Beranda / Thriller / Balas Dendam Terindah / Tetaplah Bertahan, Rose

Share

Tetaplah Bertahan, Rose

Penulis: Miss_Rain
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-28 22:09:36

"Pergi ...! Larilah sejauh mungkin! Berhati-hatilah dengan mer ...."

Suara bu Widi terdengar sangat lirih, terputus-putus dan tidak jelas. Berkali-kali Rosemaya berusaha mendengarkan dengan saksama. Namun kalimat demi kalimat yang terpotong membuat Rosemaya tidak dapat merangkainya dengan tepat. 

Rosemaya yang panik terus menangis. Menggenggam erat tangan bu Widi yang denyut nadinya semakin melemah. Samar-samar ia mulai dapat membaca gerak bibir bu Widi.

"Pergi, selamatkan dirimu! Larilah sejauh mungkin! Berhati-hatilah dengan mereka!" 

Setelah mengucapkan pesan kematiannya, bu Widi menghembuskan napas terakhirnya. Seketika itu juga genggaman tangannya pada jemari Rosemaya mengendur dan terlepas. 

"Ibu! Ibu! Tidak, Bu! Jangan pergi! Jangan tinggalkan, Rose!" jerit Rosemaya histeris. 

Bersamaan itu sebuah sinar putih menyilaukan kembali membungkus tubuh Rosemala. Menyeret wanita itu dalam sebuah pusara.

"Tidaaaak!" jerit Rosemaya tanpa suara. 

Lagi-lagi wanita itu terbangun dalam kondisi basah kuyup penuh keringat. Namun kali ini lebih menyiksa karena sekujur tubuhnya terasa ngilu. Luka-luka dan patah tulang yang dialaminya mulai bereaksi. 

"Ngh! Ngh!" Hanya itu suara yang mampu dikeluarkan Rosemaya dari mulutnya. 

Rosemaya ingin diambilkan minum. Namun rupanya tidak ada siapapun yang menunggunya di sana. Kemana bu Gina? Juga para asisten rumah tangga. Harusnya ada yang menungguinya di ruangan ini.

"Belum juga aku mati, mereka memperlakukan aku sudah seperti ini. Bagaimana jika aku mati? Berapa lama mereka akan mengingat dan memperingati kematianku?" geram Rosemaya kesal. Wanita itu harus menahan haus dan amarah dalam wakti bersamaan. 

Sebuah hentakan di pintu masuk sontak membuat Rosemaya terkejut. Entah mengapa kembali ia melakukan tindakan memejamkan mata dan pura-pura tidur. 

Sebuah langkah-langkah kaki terdengar mendekat. Lalu menarik kursi dan duduk di bangku dekat tempat tidur Rosemaya. Hening sesaat. 

Entah siapa yang melakukan itu. Ingin rasa Rosemaya membuka sedikit matanya untuk melihat siapa yang datang. Separuh hatinya menyesal tadi telah memaki-maki karena tidak ada yang menjaganya di rumah sakit.

"Jangan mati, tetaplah bertahan walau dalam kondisi tersulit sekalipun," ucap suara yang entah milik siapa itu. 

Rosemanya terhenyak. Mengapa ada yang berkata demikian padanya yang sedang terbaring tak berdaya? Segenting itukah situasinya? 

"Kau harus tetap hidup! Berusahalah, bangkitlah dan lawanlah semua musuh yang diam-diam melemahkan dan menghancurkanmu tanpa kau sadari. Kumohon, bangkitlah Rosemaya, bangun dan pulihlah segera seperti sedia kala!" Suara itu kembali berujar lirih di hadapan tubuh Rosemaya.

Tangan itu lalu mengelus lembut bingkai wajah Rosemaya. Menggenggam tangannya dan menyelipkan sesuatu. Apakah itu?

Andai Rosemaya dalam keadaan baik-baik saja. Tentu wanita itu akan segera bangkit dan menahan tangan itu. Ia sungguh ingin tahu siapa yang masih peduli padanya dan ingin dirinya tetap hidup. 

"Kumohon sekali lagi! Hiduplah dan lawan mereka. Cukup lima nyawa saja yang telah mereka habisi. Jangan biarkan mereka juga membunuhmu!" desis suara itu penuh dendam. 

Lima nyawa? Siapa saja? Benarkah memang ada orang-orang yang mengincar Rosemaya dan keluarganya? Tapi mengapa?

"Aku akan selalu ada untuk mendukung dan menjagamu. Bangkitlah Rosemaya! Tetaplah bertahan sedikit lagi untuk terus hidup hingga saat itu tiba. Saat di mana kebenaran terungkap dan kejahatan mendapatkan ganjarannya."

Untaian kalimat yang terdengar seketika membuat dada Rosemaya berdetak lebih cepat. Nafasnya tersengal dan wanita itu harus berusaha sekuat tenaga untuk dapat tetap terlihat tidak sadar. 

Setelah mengelus tangan Rosemaya, orang itu seperti bangkit dari tempat duduknya dan melangkah menjauh. Ia hendak membuka pintu dan pergi dari sana. 

Gegas Rosemaya membuka sedikit matanya. Ia ingin melihat siapa orang itu. Siapa yang telah berkata padanya dan menginginkannya untuk terus hidup. 

Namun sayangnya usaha Rosemaya itu terlambat. Sesosok itu baru saja membuka pintu dan keluar dengan sangat hati-hati dari kamar Rosemaya. 

"Tidak! Jangan pergi! Kumohon jangan pergi!" jerit Rosemaya. Sayangnya suaranya masih tak keluar dan wanita itu hanya mampu membelalakkan matanya sebagai sebuah tanda. 

"Tidak! Tidak! Sungguh jangan pergi! Jika Kau begitu peduli tolong aku!" ujar Rosemaya lagi. Namun kembali, hanya lenguhan tak wajar dan dan air mata yang keluar. 

Air mata Rosemaya berderai meratapi nasipnya. Mengapa begitu tragis dan penuh misteri. Takdir apa yang sesungguhnya sedang ia jalani? 

"Ya Allah! Tolong! Kumohon tolong aku agar aku tetap hidup hingga semuanya terungkap," pinta Rosemaya berdoa. 

Kembali pintu ruangan rawat inapnya dibuka. Kali ini Rosemaya tak sempat kembali menutup mata dan pura-pura tertidur.

"Rose! Ya Allah, Rose! Alhamduliah akhirnya kamu sadar juga! Masha Allah, Rose! Kamu mau apa, Nak? Ibu ambilkan ya. Ka-katakan, Rose!" pekik bu Gina bahagia. 

Wanita itu mendekati Rosemaya dan berusaha melayani menantunya itu. 

Rosemaya menggerakkan bibirnya untuk berbicara. 

"Ungh, ngh ... ah ... nguh!" 

Sayangnya kembali Rosemaya hanya bisa mengeluarkan lenguhan tak jelas.

Bu Gina mengernyitkan alisnya sesaat. Sebelum sadar menantunya itu mungkin menginginkan sesuatu. 

"Kamu tidak bisa berbicara, Rose? Apa tanganmu bisa menunjuk? Tolong tunjuk apa yg kamu mau, Nak. Nanti ibu ambilkan," ujar bu Gina lagi. 

Rosemaya yang sadar ada yang menggenggamkan sesuatu di sela jemarinya tak ingin bu Gina tahu. Ia lalu membuat gerakan bibir yang jelas agar bu Gina hanya terfokus saja pada wajahnya. 

"Ingin minum. Rose ingin minum, Bu," ujarnya tanpa suara. 

Bu Gina segera paham dengan apa yang diinginkan Rosemaya. Ia lalu dengan cekatan mengambilkan segelas air dan sendok. Perlahan wanita itu memberikan sesendok demi sesendok air pada Rosemaya. 

Tepat pada sendokan ke sekian wanita itu berhenti. Ia melihat lagi bibir Rosemaya bergerak mengatakan, "Sudah cukup."

"Ya Allah, Rose! Mengapa begitu malang nasipmu, Nak. Mengapa harus seberat ini takdir yang harus kamu jalani?" sesal bu Gina. 

Wanita itu lalu membenahi letak bantal di kepala Rosemaya. Merapikan selimut yang setengah berantakan di atas tubuh Rosemaya lalu duduk di sofa dan memainkan gawainya. 

Dalam genggaman tangan Rosemaya, masih ada benda yang diberikan sosok itu. Namun ia tak dapat melakukan apa-apa selain menyembunyikannya. Menyembunyikannya dari semua orang. Bahkan dari bu Gina, sekalipun. 

Meski wanita itu sangat baik padanya. Entah mengapa ia merasa sebaiknya semua cukup ia simpan sendiri sampai semuanya menjadi nyata. Tabir akan terbuka dan menunjukkan siapa-siapa yang sungguh tulus pada Rosemaya. 

"Halo! Leo! Kamu di mana?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Balas Dendam Terindah   Tertangkap Oleh Ben

    "Gue akan memeriksa legalitas hukum status kepemilikan perusahaan. Gue yakin masih ada hak gue di sana," jawab Mayyanti. "Ya ampun, May. Kenapa, kenapa hidup elo bisa serumit ini. Padahal dulu, kita mulai semuanya dengan bahagia. Beneran ya, uang bisa merubah segalanya," keluh dr. Patricia iba. "Enggak apa-apa, Patric. Semuanya sudah terlanjur bergulir seperti ini. Gue harus tuntaskan semuanya. Bagaimanapun sudah terlalu banyak nyawa yang dikorbankan. Andail Leo enggak serakah dan menghancurkan semuanya, mungkin kami enggak perlu harus sampai seperti ini," ujar Mayyanti sambil menatap dr. Patricia nanar. Mayyanti sengaja berjalan memutar agar tidak ada yang mengawasinya lagi. Semenjak kejadian di klinik dr. Patricia, ia merasa semakin banyak mata-mata yang mengawasinya. Di kantor ia melihat Leo telah memeriksa berkas miliknya di bagian personalia. Pria itu juga semakin intens menghabiskan waktu dengan Mayyanti. Entah apa maksudnya. L

  • Balas Dendam Terindah   Terkuaknya Rahasia Mayyanti

    "Dendam itu menghancurkan hati, sebagaimana racun menghancurkan tubuh."Mayyanti memandang Ben aneh. Dalam hatinya ia berpikir, "Bagaimana Ben bisa tahu aku jijik dengan sikapnya barusan? Apakah dia telah mengenaliku?"Ben membalikkan tubuhnya, pria itu memandang Mayyanti dan tersenyum ramah. "Apakah ada yang bisa kubantu lagi?" tanya Ben. "Tidak, Pak Ruben. Semua sudah siap. Te-terima kasih. Permisi," pamit Mayyanti bergegas pergi. Ben tersenyum penuh arti sambil memandang kepergian Mayyanti memasuki klinik kecantikan yang dikelola oleh dr. Patricia. Pria itu kini sudah sangat yakin dengan firasatnya."Instingku tidak pernah salah untuk dapat mengenalimu," desis Ben. Pria itu meregangkan tubuhnya bersiap memejamkan mata.Sementara Mayyanti merasa jantungnya berdebar-debar. Ada banyak kecemasan yang dirasa saat diperlakukan Ben seperti tadi. Untung saja kali ini ia sangat sibuk sehingga tak punya banyk waktu untuk memikirk

  • Balas Dendam Terindah   Terpenjara Diantara Dua Pria

    Dada Ben terasa sesak, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Ia bisa merasakannya. Aura yang sama dalam balutan fisik yang berbeda. Tidak! mata Ben tak akan bisa dibohongi."Mungkinkah, wanita itu ...?" Ben tak berani berspekulasi lebih jauh. Ia hanya diam dan terus mengamati. Belum saatnya untuk mengambil kesimpulan. Lebih baik diam dan mengamati.Ketika duduk di mejanya, Ben terus mengawasi Mayyanti. Kewaspadaan dalam dirinya seketika meningkat dua kali lipat. Ada rasa penasaran yang belum terpuaskan dalam diri seorang Ruben."Kau pesan apa, Mayya?" tanya Leo ramah. Ia mengangsurkan buku menu pada Mayyanti."Samakan dengan pesanan Tuan saja," jawab Mayyanti kikuk. Entah mengapa sejak bersirobok dengan Ben, Mayyanti jadi merasa tidak nyaman.Mayyanti dan Leo duduk pada sebuah meja yang berbeda dengan Ben. Membuat Ben lebih mudah mengawasi gerak-gerik mereka dengan lebih teliti. Ben tidak makan, hanya terus me

  • Balas Dendam Terindah   Kesan Pertama Bersama Ben

    "Kau bisa menipu semua orang, membungkus rapi dirimu dengan segala penyamaran terbaikmu, tapi aku tak akan pernah tertipu (Ben)."Mayyanti jadi makin dilema dibuatnya. Sesungguhnya ia tak nyaman. Namun menolak Leo dalam posisi seperti ini adalah hal yang mustahil. Mau tak mau Mayyanti jadi harus menurut dan mengikuti kehendak Leo. Ia mengangguk dengan setengah hati pada Leo yang menunggu jawaban sambil tetap menjaga jarak.'Tenanglah, ini hanya sebuah makan malam.' Mayyanti menenangkan diri di tengah kerisauan yang meliputinya. Mengingat bagaimana Cindy begitu cemburu pada sekretaris sang suami itu, Mayyanti merasa harus berhati-hati."Ayo, Mayya. Aku sudah sangat lapar.""Baik, Tuan. Saya jalan di belakang Anda." Mayyanti mengekor Leo. Sengaja menjaga jarak agar mereka tak terlihat sedang berjalan beriringan.Leo lalu mengajaknya turun ke lantai basement menuju parkiran mobil. Di sa

  • Balas Dendam Terindah   Rayuan yang Gagal

    Namun kali ini berbeda. Leo bergeming dan tak merespon Cindy sama sekali. Pria itu dingin dan tetap sibuk dengan dokumen-dokumennya. Bahkan bagian tubuh Leo yang seharusnya bangkit juga tak terlihat bangkit. "Pulanglah, Cindy! Aku benar-benar sangat sibuk dan tidak punya waktu. Aku janji setelah lembur, besok akan membawamu dan Giovani jalan-jalan," tolak Leo tetap teguh pada pendiriannya. Cindy mencebik kesal. Ia lalu melihat pintu ruang kerja Leo sedikit terbuka dan Mayyanti akan mengetuknya untuk minta ijin masuk. Sekonyong-konyong Cindy langsung mendekap kepala Leo dan melumat bibir itu penuh gelora. Leo yang diserang begitu panas jadi merasa berkewajiban membalas. Terjadilah pertukaran saliva dengan ritme yang menggelora. Mayyanti yang hampir mengetuk pintu jadi mengurungkan niatnya. Wanita itu menjadi jijik melihat tingkah istri bosnya yang norak dan kampungan itu. Bagaimana bisa, di kantor, mereka melakukan hal seperti itu?"Ap

  • Balas Dendam Terindah   Kecemburuan Cindy

    "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula (QS : An-Nur, 26)."Leo yang sempat melihat mata sekretaris barunya itu sembab karena habis menangis menjadi tersentuh hatinya. Ada gelombag rasa bersalah tak biasa yang menghantam jantungnya. Mengapa?Mayyanti meninggalkan pasangan suami-istri tersebut begitu saja. Hatinya perih diperlakukan begitu kejam oleh sang nyonya yang cemburu. Apakah serendah itu dirinya dihadapan wanita kaya istri bosnya tersebut?Pandangan mata Mayyanti memburam oleh genangan air mata yang tak terbendung lagi. Setetes hangat mengalir di pipinya. Namun segera diusap oleh punggung tangan karena takut akan ada yang melihatnya menangis."Kau kenapa, Mayya? Apa kau habis menangis?" tanya Hiro yang tiba-tiba datang

  • Balas Dendam Terindah   Mata Sendu Nan Merayu

    "Ah ... sa-saya hanya terbiasa meneliti setiap hal yang akan saya siapkan kepada anda, Tuan. Saya pikir tugas saya juga untuk memastikan tiap dokumen telah benar-benar rapi dan tidak ada kesalahan sedikitpun," kilah Mayyanti. Leo mengernyitkan dahinya, namun kemudian tersenyum dan mengabaikan sebuah firasat aneh dalam dirinya. 'Tidak, ini hanya sebuah kebetulan.' Pria itu membatin yakin."Sudah pukul sebelas. Saya akan pesankan Tuan makan siang. Anda ingin makan apa Tuan?" tanya Mayyanti setelah mereka saling diam untuk beberapa saat. "Apa saja, Mayya. Tapi jangan yang terlalu pedas dan tanpa sayur," jawab Leo. "Baik, saya siapkan. Silahkan Tuan melanjutkan pekerjaan," ujar Mayyanti paham. Wanita itu lalu melangkah mundur dari ruangan Leo dan bergegas memesankan makanan lewat aplikasi online. Setelah memastikan makan siang Leo sudah diantarkan kurir menuju kantor, Mayyanti kemudian beralih kembali pada pekerjaannya.

  • Balas Dendam Terindah   Mayyanti Ghayatri

    "Pada akhirnya, aku akan selalu berlari kembali padamu, bukan karena aku lemah tapi karena aku jatuh cinta padamu lagi dan lagi (Leo)."Rasa apa? Buatan siapakah kopi itu?Leo serasa dibawa berkelana menuju sebuah kenangan indah tentangnya di masa lalu. Sebuah memori yang kembali mengingatkan ia pada wanita yang pernah disia-siakan di akhir hidupnya."Aku tidak suka kopi, Rose! Tapi harus meminumnya agar tetap bisa menjaga mataku tidak terpejam. Aku sebenarnya sangatlelah. Tetapi kau tahu kan, banyak pekerjaan yang harus kita selesaikan!""Apa ada jenis tertentu yang bisa kamu minum? Aku akan belikan.""Aku tidak suka yang terlalu asam. Juga yang rasanya terlalu pekat dan kuat. Hanya yang memiliki rasa ringan saja, namun cukup membuat aku bisa tetap terjaga.""Baiklah, aku akan mencari cara bagaimana kamu bisa menikmati kopi yang nyaman.""Terima kasih, Rose. Kau yang terbaik."Lalu kali ini, Leo seras

  • Balas Dendam Terindah   Segelas Kopi yang Tak Biasa

    "Tiga sendok makan sambel kacang yang diletakkan di atas bihun tanpa tempe oreg?" tanya dr. Patricia yang sukses membuat Leo berkaca-kaca."Ah ... kau masih ingat, dr. Patric. Kau masih ingat bagaimana wanita itu menyediakan sarapan spesial kita dulu ya," ujar Leo dengan suara serak menahan air mata. Wajah dr. Patricia tersenyum penuh makna. Dalam hati ia berkata, "Andai kau tahu bagaimana dia masih mengingat kebiasanmu hingga sedetil mungkin. Andai saja kau tahu bagaimana dulu Rose begitu mencintaimu sampai paham semua kebiasaan seorang Leonardo Suniarta. Kau bahkan tak akan tega mendua."***Leo tiba di kantornya dengan mood melankolis yang manis. Ia merasa telah cukup mengenang Rosemaya hari ini dan harus kembali ke dunia nyata. Berjibaku dengan rutinitas kesibukannya mengurus bisnis. Ia memasuki gedung mewah yang kini telah menjadi miliknya. Gedung yang disewanya dengan menjaminkan asuransi kesehatan milik Rosema

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status