Home / Urban / Balas Dendam sang Kultivator / Bab 8. Perburuan dalam Bayangan

Share

Bab 8. Perburuan dalam Bayangan

Author: Imgnmln
last update Last Updated: 2025-07-03 08:26:10

Langkah kaki para penjaga terdengar berat di lorong bawah Balai Lelang Delvanca. Dinding-dinding batu memantulkan suara roda yang berderit saat peti kaca itu digeser perlahan. Rayden menunduk di atas balok kayu tua, mengikuti dari kegelapan dengan napas teratur. Tak ada sorotan cahaya yang menyentuhnya. Ia seperti bayangan yang menyatu dengan tempat itu.

Ia sudah memperkirakan rute ini. Lorong menuju ruang bawah adalah jalur distribusi artefak berharga, hanya digunakan untuk barang-barang yang tidak bisa masuk daftar lelang. Peti itu tidak dibawa kembali ke gudang biasa. Ini sudah berbeda dari jalur tiga malam lalu. Mereka mengambil jalur penyimpanan paling dalam, yang hanya dipakai untuk objek berisiko tinggi.

Rayden bergerak saat para penjaga membuka pintu logam berat. Ia meluncur cepat ke balik rak besi ketika mereka lewat, tak mengeluarkan suara. Begitu pintu kembali tertutup, ia menyelinap mendekat.

Di dalam ruangan itu, udara jauh lebih dingin. Cahaya biru dari lampu kristal menyinari area sempit dengan puluhan kotak kayu dan beberapa tabung penyimpanan spiritual. Di tengah ruangan, peti kaca tadi kini terhubung dengan alat pindaian berbasis rune.

Dua penjaga berjaga sambil mengecek panel kontrol. Salah satunya berbicara pelan sambil menunjuk layar.

"Segelnya belum aktif penuh. Tapi cukup stabil untuk pengiriman."

"Selesaikan segera. Pengangkutan pakai jalur utara. Mereka tunggu di titik koordinat sebelum matahari terbit."

Rayden mengingat setiap pembicaraan mereka. Jalur utara artinya bukan rute distribusi dalam kota. Ini dikirim keluar. Sepertinya harus cepat dan diam-diam. Matanya mengarah ke panel. Tulisan-tulisan di layar menunjukkan daftar muatan.

Kode pengirimannya adalah BX-45.

Tujuannya adalah Markas Cadangan Bramasta yang berada di Wilayah Terluar Malora.

Ia menyempitkan mata. Wilayah terluar berarti jaringan logistik yang tidak diawasi langsung oleh Dewan Kultivator. Barang ini akan hilang begitu sampai ke tangan lain.

Salah satu penjaga membuka kotak logam kecil. Mengeluarkan gulungan dokumen pengiriman. Ia membacanya pelan.

"Tiga objek. Dua dikonfirmasi asal internal. Satu... sumber tidak dikenal, dimasukkan melalui jalur khusus."

Rayden mengerutkan kening. Itu pasti akar tanaman ungu yang ia cari. Kalau benar barang itu tak tercatat secara resmi, maka Bramasta menyimpannya diam-diam.

Suara langkah mendekat. Seorang pria lain masuk, berbeda dari dua penjaga sebelumnya. Pakaiannya rapi, tapi tak memakai seragam. Ia membawa tongkat pemindai dan sebuah cincin penguat spiritual di tangan kirinya. Dari caranya berjalan, Rayden bisa menebak pria ini adalah pengawas tingkat menengah.

"Persiapkan transmisi. Barang akan dikirim malam ini juga."

"Tuan, jalur selatan lebih aman," saran salah satu penjaga.

"Instruksi dari atas. Jalur utara. Bukan permintaan, tapi perintah."

Rayden tahu dia harus bertindak cepat. Ia mundur perlahan, menyusuri jalur ventilasi yang terbuka sebagian di sisi kanan ruangan. Debu dan bau logam menyengat, tapi ia terus merangkak hingga menemukan percabangan.

Beberapa meter ke dalam, ia menemukan ruang kontrol kecil. Tak ada orang. Di dalamnya, satu panel kristal menyala. Ia duduk di depannya dan mulai menyalin data transmisi. Suhu di dalam ruangan menghangat oleh energi rune yang berdenyut pelan. Beberapa detik kemudian, suara dari ruang sebelah terdengar makin keras.

"Sistem aktif. Rune sinkron. Pengiriman dimulai."

Rayden tak sempat menyalin semua file. Tapi satu folder menarik perhatiannya.

[Altair Consortium - Akses Kirim Non Resmi]

Tangannya berhenti. Altair. Nama itu bukan asing. Salah satu keluarga tertua di dunia kultivator. Mereka tak pernah tampil di depan umum, tapi jejak kekuatan mereka ada di mana-mana. Jika Bramasta terhubung dengan Altair, maka konflik ini bukan urusan satu kota, melainkan jaringan besar yang bergerak dalam gelap.

Sebelum bisa membuka file lebih jauh, alarm samar terdengar. Bukan sirine keras, tapi getaran ringan di lantai. Sistem mendeteksi keberadaan energi asing.

Rayden mengutuk dalam hati. Ia menutup semua panel, memasang gangguan aura di sekitar ruangan. Tapi itu hanya bertahan beberapa menit.

Langkah cepat mendekat. Satu suara berkata, "Ada fluktuasi di sektor tiga. Periksa sekarang."

Rayden membuka penutup ventilasi samping dan masuk. Jalurnya sempit dan berdebu, tapi cukup untuk lolos dari pengejaran. Ia merangkak cepat, tubuhnya menyatu dengan gelap dan sempitnya ruang.

Di ujung, ia melihat lingkaran rune bercahaya biru. Sebuah gerbang transportasi spiritual. Tak dijaga, tapi aktif. Getaran magis di lantainya menandakan sistem itu baru saja dihidupkan.

Ia melompat masuk.

Sesaat, tubuhnya melesat melewati lorong cahaya. Dinding bercahaya biru, suara desiran seperti aliran sungai. Kemudian, gelap. Tubuhnya berputar sebentar sebelum terlempar ke luar.

Rayden mendarat keras di ruang sempit penuh debu. Di sekelilingnya, lemari tua dan tumpukan gulungan. Bau kayu lembap dan batu basah memenuhi udara. Di satu sisi, cahaya dari luar menerobos masuk lewat kisi-kisi kayu.

Ia menyusuri ruangan itu dan menemukan satu meja dengan lambang Bramasta yang sudah dicoret. Tapi satu simbol di bawahnya menarik perhatian.

Segel Perdagangan Altair.

Rayden menarik satu gulungan dari tumpukan. Di sana, tercetak daftar barang.

Kode: BX-45

Tujuan: Markas Tengah Altair - Sektor 2C

Pengirim: Bramasta - Transit tidak resmi

Penerima: Altair Consortium (kode khusus: Lucien D.)

Rayden menggenggam kertas itu erat. Ini tentang sesuatu yang jauh lebih besar.

Ia menyandarkan punggung ke dinding. Lantai dingin menempel ke telapak sepatunya. Tangannya gemetar sedikit, bukan karena takut, tapi karena kepingan rencana mulai saling terhubung.

Altair, Bramasta, dan nama Lucien D. Semuanya muncul di jalur yang sama.

Ia melangkah keluar dari ruangan gelap itu. Malam masih panjang, tapi jalur perang baru sudah terbuka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 177. Resonansi Darah

    Mereka akhirnya tiba di depan sebuah mulut gua kristal raksasa yang tersembunyi di balik sebuah air terjun beku. Gua itu dijaga oleh dua golem es raksasa yang duduk diam seperti gunung kecil.Saat para tetua mendekat, golem-golem itu terbangun, mata mereka yang terbuat dari safir biru murni bersinar terang. Setelah mengenali para tetua, mereka menyingkir tanpa suara, memperlihatkan jalan masuk yang gelap.Bagian dalam gua itu begitu indah hingga membuat napas tertahan. Dinding dan langit-langitnya sepenuhnya terbuat dari kristal es biru pucat yang memancarkan cahaya lembut dari dalam, seolah mereka telah melangkah masuk ke dalam sebuah berlian raksasa. Udara di sini berderak oleh energi murni yang begitu pekat hingga terasa seperti medan kekuatan yang hidup, membuat setiap tarikan napas terasa menyegarkan sekaligus menekan.Dan di tengah gua yang maha luas itu, mengambang beberapa inci di atas lantai kristal yang sempurna, adalah Jantung Es.Sebuah kristal biru pucat seukuran rumah ke

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 176. Vonis

    Lady Anya adalah yang pertama memecah keheningan yang pekat setelah cerita Rayden berakhir. Ia mengangkat kepalanya yang tadinya tertunduk, melepaskan topeng esnya, dan menatap lurus ke arah Tetua Agung Valerius di seberang ruangan."Tetua Agung," katanya, suaranya yang jernih dan kuat bergema di antara pilar-pilar gletser. "Ceritanya konsisten dengan apa yang kita ketahui tentang hilangnya Liana. Dan resonansinya dengan Segel Leluhur tidak bisa dibantah. Saya melihatnya dengan mata saya sendiri."Argumennya yang didasari oleh fakta dan logika itu seperti sebuah batu yang dilemparkan ke permukaan danau yang beku, menciptakan riak-riak di antara para tetua lainnya.Seorang tetua lain yang tampak lebih muda, dengan rambut hitam legam yang kontras dengan jubah putihnya, mengangguk setuju. "Lady Anya benar," katanya, suaranya dipenuhi oleh semangat yang terpendam. "Selama berabad-abad kita telah bersembunyi di sini, meratapi penghinaan di masa lalu. Jika Brahma Angkara benar-benar berada

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 175. Aula Penghakiman Es

    Lady Anya, yang berdiri sedikit di belakang, tampak ingin berbicara, membela keajaiban yang baru saja ia saksikan dengan matanya sendiri. Namun, satu tatapan tajam dari sang tetua agung membuatnya terdiam. Kata-kata yang hendak ia ucapkan seolah membeku di tenggorokannya. "Tetua Agung, mohon..." bisiknya, namun suaranya lenyap ditelan keheningan yang menindas.Valerius memberi isyarat dengan kepalanya, sebuah perintah tanpa kata. Dengan enggan, Lady Anya memandu Rayden masuk lebih dalam ke lembah. Mereka tiba di depan sebuah bangunan yang tak terpikirkan, sebuah aula besar yang tidak dibangun, melainkan diukir langsung di dalam jantung sebuah gletser kuno.Dindingnya yang transparan memancarkan cahaya biru pucat dari dalam, dan di tengahnya, beberapa kursi es raksasa yang diukir dengan pola kepingan salju yang rumit tersusun melingkar. Di sana, duduk dalam keheningan yang sakral, adalah para anggota Dewan Tetua Klan Salju Abadi lainnya, wajah-wajah mereka setua dan sekeras es abadi."

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 174. Langkah Pertama di Tanah Leluhur

    Rayden menatap wanita di hadapannya. Tanpa topeng es, wajahnya menunjukkan kecantikan yang tegas dan matang, namun matanya yang biru pucat masih menyimpan kewaspadaan yang dalam. Ia tidak membalas sapaan itu, hanya mengangguk singkat, lalu melangkah melewati gerbang cahaya.Dunia di sekelilingnya berubah seketika.Dinginnya Pegunungan Nafas Naga yang menusuk hingga ke tulang lenyap, digantikan oleh udara sejuk yang dipenuhi oleh energi spiritual yang begitu murni hingga terasa seperti nektar bagi Dantiannya yang baru pulih. Ia menarik napas dalam-dalam, merasakan energi murni itu membersihkan sisa-sisa kelelahan dari jiwanya.Ia telah memasuki sebuah surga yang tersembunyi. Lembah itu bahkan lebih indah dari yang terlihat dari luar. Di atasnya, langit tampak lebih biru, lebih jernih. Sungai-sungai kecil dengan air sejernih kristal mengalir dengan tenang di antara padang rumput hijau yang lembut.Di sepanjang tepi sungai, tumbuh bunga-bunga aneh yang kelopaknya terbuat dari es tipis, m

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 173. Gerbang yang Terbuka

    Di dalam sebuah aula megah di dalam lembah, Tetua Agung Valerius dan para tetua lainnya menatap sebuah cermin es raksasa yang menunjukkan pemandangan di luar. Saat badai itu tiba-tiba berhenti, semua tetua di dalam ruangan terkesiap.Di layar cermin itu, di dahi Rayden yang kini duduk tak sadarkan diri di tengah keheningan, sebuah simbol bunga es dengan enam kelopak yang bersinar dengan cahaya putih murni, seolah terbuat dari cahaya bulan yang membeku.Salah satu tetua yang paling tua di dewan itu, yang telah menyaksikan pergantian zaman, bangkit dari kursinya dengan tubuh gemetar, matanya yang keriput membelalak tak percaya."Tidak mungkin!" bisiknya dengan ngeri sekaligus kagum."Lambang Darah… Murni?!"Di dalam Aula Penghakiman Es yang agung, keheningan yang pekat menyelimuti Dewan Tetua. Semua mata terpaku pada cermin es raksasa di tengah ruangan, yang kini menampilkan pusaran badai spiritual biru yang mengamuk di luar lembah.Di pusat badai itu, sosok Rayden yang duduk bersila ta

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 172. Ujian Es dan Jiwa II

    Rayden berdiri sendirian, menatap tirai energi yang tadinya tenang, kini mulai bergejolak dengan firasat buruk. Ia bisa merasakan kekuatan kuno di dalamnya terbangun, seperti seekor binatang buas raksasa yang menggeliat dari tidurnya yang panjang."Ujian macam apa yang kau siapkan untukku, Pak Tua?" bisiknya pada angin, nadanya lebih merupakan sebuah tantangan yang getir daripada sebuah pertanyaan.Ia tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan jawabannya.Tanpa peringatan, formasi pelindung di hadapannya berubah. Cahaya auroranya yang lembut kini bergejolak hebat, warna-warni yang tadinya menenangkan kini memadat menjadi satu warna biru es yang menusuk mata. Tirai energi itu berubah menjadi badai, sebuah pusaran kekuatan spiritual es yang mengamuk.Namun, badai ini aneh. Ia tidak menyentuh salju di sekeliling Rayden. Ia tidak menerbangkan kerikil atau mengeluarkan suara gemuruh yang dahsyat. Seluruh kekuatannya terfokus pada satu target tunggal—Rayden.Bukan sebuah badai fisik. Tetap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status