Beranda / Urban / Balas Dendam sang Kultivator / Bab 187. Di Balik Pengkhianatan

Share

Bab 187. Di Balik Pengkhianatan

Penulis: Imgnmln
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-27 10:55:31

“Pembelot?” desis Rayden, suaranya yang rendah kini bergetar karena amarah. Aura emasnya yang baru saja tenang kembali bergejolak, membuat riak-riak kecil di permukaan air danau yang membeku. “Kau menyebutnya pembelot karena dia memilih cinta?”

Lady Anya tidak gentar. Ia hanya menatap Rayden dengan ekspresi yang rumit, sebuah campuran antara simpati dan kesedihan yang telah lama terpendam. “Bagi kami, itu lebih dari sekadar cinta, Rayden. Itu adalah sebuah pilihan yang mempertaruhkan kelangsungan hidup klan kita.”

“Ceritakan padaku,” tuntut Rayden, suaranya kini lebih pelan namun dipenuhi oleh intensitas yang dingin. “Ceritakan semuanya.”

Anya menghela napas, seolah membuka sebuah buku tua yang telah lama tidak ingin ia baca. Ceritanya membawa mereka kembali ke masa lalu, melukiskan gambaran tentang Lembah Sunyi yang lebih arogan, lebih terisolasi, di mana cinta adalah sebuah kemewahan yang berbahaya, sebuah kelemahan.

“Tuan Muda Orion hancur,” bisik Anya, matanya menerawang. “Dia ada
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 192. Aliansi Es dan Angin

    Menara yang tadinya terasa melankolis kini menjadi sesak, dinding-dinding batunya yang dingin seolah mendekat untuk meremukkan mereka. Lukisan-lukisan Liana di dinding tidak lagi tampak seperti kenangan yang indah. Kini lukisan-lukisan itu tampak seperti potret seorang tahanan yang tersenyum dalam penderitaan, setiap senyumnya adalah sebuah jeritan sunyi yang tidak pernah didengar siapa pun.Rayden merasakan udara di paru-parunya menipis. Setiap tarikan napas terasa seperti menelan serpihan es. Ibunya... masih hidup.Ibunya ada di sini, di lembah ini, selama sepuluh tahun ini ia menderita dalam diam. Sementara putranya mengira ia telah mati dan berkelana mencari pembalasan dendam yang sia-sia."Di mana?" tanyanya Rayden kembali memastikan, suaranya begitu rendah hingga nyaris tak terdengar.Orion akhirnya mengalihkan pandangannya dari lukisan itu. Kebenciannya yang lama telah lenyap, digantikan oleh tekad baru yang dingin dan menakutkan. "Menara Puncak Awan," jawabnya, pikirannya berp

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 191. Tahanan Menara Puncak Awan

    "Apakah kau sudah bertemu ibumu?"Pertanyaan itu dilontarkan dengan nada yang biasa saja, seolah menanyakan cuaca. Namun bagi Rayden, pertanyaan itu terdengar seperti sebuah ledakan di dalam keheningan. Seluruh kelegaan yang baru saja ia rasakan, seluruh ketenangan yang baru saja ia temukan, lenyap dalam sekejap. Udara di paru-parunya seolah membeku.Ia menatap Orion, mencoba memahami. Mungkin ia salah dengar. Mungkin ini adalah metafora yang tidak ia mengerti. Tapi tatapan Orion yang tulus dan penuh rasa ingin tahu mengatakan sebaliknya.Rayden mengerutkan kening, kebingungan total tergambar jelas di wajahnya. "Bertemu ibuku? Apa maksudmu?"Keheningan kembali turun, tetapi kali ini bukan keheningan yang nyaman. Ini adalah keheningan yang dipenuhi oleh tanda tanya yang mengerikan. Orion menatap Rayden, kebingungan di wajahnya perlahan berubah menjadi ekspresi ngeri saat ia melihat tatapan Rayden yang benar-benar kosong dan tidak mengerti.Orion mulai menghubungkan titik-titik di dalam

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 190. Pertanyaan yang Salah

    “Dia benci teh herbal yang disukai para tetua,” lanjut Orion, sebuah senyum tipis yang pahit menyentuh bibirnya. “Dia bilang rasanya seperti minum air rendaman kaus kaki. Suatu kali, dia menukar teh Tetua Agung Valerius dengan air garam. Aku belum pernah melihat Tetua Agung sepucat itu.”Rayden mendengarkan dalam diam, menyerap setiap detail. Di dalam benaknya, citra ibunya yang tadinya hanya berupa potret seorang korban yang tragis, kini mulai diisi dengan warna. Ia bisa membayangkan ibunya, seorang gadis muda yang jenius namun pemberontak, tertawa di balik punggung para tetua yang kaku.“Matanya akan berbinar paling terang,” kata Orion lagi, suaranya kini lebih lembut, “Bukan saat ia dipuji, tetapi saat ia berhasil menguasai teknik es yang sulit. Saat itu, ia tidak terlihat seperti putri bangsawan. Ia terlihat seperti seorang dewi perang yang baru saja menaklukkan sebuah bintang.”Saat ia bercerita, kebencian di matanya perlahan memudar, digantikan oleh nostalgia yang begitu dalam h

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 189. Tatapan Mata 

    Keheningan yang menyusul terasa seperti penolakan yang dingin, seolah menara itu sendiri sedang mempertimbangkan apakah ia layak untuk dijawab.Setelah penantian, suara kunci-kunci berat yang diputar dari dalam terdengar, berderit karena sudah lama tidak digunakan. Pintu kayu hitam yang masif itu terbuka perlahan, menampakkan kegelapan di dalamnya.Sesosok pria paruh baya melangkah keluar dari bayang-bayang. Rambut peraknya yang panjang dan tak terurus menjuntai melewati bahunya, dan janggut tipis menghiasi dagunya yang tirus. Ia mengenakan jubah abu-abu sederhana yang telah usang.Namun yang paling menonjol adalah matanya. Mata biru pucat yang sama seperti mata para anggota klan lainnya, tetapi mata ini dipenuhi oleh kesedihan yang tak berdasar, sebuah samudra kesedihan yang telah ia tenggelami selama puluhan tahun.Ia menatap Rayden, dan saat matanya tertuju pada wajah pemuda itu, kesedihan yang pasif itu seketika lenyap, digantikan oleh kebencian yang telah lama membeku yang kini m

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 188. Sang Kekasih yang Terluka

    Ia menjelaskan bahwa setelah Liana pergi untuk selamanya, Orion tidak melakukan apa yang semua orang harapkan darinya. Ia tidak menyatakan perang. Ia tidak menuntut kompensasi dari Klan Salju Abadi. Ia hanya… hancur. Jenius yang tadinya paling cemerlang di generasinya, yang langkahnya dipuja dan kata-katanya diikuti, menjadi seorang pertapa yang patah hati.“Sekte Angin Perak murka,” lanjut Anya. “Mereka menuntut Orion untuk kembali, untuk menikahi wanita lain dan melupakan aib ini. Tapi ia menolak. Ia menolak semua wanita lain yang ditawarkan padanya. Ia melepaskan posisinya sebagai pewaris utama sekte. Ia hanya meminta satu hal dari Tetua Agung Valerius, izin untuk tetap tinggal di sini, di Lembah Sunyi, tempat terakhir di mana ia merasakan kebahagiaan bersama Liana.”Sebuah kesetiaan yang tak terbalas. Rayden harus berhadapan dengan kenyataan bahwa pria yang seharusnya menjadi musuhnya, yang seharusnya menjadi simbol dari sistem perjodohan yang ia benci, ternyata adalah korban lain

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 187. Di Balik Pengkhianatan

    “Pembelot?” desis Rayden, suaranya yang rendah kini bergetar karena amarah. Aura emasnya yang baru saja tenang kembali bergejolak, membuat riak-riak kecil di permukaan air danau yang membeku. “Kau menyebutnya pembelot karena dia memilih cinta?”Lady Anya tidak gentar. Ia hanya menatap Rayden dengan ekspresi yang rumit, sebuah campuran antara simpati dan kesedihan yang telah lama terpendam. “Bagi kami, itu lebih dari sekadar cinta, Rayden. Itu adalah sebuah pilihan yang mempertaruhkan kelangsungan hidup klan kita.”“Ceritakan padaku,” tuntut Rayden, suaranya kini lebih pelan namun dipenuhi oleh intensitas yang dingin. “Ceritakan semuanya.”Anya menghela napas, seolah membuka sebuah buku tua yang telah lama tidak ingin ia baca. Ceritanya membawa mereka kembali ke masa lalu, melukiskan gambaran tentang Lembah Sunyi yang lebih arogan, lebih terisolasi, di mana cinta adalah sebuah kemewahan yang berbahaya, sebuah kelemahan.“Tuan Muda Orion hancur,” bisik Anya, matanya menerawang. “Dia ada

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status