Share

Tetaplah Bertahan, Rose

"Pergi ...! Larilah sejauh mungkin! Berhati-hatilah dengan mer ...."

Suara bu Widi terdengar sangat lirih, terputus-putus dan tidak jelas. Berkali-kali Rosemaya berusaha mendengarkan dengan saksama. Namun kalimat demi kalimat yang terpotong membuat Rosemaya tidak dapat merangkainya dengan tepat. 

Rosemaya yang panik terus menangis. Menggenggam erat tangan bu Widi yang denyut nadinya semakin melemah. Samar-samar ia mulai dapat membaca gerak bibir bu Widi.

"Pergi, selamatkan dirimu! Larilah sejauh mungkin! Berhati-hatilah dengan mereka!" 

Setelah mengucapkan pesan kematiannya, bu Widi menghembuskan napas terakhirnya. Seketika itu juga genggaman tangannya pada jemari Rosemaya mengendur dan terlepas. 

"Ibu! Ibu! Tidak, Bu! Jangan pergi! Jangan tinggalkan, Rose!" jerit Rosemaya histeris. 

Bersamaan itu sebuah sinar putih menyilaukan kembali membungkus tubuh Rosemala. Menyeret wanita itu dalam sebuah pusara.

"Tidaaaak!" jerit Rosemaya tanpa suara. 

Lagi-lagi wanita itu terbangun dalam kondisi basah kuyup penuh keringat. Namun kali ini lebih menyiksa karena sekujur tubuhnya terasa ngilu. Luka-luka dan patah tulang yang dialaminya mulai bereaksi. 

"Ngh! Ngh!" Hanya itu suara yang mampu dikeluarkan Rosemaya dari mulutnya. 

Rosemaya ingin diambilkan minum. Namun rupanya tidak ada siapapun yang menunggunya di sana. Kemana bu Gina? Juga para asisten rumah tangga. Harusnya ada yang menungguinya di ruangan ini.

"Belum juga aku mati, mereka memperlakukan aku sudah seperti ini. Bagaimana jika aku mati? Berapa lama mereka akan mengingat dan memperingati kematianku?" geram Rosemaya kesal. Wanita itu harus menahan haus dan amarah dalam wakti bersamaan. 

Sebuah hentakan di pintu masuk sontak membuat Rosemaya terkejut. Entah mengapa kembali ia melakukan tindakan memejamkan mata dan pura-pura tidur. 

Sebuah langkah-langkah kaki terdengar mendekat. Lalu menarik kursi dan duduk di bangku dekat tempat tidur Rosemaya. Hening sesaat. 

Entah siapa yang melakukan itu. Ingin rasa Rosemaya membuka sedikit matanya untuk melihat siapa yang datang. Separuh hatinya menyesal tadi telah memaki-maki karena tidak ada yang menjaganya di rumah sakit.

"Jangan mati, tetaplah bertahan walau dalam kondisi tersulit sekalipun," ucap suara yang entah milik siapa itu. 

Rosemanya terhenyak. Mengapa ada yang berkata demikian padanya yang sedang terbaring tak berdaya? Segenting itukah situasinya? 

"Kau harus tetap hidup! Berusahalah, bangkitlah dan lawanlah semua musuh yang diam-diam melemahkan dan menghancurkanmu tanpa kau sadari. Kumohon, bangkitlah Rosemaya, bangun dan pulihlah segera seperti sedia kala!" Suara itu kembali berujar lirih di hadapan tubuh Rosemaya.

Tangan itu lalu mengelus lembut bingkai wajah Rosemaya. Menggenggam tangannya dan menyelipkan sesuatu. Apakah itu?

Andai Rosemaya dalam keadaan baik-baik saja. Tentu wanita itu akan segera bangkit dan menahan tangan itu. Ia sungguh ingin tahu siapa yang masih peduli padanya dan ingin dirinya tetap hidup. 

"Kumohon sekali lagi! Hiduplah dan lawan mereka. Cukup lima nyawa saja yang telah mereka habisi. Jangan biarkan mereka juga membunuhmu!" desis suara itu penuh dendam. 

Lima nyawa? Siapa saja? Benarkah memang ada orang-orang yang mengincar Rosemaya dan keluarganya? Tapi mengapa?

"Aku akan selalu ada untuk mendukung dan menjagamu. Bangkitlah Rosemaya! Tetaplah bertahan sedikit lagi untuk terus hidup hingga saat itu tiba. Saat di mana kebenaran terungkap dan kejahatan mendapatkan ganjarannya."

Untaian kalimat yang terdengar seketika membuat dada Rosemaya berdetak lebih cepat. Nafasnya tersengal dan wanita itu harus berusaha sekuat tenaga untuk dapat tetap terlihat tidak sadar. 

Setelah mengelus tangan Rosemaya, orang itu seperti bangkit dari tempat duduknya dan melangkah menjauh. Ia hendak membuka pintu dan pergi dari sana. 

Gegas Rosemaya membuka sedikit matanya. Ia ingin melihat siapa orang itu. Siapa yang telah berkata padanya dan menginginkannya untuk terus hidup. 

Namun sayangnya usaha Rosemaya itu terlambat. Sesosok itu baru saja membuka pintu dan keluar dengan sangat hati-hati dari kamar Rosemaya. 

"Tidak! Jangan pergi! Kumohon jangan pergi!" jerit Rosemaya. Sayangnya suaranya masih tak keluar dan wanita itu hanya mampu membelalakkan matanya sebagai sebuah tanda. 

"Tidak! Tidak! Sungguh jangan pergi! Jika Kau begitu peduli tolong aku!" ujar Rosemaya lagi. Namun kembali, hanya lenguhan tak wajar dan dan air mata yang keluar. 

Air mata Rosemaya berderai meratapi nasipnya. Mengapa begitu tragis dan penuh misteri. Takdir apa yang sesungguhnya sedang ia jalani? 

"Ya Allah! Tolong! Kumohon tolong aku agar aku tetap hidup hingga semuanya terungkap," pinta Rosemaya berdoa. 

Kembali pintu ruangan rawat inapnya dibuka. Kali ini Rosemaya tak sempat kembali menutup mata dan pura-pura tertidur.

"Rose! Ya Allah, Rose! Alhamduliah akhirnya kamu sadar juga! Masha Allah, Rose! Kamu mau apa, Nak? Ibu ambilkan ya. Ka-katakan, Rose!" pekik bu Gina bahagia. 

Wanita itu mendekati Rosemaya dan berusaha melayani menantunya itu. 

Rosemaya menggerakkan bibirnya untuk berbicara. 

"Ungh, ngh ... ah ... nguh!" 

Sayangnya kembali Rosemaya hanya bisa mengeluarkan lenguhan tak jelas.

Bu Gina mengernyitkan alisnya sesaat. Sebelum sadar menantunya itu mungkin menginginkan sesuatu. 

"Kamu tidak bisa berbicara, Rose? Apa tanganmu bisa menunjuk? Tolong tunjuk apa yg kamu mau, Nak. Nanti ibu ambilkan," ujar bu Gina lagi. 

Rosemaya yang sadar ada yang menggenggamkan sesuatu di sela jemarinya tak ingin bu Gina tahu. Ia lalu membuat gerakan bibir yang jelas agar bu Gina hanya terfokus saja pada wajahnya. 

"Ingin minum. Rose ingin minum, Bu," ujarnya tanpa suara. 

Bu Gina segera paham dengan apa yang diinginkan Rosemaya. Ia lalu dengan cekatan mengambilkan segelas air dan sendok. Perlahan wanita itu memberikan sesendok demi sesendok air pada Rosemaya. 

Tepat pada sendokan ke sekian wanita itu berhenti. Ia melihat lagi bibir Rosemaya bergerak mengatakan, "Sudah cukup."

"Ya Allah, Rose! Mengapa begitu malang nasipmu, Nak. Mengapa harus seberat ini takdir yang harus kamu jalani?" sesal bu Gina. 

Wanita itu lalu membenahi letak bantal di kepala Rosemaya. Merapikan selimut yang setengah berantakan di atas tubuh Rosemaya lalu duduk di sofa dan memainkan gawainya. 

Dalam genggaman tangan Rosemaya, masih ada benda yang diberikan sosok itu. Namun ia tak dapat melakukan apa-apa selain menyembunyikannya. Menyembunyikannya dari semua orang. Bahkan dari bu Gina, sekalipun. 

Meski wanita itu sangat baik padanya. Entah mengapa ia merasa sebaiknya semua cukup ia simpan sendiri sampai semuanya menjadi nyata. Tabir akan terbuka dan menunjukkan siapa-siapa yang sungguh tulus pada Rosemaya. 

"Halo! Leo! Kamu di mana?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status