Beranda / Urban / Balas Dendam sang Kultivator / Bab 106. Toko Peninggalan Zaman

Share

Bab 106. Toko Peninggalan Zaman

Penulis: Imgnmln
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-10 17:42:15

Rayden berdiri di depan pintu kayu yang lapuk itu, benang cahaya merah dari cincinnya berdenyut lembut sebelum akhirnya meresap kembali ke dalam batu utamanya, tugasnya selesai.

Ia menatap papan nama yang nyaris tak terbaca itu. Dengan indra spiritualnya yang kini jauh lebih peka, ia bisa merasakan sebuah formasi penyembunyi yang samar namun sangat rumit menyelimuti seluruh bangunan. Formasi itu tidak dirancang untuk menyerang, melainkan untuk membuat toko kecil ini tampak biasa, membosankan, dan tidak layak untuk diperhatikan.

"Tempat ini..." gumamnya pada dirinya sendiri. "Bukan sekadar toko biasa."

Dengan sedikit dorongan, pintu itu terbuka dengan suara derit panjang yang seolah memprotes karena tidurnya yang panjang diganggu.

Bagian dalam toko itu remang-remang dan terasa sesak. Udara terasa pengap, dipenuhi oleh aroma khas dari kayu tua, debu yang telah mengendap selama puluhan tahun, dan aura samar dari kekuatan spiritual yang tertidur di dalam artefak-artefak yang terlupakan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Balas Dendam sang Kultivator    Bab 109. Rantai Budak

    Kael mengamati Rayden yang berdiri diam di depan peta holografik, sosoknya yang tegap memancarkan aura keraguan yang berat. Pilihan di hadapannya bukanlah pilihan sama sekali, melainkan undangan untuk memilih cara mati."Ini adalah pilihan yang sulit, Tuan Muda," kata Kael dengan nada prihatin, suaranya yang tua memecah keheningan di ruang intelijen yang dingin itu. "Keduanya adalah jebakan maut yang disiapkan dengan sempurna. Satu adalah benteng yang tak bisa ditembus, yang lain adalah kuburan yang tak bisa ditemukan."Rayden tidak menjawab, pikirannya masih menimbang-nimbang. Menara Obsidian adalah sebuah deklarasi perang terbuka yang kemungkinan besar akan berakhir dengan kematiannya. Lembah Kabut Beracun adalah sebuah pertaruhan melawan alam yang hasilnya tidak bisa diprediksi. Keduanya adalah jalan yang dipenuhi oleh duri.BIP!Tepat saat ia sedang tenggelam dalam dilema strategisnya, sebuah sinyal peringatan prioritas tertinggi tiba-tiba berkedip merah di salah satu konsol di su

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 108. Dua Jalan, Satu Tujuan

    Kael menatap Rayden setelah mendengar permintaannya yang singkat namun berat. Wajahnya yang tadinya penuh hormat kini menjadi serius, dan matanya yang tua menyipit seolah sedang menatap ke masa lalu yang kelam."Naga yang Anda cari," katanya, suaranya rendah dan penuh peringatan, "Bukanlah makhluk biasa. Ia adalah hantu yang telah menghantui wilayah ini selama puluhan tahun. Banyak yang telah mencoba memburunya. Tidak ada satu pun yang pernah kembali."Rayden tidak gentar. "Aku tidak datang untuk mencoba," jawabnya dingin. "Aku datang untuk menyelesaikan."Melihat tekad yang tak tergoyahkan di mata Tuan Mudanya, Kael mengangguk. Ia berbalik ke arah proyektor holografik dan dengan beberapa perintah cepat, peta bintang yang rumit itu lenyap, digantikan oleh citra satelit dari sebuah wilayah tandus yang luas."Jaringan kami telah melacak pergerakannya selama bertahun-tahun," jelas Kael. "Datanya tidak banyak. Dia sangat berhati-hati, hampir tidak pernah meninggalkan jejak. Namun, berdasa

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 107. Cincin Ashura

    Rayden menatap pria tua yang berlutut di hadapannya, ekspresinya tetap tenang dan tak terbaca. Cahaya merah darah dari Cincin Ashura memantulkan kilat yang aneh di matanya yang berwarna amber. Ia membiarkan keheningan yang canggung itu berlangsung selama beberapa saat, mengamati pria tua yang tubuhnya sedikit gemetar karena emosi yang tertahan."Tuan Muda?" tanyanya pelan, suaranya memecah keheningan di toko yang pengap itu. "Jelaskan."Pria tua itu mengangkat kepalanya perlahan, matanya yang tadinya tampak mengantuk kini jernih dan dipenuhi oleh rasa hormat yang mendalam. "Maafkan kelancangan bawahan ini, Tuan Muda," katanya, suaranya kini mantap dan penuh wibawa. "Nama saya Kael. Dan tempat ini, bukanlah sekadar toko barang antik."Dengan gerakan yang masih penuh hormat, Kael bangkit. Ia berjalan ke dinding di belakang meja kasir dan menekan sebuah batu bata yang tampak biasa. Terdengar suara gemeretak pelan, dan seluruh rak buku di dinding itu bergeser ke samping tanpa suara, menam

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 106. Toko Peninggalan Zaman

    Rayden berdiri di depan pintu kayu yang lapuk itu, benang cahaya merah dari cincinnya berdenyut lembut sebelum akhirnya meresap kembali ke dalam batu utamanya, tugasnya selesai.Ia menatap papan nama yang nyaris tak terbaca itu. Dengan indra spiritualnya yang kini jauh lebih peka, ia bisa merasakan sebuah formasi penyembunyi yang samar namun sangat rumit menyelimuti seluruh bangunan. Formasi itu tidak dirancang untuk menyerang, melainkan untuk membuat toko kecil ini tampak biasa, membosankan, dan tidak layak untuk diperhatikan."Tempat ini..." gumamnya pada dirinya sendiri. "Bukan sekadar toko biasa."Dengan sedikit dorongan, pintu itu terbuka dengan suara derit panjang yang seolah memprotes karena tidurnya yang panjang diganggu.Bagian dalam toko itu remang-remang dan terasa sesak. Udara terasa pengap, dipenuhi oleh aroma khas dari kayu tua, debu yang telah mengendap selama puluhan tahun, dan aura samar dari kekuatan spiritual yang tertidur di dalam artefak-artefak yang terlupakan.

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 105. Cincin Kuno

    Rayden menatap cincin berukir rumit di jarinya. Di dalam kamar penginapannya yang remang-remang, logam kusam itu seolah menyerap cahaya, tidak memantulkannya. Kehangatan samar yang sempat ia rasakan tadi kini telah lenyap, meninggalkannya sekali lagi dalam keheningan."Kau bilang ini berharga," pikirnya, mengingat kembali kata-kata samar dari pria tua yang telah menjadi salah satu gurunya di Desa Dewa. "Sekarang saatnya membuktikannya."Dengan sedikit keraguan, ia memutuskan untuk mencoba. Ia telah mencoba kekuatan, ia telah mencoba kekayaan, dan keduanya gagal di hadapan nama terlarang itu. Mungkin, jawabannya terletak pada sesuatu yang tidak ia pahami.Ia duduk bersila di lantai kayu yang berderit, meletakkan inti spiritual Serigala Bertanduk Giok di sampingnya untuk berjaga-jaga. Ia memejamkan mata, menenangkan badai kekecewaan di dalam benaknya. Ia tidak mengharapkan ledakan kekuatan atau petunjuk yang tiba-tiba muncul. Ia hanya ingin tahu.Dengan hati-hati, ia menyalurkan seutas

  • Balas Dendam sang Kultivator    Bab 104. Nama yang Terlarang

    Bartender kekar itu menatap Rayden dengan mata terbelalak, seolah baru saja melihat hantu. Keringat dingin tiba-tiba membasahi pelipisnya yang tebal, dan warna di wajahnya yang penuh bekas luka terkuras habis."Brahma Angkara?" bisiknya, suaranya yang tadinya serak karena bir kini bergetar karena teror murni. Ia melirik ke kiri dan ke kanan dengan panik, seolah dinding-dinding kedai yang kotor ini memiliki telinga. "Tuan, sebaiknya Anda tidak menyebut nama itu di sini, atau di mana pun."Rayden mencondongkan tubuhnya ke depan, sama sekali mengabaikan peringatan itu. Matanya yang berwarna amber menatap bartender itu dengan dingin. "Aku tidak bertanya apakah aku boleh menyebut namanya," katanya dengan suara rendah yang tidak menyisakan ruang untuk perdebatan. "Aku membayarmu untuk informasi."Dengan satu gerakan jari yang disengaja, ia mendorong inti spiritual Serigala Bertanduk Giok yang berdenyut itu lebih dekat ke arah sang bartender. Cahaya biru esnya yang murni memantul di mata pri

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status