travel yang lengang. Meski sedikit mahal tak apa yang penting ibunya merasa nyaman. 

 

"I-ibu!" pekik Rosemaya tertahan.

 

Dalam sepersekian detik Rosemaya menyadari ia rupanya sedang berada di alam mimpi. Ini, mungkin adalah bagian dari rentetan mimpi buruk yang kerap kali menerornya. Mimpi-mimpi yang hadir menyiksa. Membuat Rosemaya selalu tak bisa tidur nyenyak dan berakhir insomnia. 

 

"A-apalagi yang akan terlihat dalam mimpiku? Apalagi kejadian mengerikan yang harus kualami kali ini?" batin Rosemaya putus asa. 

 

Di saat bersamaan Rosemaya melihat mobil travel itu semakin mendekat. Mobil itu berjalan kencang dengan sopir yang sedang menyetir dalam kondisi prima. Tidak mengantuk, tidak pula ugal-ugalan. Semuanya aman terkendali. 

 

Namun saat mobil itu berada semakin dekat dengan tempat Rosemaya berdiri. Sopir membelalakkan mata tak percaya. Seolah ada pemandangan mengejutkan yang membuatnya mengerem mendadak dan membanting kemudi. Hingga mobil itu hilang kendali, terpelanting, terguling dan menewaskan semua yang ada di dalamnya. 

 

"Innalillahi wainailahi rojiun."

 

"Astagfirullah, Ibu!!!!" jerit Rosemaya histeris. 

 

Gegas Rosemaya mendekati mobil travel yang ditumpangi Bu Widi tersebut. Di dalam mobil yanh terbali itu semua penumpang nampak terkapar penuh darah. Anehnya, Bu Widi yang nampak masih bernafas menggenggam erar tangan Rosemaya. Mulut Bu Widi bergerak-gerak seolah akan mengatakan sesuatu. 

 

"I-ibu! I-ibu! Ibu bisa melihatku?" panggil Rosemaya panik. 

 

Bu Widi makin erat menggenggam tangan Rosemaya. Wanita itu seolah ingin berkata sesuatu namun suaranya tidak keluar. Meski demikian gigih sekali wanita itu menggerakkan bibirnya. 

 

"Bu! Kita ke rumah sakit sekarang ya! Agar ibu bisa diselamatkan!" seru Rosemaya panik dalam ketakutan. 

 

Rosemaya berusaha membuka pintu mobil travel yang terkunci dari dalam. Ingin ia menarik saja tubuh ibunya. Namun jendela yang pecah itu tidaklah cukup lebar untuk dilewati tubuh bu Widi. 

 

Rosemaya menggedor-gedor pintu itu depang putus asa. Berusaha meraih handelnya, namun bu Widi yang seperti paham waktunya tak banyak melarang Rosemaya.

 

Wanita itu terus menggerak-gerakkan bibir. Memberi pesan kematian pada putri semata wayangnya yang masih hidup. 

 

"Ya Allah, Ibu!!! Bagaimana aku bisa menolongnya?" batin Rosemaya sangat panik. 

 

Dalam satu hentakan bu Widi seolah ingin Rosemaya memperhatikannya. Ia ingin Rosemaya dengan tenang melihat dan berusaha membaca gerak bibirnya yang semakin lemah. 

 

Darah berceceran di mana-mana. Sopir travel itu sempat bergerak, namun tak lama terlihat ia meregang nyawa. Begitu juga dengan penumpang travel yang lain. Hanya dalam hitungan detik mereka menghembuskan nyawanya. 

 

Rosemaya bergidik ngeri. Air matanya beruraian. Tak ingin rasanya ia melihat ibunya yang meninggal dengan cara yang sangat menyedihkan seperti ini. Namun apa daya, takdir berkehendak demikian. 

 

Rosemaya menggenggam erat jemari bu Widi. Ia mendekatkan wajahnya ke tubuh wanita yang terhimpit dalam mobil yang terbalik itu. Samar-samar, Rosemaya mendengar suara sangat lirih yang keluar dari mulut bu Widi.

 

"Pergi ...! Larilah sejauh mungkin! Berhati-hatilah dengan mer ...."

 

 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status