Leo menoleh dan memicingkan matanya tak percaya. Apakah Rosemaya, istrinya telah sadar?
"Pergi ...! Larilah sejauh mungkin! Berhati-hatilah dengan mer ...."Suara bu Widi terdengar sangat lirih, terputus-putus dan tidak jelas. Berkali-kali Rosemaya berusaha mendengarkan dengan saksama. Namun kalimat demi kalimat yang terpotong membuat Rosemaya tidak dapat merangkainya dengan tepat.Rosemaya yang panik terus menangis. Menggenggam erat tangan bu Widi yang denyut nadinya semakin melemah. Samar-samar ia mulai dapat membaca gerak bibir bu Widi."Pergi, selamatkan dirimu! Larilah sejauh mungkin! Berhati-hatilah dengan mereka!"Setelah mengucapkan pesan kematiannya, bu Widi menghembuskan napas terakhirnya. Seketika itu juga genggaman tangannya pada jemari Rosemaya mengendur dan terlepas."Ibu! Ibu! Tidak, Bu! Jangan pergi! Jangan tinggalkan, Rose!" jerit Rosemaya histeris.Bersamaan itu sebuah sinar putih menyilaukan kembali membungkus tubuh Rosemala. Menyeret wanita itu
"Halo! Leo! Kamu di mana?"Bu Gina menghubungi suami Rosemaya yang kini entah berada di mana. Ia terdengar mengobrol dengan anak lelakinya itu. Mengabarkan berita bahagia yang baru saja dilihatnya."Leo! Leo! Rose, istrimu sudah sadar! Datanglah kemari, Nak," ujar bu Gina bahagia.Hening! Bu Gina terdiam untuk beberapa saat. Seperti sedang mendengarkan ucapan Leo di seberang sana."Jenguklah dia sebentar, bagaimanapun Rose adalah istrimu," ujarnya lirih. Sorot muka kecewa tampak jelas di wajahnya.Sayangnya obrolan bu Gina dan Leo hanya sayup-sayup saja tertangkap telinga Rosemaya. Ia jadi tidak paham apa yang sedang mereka bicarakan. Yang Rosemaya tahu meski kabar bahagia itu datang, Leo tak akan datang menjenguknya malam ini.Lelaki itu telah be
Sementara di tempat lain. Istana itu kini tampak sepi. Hanya Bu Gina sendiri yang tinggal di sana. Wanita paruh baya itu terlihat tegar meski mungkin hatinya banyak menyimpan luka.Sambil menyesap teh madunya, Bu Gina melihat mobil Leo meluncur memasuki gerbang istana yang lengang. Tak butuh waktu lama bagi Leo untuk turun dari mobilnya dan memasuki rumah."Bu! Aku pulang," ujar Leo sambil tersenyum dikulum.Lelaki itu mencium tangan Bu Gina takzim. Lalu duduk di hadapan Bu Gina dan meminta pelayan menyiapkan minuman untuknya."Kau dari mana?" tanya Bu Gina."Aku baru saja menghadiri peresmian klinik ketujuku, Bu," jawab Leo berbinar. Anak lelaki Bu Gina itu memang selalu nampak bahagia saat membicarakan kesuksesan bisnisnya."Tujuh? Bagaimana bisa sepesat itu? Bersama Rose, kalian masih mengelola tiga klinik saja," ucap Bu Gina. Ada rasa bangga terselip pada putra semata
Sebenarnya apakah ini benda yang terbungkus rapi itu? Mereka rupanya tak ada yang menyadari bahwa bungkusan putih yang bagi mereka tak berharga itu adalah sebuah kunci. Kunci yang suatu saat akan menguak tabir kejahatan mereka. Nanti ketika mereka harus membayar dosa-dosa yang mereka perbuat. Kejahatan akan kalah, ketika kebenaran telah menampakkan sinarnya. *** Leo turun dari mobil SUV hitam miliknya. Kali ini bukan Rosemaya yang turun dari kursi penumpang seperti biasanya. Melainkan telah berganti seorang wanita muda yang tengah menggandeng bocah kecil berusia tiga tahun. "Papa, Papa! Ini rumah baru kita, Pa? Papa belikan rumah ini untuk Gio dan Mama?" tanya Giovani terbelalak bahagia. Bocah berusia tiga tahun itu begitu girang melihat istana mereka yang baru. Ia sampai tak sabar turun dari mobil dan berlarian di halaman. "Iya, sayangnya papa. Semua ini untuk Gio, hadiah untuk dua kesayangan papa,
Sementara di tempat lain Rosemaya tengah berjibaku kengeriannya sendiri."Hihihi ... Rosemayaaaa! Hihihihi ... Rosemaya! Hihihi! Rosemayaaaa!"Malam itu, suasana kamar pasien 304 kembali mencekam. Suara-suara tawa dan panggilan mengerikan kembali dialami Rosemaya.Perempuan itu sampai harus bersembunyi di dalam gulungan selimut. Ia menangis ketakutan setiap suara-suara itu mengganggunya."Tidak! Tidak! Pergi jangan mendekat! Aku tidak bersalah! Aku bukan orang jahat!" jerit Rosemaya di setiap tengah malam hingga menjelang dini hari.Wanita itu jadi semakin kurus dengan kantung mata menghitam tebal. Ia tak pernah bisa tidur. Malam-malamnya diliputi ketakutan dan kecemasan."Roseee! Rosemaya hihihihi!"Rosemaya yang bersembunyi di balik selimut, menutup telinganya rapat-rapat agar tidak mendengar panggilan itu.
Hening, cukup lama pesannya tak di balas.Suster Vina melirik jam digital di sudut kiri atas gawainya. Sudah pukul 12.45 malam.Pantas saja, ini sudah larut malam, ibunya mungkin sudah tertidur pulas.Suster Vina lalu tersenyum maklum dan memejamkan matanya. Sekedar melepas penat dan menenangkan diri. Setidaknya setelah melaksanakan tugas malam kesekiannya, suster Vina ingin beristirahat dengan tenang.Sesungguhnya separuh hati suster Vina masih tak tenang melakukan segala kejahatan yang nantinya mungkin harus mempertaruhkan profesinya itu. Namun keadaan mendesak membuatnya nekat menerima pekerjaan khusus dari seorang Nyonya kaya beberapa bulan yang lalu."Berikan obat ini pada pasien bernama Rosemaya. Kau tahu dosisnya kan. Jangan terlalu banyak, aku tidak ingin ia cepat mati. Siksa dia dan biarkan mati secara perlahan."Seorang n
Ia berjanji pada dirinya sendiri. Demi Giovani dan anak-anak yang akan dilahirkannya nanti. Cindy akan dengan sekuat tenaga mengamankan posisinya sebagai nyonya di dalam istana kaca ini.Sayangnya perjalanan hidup membuat Cindy lupa. Bahwa keserakahan adalah sebuah candu yang sangat mematikan. Ia akan mengeraskan hati dan menyirnahkan empati. Lalu apakah masih bisa dirinya disebut manusia?***Hasil pemeriksaan Rosemaya masih seperti biasanya. Meski patah tulang lengannya telah membaik. Retak tulang rusuknya juga telah pulih. Namun Rosemaya masih tidak menunjukkan reaksi apa-apa.Ia masih pasif, masih tidak banyak bicara dan akhir-akhir ini menjadi semakin murung. Malam-malamnya yang terus dihantui halusinasi hingga ia mengalami delusi parah kemungkinan membuatnya tak bisa segera pulih secara mental."Apakah dia masih belum bisa berbicara?" tanya sang dok
Tiba-tiba salah seorang pasien menjambak rambut Rosemaya. Ia melakukannya hingga kepala Rosemaya terdongak di atas kursi rodanya."Ahahaha! Orang gila! Orang gila!" pekik sosok pasien yang menjambaknya. Wanita itu tertawa-tawa dan bergerak mengelilingi Rosemaya.Rosemaya hanya pasrah diperlakukan seperti itu. Ia lalu menunduk dan menatap kosong kedua tangannya yang tertengadah di atas pahanya."Ahahaha! Orang gila! Orang gila!" Kembali pasien itu menghina Rosemaya. Ia terus mengelilingi Rosemaya sambil berulang-ulang menyebutkan kalimat yang sama.Rosemaya hanya terdiam, terus diam dan pura-pura tak mendengar meski hatinya terasa pedih. Bayangan hidupnya di masa lalu yang begitu sempurna berkelebat di kepalanya. Membuat Rosemaya merasa semua ketidakberuntungan ini begitu menyakitkan namun tetap harus dijalani dengan tabah.Matanya mengembun menahan tumpuk