LOGIN
Gudang terpencil di pinggiran kota Millbrook. Aroma besi karat memenuhi udara dingin. Di tengah ruangan, Ryan Wayne terikat di kursi kayu tua, pergelangan tangannya berdarah karena tali tambang yang kasar.
"Lepaskan aku!" Ryan meronta garang, mata cokelat gelapnya masih memancarkan arogansi. "Kalian tahu siapa aku? Aku Ryan Wayne! Keluarga Wayne akan menghancurkan kalian!"
Langkah kaki bergema dari kegelapan. Seorang pria tinggi besar muncul, topeng perak menutupi seluruh wajahnya, berkilau jahat di bawah cahaya lampu.
"Ryan Wayne..." Pria bertopeng itu tertawa, suara seperti logam bergesekan. "Masih berlagak seperti tuan muda kaya? Sungguh menyedihkan."
"Apa maksudmu?!" Ryan membentak. "Lepaskan aku sekarang juga, atau keluargaku akan—"
"Keluarga Wayne yang sudah hancur itu?" Pria itu memotong dengan tawa keras.
Ryan terdiam sejenak, kebingungan mulai menggantikan arogansi di wajahnya. "Apa maksudmu hancur? Wayne Pharmaceutical Group masih—"
“Masih apa?” Sang pria topeng tertawa lantang. “Ayahmu saja dipenjara dan ibumu mati kecelakaan, bagaimana mungkin mereka bisa menghancurkan kami?"
Wajah Ryan memucat. "Apa …?" Dia tidak pernah mendengar soal ini!
"Dan lagi … itu semua adalah hasil kerja kami." Pria itu tertawa puas.
Ryan terduduk lemas di kursi, semua arogansinya lenyap seketika. "Kenapa... kenapa kalian melakukan ini? Apa salah keluarga Wayne?!"
"Salah keluarga Wayne?" Mata di balik topeng perak itu berkilat penuh kebencian. "Keluarga Wayne sudah terlalu lama berkuasa, terlalu lama memonopoli industri farmasi di Dragonpolis. Saatnya untuk jatuh."
Pria itu mengangkat tangan, memberi aba-aba. "Bawa wanita itu ke sini!"
Seorang anak buah menyeret wanita berpakaian gaun biru muda yang robek. Rambutnya berantakan, wajah cantiknya penuh memar.
Ryan terperanjat. “Eleanor?!”
Wanita itu menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Ryan ….”
Eleanor Bennett Wayne. Istri sah Ryan selama tiga tahun terakhir—wanita yang paling ia benci. Pernikahan mereka bukan karena cinta, melainkan keputusan keluarga yang memaksa Ryan meninggalkan ibu kota dan hidup terasing di kota kecil.
Sejak hari pertama, Ryan mencari cara untuk menghancurkan pernikahan itu. Ia berselingkuh dengan banyak wanita lain, pulang mabuk setiap malam, bahkan berlaku kasar hingga Eleanor menangis.
Semua dilakukan dengan satu tujuan: membuat Eleanor menyerah dan menceraikannya, sehingga Ryan bisa kembali ke ibu kota dan tinggal bersama orang tuanya.
Namun, semua usahanya sia-sia. Eleanor tidak pernah melawan, tidak pernah pergi. Ia hanya diam, menerima perlakuan buruk itu dengan kesabaran yang bagi Ryan terasa seperti penghinaan, sesuatu yang membuatnya semakin membenci wanita itu.
Hanya saja kini, melihat Eleanor dalam keadaan babak belur di hadapannya, Ryan merasakan sesuatu yang aneh menyelinap di dadanya—campuran marah, bingung, dan perasaan yang tak bisa ia sebut.
"Kenapa kau bawa wanita itu kemari?!" seru Ryan.
Eleanor diikat di tiang di seberang Ryan. Air mata mengalir di pipinya, tapi dia tidak bersuara.
"Eleanor Wayne," pria bertopeng berdiri di antara mereka. "Aku beri kau pilihan. Pertama, bunuh suamimu dengan tanganmu sendiri, lalu kami bebaskan kau. Kedua, kau melayani nafsu semua anak buahku, sebagai gantinya kami bebaskan suamimu."
Keheningan mencekam. Ryan menatap Eleanor dengan mata melebar.
Mengingat segala yang pernah Ryan lakukan kepada wanita itu, bukankah jelas istrinya tersebut akan—
"Aku... aku pilih yang kedua," Eleanor berkata lirih tapi tegas.
Sontak, mata Ryan membola. “Apa!?”
Pria itu tidak percaya. Selama tiga tahun Ryan merendahkannya, menghinanya, bahkan berbuat kasar padanya, tapi Eleanor memilih untuk menyelamatkannya!?
Ryan mengepalkan tangan kuat dan berseru lantang, "Wanita bodoh! Kenapa kau pilih yang kedua!? Kenapa tidak selamatkan dirimu sendiri!? Apa kau kira itu akan membuatku berubah mencintaimu, hah!?”
Eleanor mengangkat pandangan dan menatap Ryan dengan senyuman tipis. "Karena kau suamiku, Ryan. Jika pengorbananku bisa menyelamatkanmu, aku rela melakukannya."
Tiba-tiba suara tepuk tangan bergema dari pintu masuk gudang. Seorang pria muda berpakaian jas mahal melangkah masuk dengan senyum meremehkan.
"Drama yang menyentuh," kata pria itu dengan nada mengejek. Rambut pirangnya tersisir rapi, mata birunya memancarkan arogansi tinggi. "Tapi membosankan."
"William Langdon!" Ryan mengenali wajah itu dengan mata melotot. "Kau... kau yang ada di balik ini semua?"
"Sayangnya, Ryan, bukan aku dalang yang merancang kehancuran keluargamu. Aku hanya meminta untuk... ikut menikmati pertunjukan akhir ini. Lagi pula…"
Mata William beralih ke Eleanor yang terikat. Tatapannya penuh nafsu.
"Wanita cantik seperti Eleanor tidak boleh disia-siakan hanya untuk kelima orang itu. Aku ingin bagian juga."
"JANGAN SENTUH ISTRIKU!" Ryan mengamuk, berusaha melepaskan ikatan hingga pergelangan berdarah.
Namun, William malah tertawa. “Istrimu? Kau bahkan tidak pernah memperlakukannya sebagai istri.” Dia berjongkok di hadapan Eleanor, yang tampak begitu takut. “Tidak perlu khawatir, Eleanor. Aku yang akan menunjukkan padamu bagaimana seharusnya seorang istri diperlakukan!”
SRAAK!
Suara pakaian dirobek terdengar, dan kulit putih mulus Eleanor pun menjadi tontonan semua orang.
“Ahhh!”
“TIDAK!! ELEANOR!!” Ryan berteriak, berharap William akan berhenti.
Namun, sia-sia.
Teriakan nyaring Eleanor bergema di gudang tersebut seiring dirinya dilecehkan dan digilir dengan tidak manusiawi oleh William dan lima pria lainnya.
Ryan yang dipaksa menyaksikan penderitaan Eleanor nyaris menggila. Dia berteriak dan meronta, bahkan kursi yang dia tempati sampai terbalik, membuat kepalanya membentur lantai dan berdarah.
Tapi orang-orang itu terus melanjutkan aksi biadab mereka.
Air mata Ryan mengalir deras. Penyesalan dan kemarahan mendalam menyelimuti hatinya. Dia baru menyadari betapa mulia hati Eleanor, betapa tulus cintanya.
Tapi … terlambat.
Saat semuanya selesai, Ryan hanya bisa menatap istrinya yang terkulai lemah. Tubuh malang Eleanor penuh memar, napasnya tersengal dan terputus-putus.
“Eleanor…” Ryan berbisik serak.
Mata Eleanor yang basah oleh air mata menatap Ryan sesaat, lalu berpaling pada pria bertopeng. “Bebaskan… suamiku…”
Pria bertopeng tertawa rendah. “Bebas? Aku tidak ingat pernah berjanji membebaskan siapa pun.”
“Kau—” Eleanor tersedak, darah segar mengalir dari mulutnya akibat luka dalam yang tak tertahankan. Tubuhnya bergetar lemah.
“Eleanor!” Ryan berteriak putus asa.
Dengan sisa tenaga, Eleanor menoleh padanya, senyum samar terukir di bibir yang berlumuran darah. “Maafkan aku… aku tidak bisa menyelamatkanmu…”
“Tidak, jangan katakan itu! Bertahanlah, Eleanor!” Ryan menjerit, namun tubuh istrinya sudah kehilangan tenaga. Kelopak matanya menutup perlahan, napasnya terhenti.
“ELEANOR!” Jeritan Ryan terdengar seperti binatang terluka. “JANGAN TINGGALKAN AKU!”
Tapi tak ada jawaban. Hanya kesunyian yang menegaskan kepergiannya.
Amarah menelan Ryan. Ia menatap pria bertopeng dan William dengan tatapan penuh kebencian. “AKAN KUBUNUH KALIAN SEMUA!” Ryan meronta dengan gila di kursinya. Darah mengalir dari luka-luka baru yang mulai terbentuk.
Pria bertopeng hanya tersenyum remeh sambil memainkan pisaunya, melangkah mendekat pada Ryan yang masih terikat. “Dirimu sendiri saja tidak bisa kau selamatkan, masih berani membual?” Ia mengedikkan bahu. “Yah, karena istrimu sudah mati, sekarang giliranmu.”
Tanpa basa-basi, pisau itu menghujam dada Ryan tepat di jantung. “Selamat tinggal, Tuan Muda Sampah Wayne.”
"Kalau mau menyalahkan seseorang atas kematianmu dan istrimu ini, salahkan nasibmu karena telah menyinggung Tuan Muda. Dia yang menginginkanmu mati."
Saat pisaunya dicabut, darah muncrat deras, tubuh Ryan bergetar hebat. Kesadarannya meredup, pandangannya hanya tertuju pada wajah Eleanor yang kini tak bernyawa.
“Maafkan aku, Eleanor… Jika ada kesempatan kedua, aku akan menjadi suami yang layak bagimu…”
Lalu, kegelapan menyelimuti segalanya.
**
“Kuhuk… kuhuk!”
Batuk keras mengguncang tubuh pria berjubah emas, disusul semburan darah segar.
Tangan pria itu mencengkeram dada, tubuhnya bergetar hebat, dan senyum pahit terukir di wajahnya.
“Eleanor… bahkan hingga akhir, aku tidak bisa melupakanmu…”
Dialah Ryan Wayne—bukan lagi tuan muda sampah, melainkan Kaisar Langit yang menaklukkan galaksi setelah seratus ribu tahun kultivasi.
Sejak kematiannya yang tragis di kehidupan lalu, Ryan bersumpah tidak akan lagi menjadi pria lemah di kehidupan barunya ini. Ia mendaki puncak, menundukkan sekte-sekte besar, membangun kekaisaran abadi, dan menguasai hukum bintang.
Kini, di puncak segalanya, ia menghadapi ujian surgawi.
Langit kosmis bergemuruh, sembilan petir emas berputar di atasnya, menentukan apakah ia layak menembus ranah Overgod. Dengan fondasi sempurna, seharusnya ini mudah. Namun saat petir ketujuh menyambar, ingatan mengenai Eleanor membuat fokusnya buyar.
Petir kedelapan menghantam, pertahanan yang ia bangun selama seratus ribu tahun retak, tubuh emasnya terhuyung lalu berlutut. Penyesalan menyelimuti Ryan, membuat air mata mengalir menuruni wajahnya.
“Eleanor… maafkan aku. Jika ada jalan kembali, aku bersumpah akan menebus semua kesalahanku…”
Lalu petir kesembilan, naga emas raksasa, jatuh dari langit. Cahaya kosmis meledak. Pertahanan terakhir Ryan runtuh, dan seketika tubuh spiritual yang dibangun Ryan selama seratus ribu tahun hancur berkeping-keping.
Kaisar Langit yang tak terkalahkan roboh, bukan karena kekuatan lawan, melainkan karena cinta dan penyesalan yang tak pernah ia lepaskan.
Namun—
“AGHH!” Ryan terbangun. Pandangannya kabur, lalu perlahan jelas. Ia tidak lagi berada di antara bintang, melainkan di ruangan serba putih dengan bau obat menusuk hidungnya.
“Rumah sakit…?” gumamnya serak. “Tapi… di dunia kultivasi tidak ada rumah sakit…”
Ia menatap sekeliling, kebingungan.
Di saat itu, pintu terbuka. Seorang wanita masuk, mata indahnya membulat penuh syukur.
“Ryan, kau sudah bangun?”
Ryan membeku, jantungnya berdegup keras melihat siapa yang kini berdiri di hadapannya.
“Eleanor…?”
Benar. Tengah berdiri di hadapannya adalah Eleanor Bennet Wayne, istri Ryan yang seharusnya sudah mati di kehidupan lamanya.
Lalu, bagaimana bisa wanita yang seharusnya sudah mati itu kembali berdiri di hadapan Ryan sekarang!?
Setelah kembali dengan lelah ke Hotel Ashton dengan mobil yang penuh barang belanjaan, mereka mengemas semua makanan khas dan oleh-oleh ini dengan hati-hati dan mengirimkannya kembali ke Millbrook untuk Eleanor.Ryan Wayne kemudian menepuk pantatnya dengan santai dan berkata dengan nada yang sangat ringan, "Ayo kita pergi ke Sekte Divine Harvest untuk merampok—oh, maaf, maksudku untuk mencari keadilan yang pantas mereka terima!""Ryan Wayne, aku ingin ikut bersamamu!" Lerina Wayne berkata dengan penuh semangat.Dia telah melihat Ryan Wayne dengan pandangan yang sangat baru akhir-akhir ini setelah menyaksikan kekuatannya. 'Ryan Wayne pasti akan mengambil alih kendali penuh Keluarga Wayne di masa depan, jadi mengapa aku tidak memegangnya erat-erat sejak sekarang?'"Lupakan saja, cepat kembali ke rumah!" Ryan Wayne melambaikan tangannya dengan tegas, menolak permintaan itu.'Perjalanan ke Sekte Divine Harvest akan terlalu berbahaya,' pikirnya dengan serius. 'Dan sepupu bodoh ini akan men
"Ryan Wayne, kau sungguh keterlaluan!" Ucapan Ryan Wayne yang sangat menghina membuat Marie Shine begitu marah hingga seluruh tubuhnya gemetar tidak terkendali. 'Aku adalah putri kesayangan surga yang diberkati,' pikirnya dengan amarah yang mendidih. 'Aku memiliki lebih dari cukup modal untuk berbangga terhadap diriku sendiri dan meremehkan orang lain.' 'Dengan kecantikan sempurna dan keperkasaan bela diri yang kumiliki, ke mana pun aku pergi, aku selalu menjadi pusat perhatian yang dikagumi semua orang. Jumlah pemuda kaya yang sangat ingin menikaiku bisa dihitung dengan ribuan orang dari Florence hingga Provinsi Hauri!' 'Kini, aku sudah berinisiatif untuk mengungkapkan cintaku dengan sangat jelas, merayunya dengan semua kecantikanku, dan menjanjikan keuntungan yang sangat besar, tetapi justru ditampar dengan keras oleh Ryan Wayne dan disuruh menjadi pelayan rendahan.' 'Sekalipun Ryan Wayne adalah seorang Grandmaster muda yang kuat, tetap saja ini merupakan aib dan penghinaan ya
Suara Marie Shine berubah lebih lembut dan menggoda. "Sekte Divine Harvest akan ada di tanganku di masa depan, dan aku akan menjadi wanitamu yang setia." "Semua tanaman obat yang tak terhitung jumlahnya dan teknik-teknik sihir yang sangat luas itu semuanya akan menjadi milikmu untuk kau ambil dan gunakan sesukamu. Bukankah itu tawaran yang sangat menguntungkan?" Sambil berbicara dengan suara yang menggoda, Marie Shine memutar pinggangnya yang lentur seperti ular berbisa dan bergerak mendekati Ryan Wayne dengan gerakan yang sangat sensual. Payudaranya yang penuh dan elastis dengan sengaja menekan lengan Ryan Wayne dengan tekanan yang lembut, dan mulut kecilnya yang kemerahan perlahan bergerak mendekati wajah Ryan Wayne, seolah ingin mencium pipi tampannya dengan penuh nafsu. "Ya Tuhan! Ryan Wayne sungguh diberkati oleh para dewa!" Bram Coux yang melihat pemandangan itu bergumam dalam hati. Melihat adegan yang sangat menggoda ini, Bram Coux yang sedang berlutut segera menundukkan
"Kau juga memanggilku Tuan Wayne?" Ryan Wayne melambaikan tangannya dengan santai dan tersenyum dengan lembut dan hangat. "Konyol sekali, tidak perlu formal seperti itu!" Suaranya berubah menjadi lebih lembut. "Betapa pun banyaknya perselisihan dan ketidakbahagiaan yang kita alami saat masih kecil dulu, kau tetap sepupuku yang berharga." "Hubungan darah kita tak bisa diputuskan oleh siapa pun atau apa pun. Duduklah dengan santai di sini!" Lerina Wayne begitu tersentuh oleh kata-kata hangat ini hingga matanya berkaca-kaca dan dia hampir menangis karena terharu. Dengan perasaan yang sangat hangat, dia duduk dengan diam dan patuh di samping Ryan Wayne. "Tuan Wayne, benar sekali seperti yang Anda katakan sebelumnya," Marie Shine melaporkan dengan hormat. "Setelah disiram dengan air spiritual yang dipadatkan oleh Kuali Harvest God, tanaman-tanaman herbal itu menghasilkan qi kayu yang sangat kuat dan jelas." "Yah, kuali itu memang terbuat dari material kayu yang sangat bagus," Ryan Way
"Apa yang sedang kamu lihat dengan tatapan seperti itu?" Ryan Wayne tiba-tiba melotot dengan ekspresi yang sangat kasar dan mengintimidasi. Penampilannya saat itu tampak seperti pria kasar yang mengenakan rantai emas besar dan jam tangan emas yang mencolok di pasar—sangat kasar, brutal, dan tanpa sopan santun sama sekali. Tanpa memberi Simon Bake kesempatan sama sekali untuk bertanya maksudnya, Ryan Wayne dengan sangat cepat mengangkat tangannya dan menampar ke arah Simon Bake. WUSH! Dengan suara yang sangat keras, sebuah telapak tangan energi yang sangat besar seperti batu raksasa menghantam Simon Bake dengan kecepatan penuh dan kekuatan yang mengerikan. "Beraninya kau—!" Tetua Simon Bake berteriak dengan panik. Sebelum Tetua Simon Bake sempat menyelesaikan teriakan kagetnya yang penuh ketakutan, tubuhnya sudah dihantam dengan sangat keras oleh telapak tangan energi raksasa itu. Seluruh tubuhnya langsung hancur berkeping-keping dengan mengerikan, darah segar muncrat keluar ke
Simon Bake merasa sangat percaya diri dengan senjata legendaris yang dimilikinya. Dia berteriak dengan dingin dan mengibarkan bendera hitam yang mengerikan itu berulang kali dengan gerakan yang sangat cepat. Tiba-tiba, tujuh atau delapan Hantu Prajurit dan Hantu Jenderal yang sangat menakutkan muncul dari dalam Spanduk Hitam, memancarkan kebencian dan aura kematian yang luar biasa pekat. Beberapa dari mereka memegang pisau berkarat, beberapa memegang pedang patah, dan beberapa memegang tombak panjang, dan mereka semua bergegas menuju Ryan Wayne dengan kecepatan yang menakutkan. Para Hantu Prajurit ganas ini adalah jiwa-jiwa yang tewas setelah disiksa dengan berbagai cara yang sangat mengerikan. Mereka dipenuhi kebencian yang sangat mendalam dan aura menyeramkan yang membuat bulu kuduk berdiri. Setiap kali mereka lewat, udara hitam pekat menyelimuti area itu, rumput-rumput langsung layu dan mati, dan bunga-bunga berguguran dengan cepat. Di antara mereka ada banyak raja hantu da







