Share

BAB 10.

Penulis: Rosshie
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-08 20:37:36

Wajah Mas Raffi mulai terlihat panik, saat melihat ibu mertuaku dan istri barunya sedang berjalan ke arah kami.

Aku tak peduli, bagiku Mas Raffi bukan siapa-siapa lagi, selain seorang pengkhianat yang sudah tega mengkhianati cinta suci kami.

“Raf, kenapa kamu ….” Sarah menghentikan ucapannya saat melihatku yang berdiri tepat di depan suaminya.

Aku melambaikan tangan kepadanya dengan senyum penuh arti. Bagaimanapun aku harus menyapanya agar tak dikira sombong.

“Kita ketemu lagi ya ma-du-ku,” sapaku dengan menyunggingkan senyum miring, aku bahkan sengaja memperlambat kata terakhirku, agar dia tau kalau dia hanyalah yang kedua, sementara aku lah istri pertama.

Kedua telapak tangan Sarah mengepal erat, wajahnya merah padam.

Aku yakin, dia sedang marah sekarang. Mungkin dia tak menyangka aku akan datang ke rumah ini.

Atau mungkin Sarah tidak tau kalau kedatangan Mas Raffi ke rumahku tadi bukan untuk menceraikanku, tapi untuk membujukku agar tak menggugat cerai.

“Mau apa kamu kesini perempuan mandul!” teriak ibu mertuaku dengan nada tinggi.

Hinaan itu langsung menusuk hatiku. Ibu mertuaku menyebutku perempuan mandul hanya karena aku belum memberinya cucu sampai sekarang.

“Bu, cukup! Jangan hina Zahra lagi! sudah aku bilang, Zahra gak mandul. Kami hanya belum ….”

Aku melihat ibu mertuaku yang bersiap untuk memotong ucapan Mas Raffi. Namun Sarah lebih dulu potong oleh Sarah, yang kini melotot tajam ke arahnya.

“Raf, kamu belain dia di depan aku?!” tanyanya dengan penuh amarah.

Mas Raffi menggenggam tangan Sarah, mencoba untuk menenangkan dia. Tapi aku hanya diam, tidak ada rasa cemburu atau sakit hati.

Entah karena rasa cintaku pada Mas Raffi yang sudah mati, atau karena aku sudah terlalu lelah menangisi pengkhianatannya.

Ibu mertuaku berjalan ke arahku, wajahnya penuh amarah. Mungkin amarahnya siap meledak kapan saja. Tapi Mas Raffi segera menghalanginya dan berdiri tepat di depanku.

“Bu, Raffi mohon, jangan lakukan apapun pada Zahra. Zahra istri Raffi, Bu,” ucapnya dengan nada memohon, mencoba untuk menolongku.

“Raf! Buka mata kamu lebar-lebar! Apa kamu akan lebih memilih Zahra—istri kamu yang mandul itu atau Sarah yang sekarang sedang mengandung anak kamu!” seru ibu mertuaku dengan nada keras, membuatku tercengang.

Hamil? Sarah hamil?

Mas Raffi berbalik ke arahku, hanya menunduk dan tak mampu berkata-kata.

“Mas, a—apa ini benar? dia hamil anak kamu?” tanyaku dengan suara bergetar.

Aku tak ingin menangis, tapi kenyataan pahit ini kembali menghantamku keras. Aku dan Mas Raffi sudah menikah selama satu tahun, tapi sampai sekarang aku belum juga hamil. Sedangkan Sarah, pernikahan mereka baru seumur jagung, tapi kini sudah berbadan dua.

Ya Tuhan, apa ini adil untukku?

Mas Raffi berusaha untuk menggenggam tanganku, tapi langsung aku tepis. “Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu itu, Mas!” desis ku dengan suara bergetar, karena menahan tangis yang hampir pecah.

Air mata sudah memenuhi mataku, tapi aku mencoba menahannya agar tak mengalir. Hatiku kembali hancur berkeping-keping.

Apa aku memang tidak berhak untuk bahagia? apa wanita itu memang harus lebih unggul dariku? Dari segi harta, aku sudah kalah telak, sekarang dia lebih dulu hamil, membuatku semakin terlihat buruk di depan Ibu mertuaku.

“Sayang, dengarkan aku. Aku ….”

PLAAKKK!!!

Tamparanku berhasil mendarat keras di pipi kirinya. Setelah sekian lama menahan diri, aku akhirnya bisa melampiaskan kemarahanku.

Mas Raffi terlihat terkejut, tak menyangka aku akan berani menamparnya. Istri yang selama ini diam dan penurut, kini mulai melawan. Mungkin itu yang sedang Mas Raffi pikirkan tentangku.

Sarah yang melihat itu tampak murka, dia langsung berjalan cepat ke arahku dan menarik kerudungku tanpa sempat aku cegah.

“Beraninya kamu menampar Raffi, hah!” teriaknya sambil terus menarik kerudungku.

Hampir saja kerudungku terlepas dari kepalaku kalau saja aku tak melawan dan langsung mendorong tubuhnya hingga terhuyung ke belakang, menabrak ibu mertuaku.

“Sarah!” seru Mas Raffi tampak panik dan langsung menolong Sarah.

“Mas! dia mau mencelakai anak kita!” tangis Sarah penuh drama.

Mas Raffi langsung menatapku dengan kemarahan yang tak bisa disembunyikan. “Ra, kenapa kamu jadi kasar gini?” tanyanya dengan nada kecewa.

“Kasar, Mas bilang! Mas gak lihat dia yang mulai duluan!” balasku tak kalah emosi

Aku tak terima disalahkan, meskipun dalam hati aku sedikit menyesali perbuatanku, aku sejenak lupa kalau Sarah sedang hamil.

Namun, Ibu mertuaku sengaja menyiram api dengan bensin, memperkeruh keadaan.

“Alah! Bilang saja kalau kamu iri sama Sarah, kan! dia bisa hamil anak Raffi, tapi kamu gak!” seru ibu mertuaku, menambah suasana semakin panas saja.

Aku ingin membalas, tapi urung aku lakukan saat Mas Raffi menghentikan perdebatan ku dengan ibu mertuaku.

“Cukup!” teriaknya keras.

Mas Raffi langsung membopong tubuh Sarah masuk ke dalam rumah, menunjukkan betapa pedulinya dia dengan istri barunya itu, bahkan sampai mengabaikan aku.

Ibu mertuaku menatapku tajam, seolah-olah ingin mengulitiku saat ini juga. Terlihat jelas kebencian yang mendalam dari sorot matanya.

“Pergi kamu dari sini! Kamu gak diterima di rumah ini!” teriaknya keras.

Aku mengangkat dagu, menahan semua luka yang terus menggerogoti hatiku.

“Aku gak akan pernah pergi dari sini, aku berhak untuk tetap berada disini, karena aku masih istri Mas Raffi!” ucapku dengan nada tegas, aku tak ingin direndahkan lagi oleh ibu mertuaku.

“Bu, cukup! Apa yang Zahra katakan benar, dia berhak untuk tetap disini!” ucap Mas Raffi keras, sambil menatap ke arahku.

Aku melihat Sarah yang terus memeluk Mas Raffi, seolah enggan untuk melepaskannya, mungkin takut Mas Raffi akan menghampiriku.

Ibu mertuaku mendengus kesal, lalu berlalu dari hadapanku. “Tapi Ibu gak rela dia menginjakkan kaki di rumah Ibu, Raf!”

“Bu, Raffi mohon, jangan buat masalah ini semakin runyam. Lebih baik Ibu jaga Sarah, bawa dia masuk ke dalam, biar Raffi yang bicara sama Zahra.”

Aku melihat ibu mertuaku yang mengangguk dan langsung membantu Sarah berdiri, dibantu Mas Raffi juga.

“Raf, jangan lama-lama, aku takut anak kita kenapa-napa,” ucapnya dengan dramatis. Padahal tadi dia tak sampai jatuh, tapi seolah-olah kalau aku sudah menyakitinya dan anak dalam kandungannya.

Mas Raffi hanya mengangguk, lalu meminta ibunya untuk membawa Sarah ke kamarnya. Tak berselang lama setelah mereka pergi, dia berjalan ke arahku.

“Sayang, kenapa kamu datang kesini? kamu bisa menghubungiku, maka aku akan ….”

Aku mengangkat tangan kananku, menghentikan ucapannya. “Apa Mas juga akan melarangku untuk datang kesini sama seperti ibumu?”

Mas Raffi menggeleng. “Sayang, bukan begitu. Aku hanya ingin menghindari keributan seperti tadi. Kamu juga tau bagaimana Ibu.”

Aku menepis tangan Mas Raffi yang ingin menggenggam tanganku. “Mas, aku sudah mengambil keputusan, kalau aku gak akan minta cerai.”

Wajah Mas Raffi berubah, dia tampak lega.

“Sayang, kamu serius?” tanyanya seakan masih tak percaya dengan apa yang aku katakan.

Aku mengangguk. “Tapi aku punya satu syarat?”

“Katakan, syarat apapun itu akan aku lakukan asal kita bisa terus bersama,” ucapnya dengan senyuman di wajahnya.

“Aku ingin tinggal bersama dengan Mas Raffi, aku gak ingin jauh dari Mas Raffi lagi.”

Mas Raffi tertegun, mungkin tak menyangka aku akan meminta syarat seperti itu. Sementara, aku tau ini baru permulaan. Aku akan memastikan mereka merasakan sakit yang sama seperti yang aku rasakan.

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 58. ENDING

    Suara tangis bayi menggema di ruang operasi, menandai kehadiran seorang malaikat kecil di dunia.Zahra baru saja melahirkan secara caesar, seperti saat melahirkan anak pertamanya, Ramadhan.Proses yang penuh perjuangan itu kini tergantikan oleh perasaan lega dan bahagia yang meliputi seluruh ruangan.Elang berdiri di sisi Zahra. Dia tak henti-hentinya mengecup kening istrinya yang masih terbaring lemah di atas ranjang operasi. Air matanya mengalir, membasahi wajahnya yang penuh kebahagiaan.“Terima kasih, Sayang. Terima kasih untuk hadiah terindah yang kamu berikan padaku,” ucap Elang dengan nada bergetar. Tangannya menggenggam erat tangan Zahra, seolah ingin memastikan bahwa kebahagiaan ini nyata.Zahra tersenyum lembut meski tubuhnya masih lemah. “Semua ini juga karena kamu, Mas. Terima kasih sudah selalu ada di sisiku,” balasnya dengan suara pelan namun penuh cinta.Tak lama, seorang perawat menghampiri mereka sambil menggendong bayi mungil yang masih merah. “Pak, ini putri Anda,”

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 57.

    Di koridor yang sunyi, suara langkah kaki Zahra dan Elang menggema. Mereka baru saja selesai mendengar penjelasan dokter tentang kondisi Raffi.Dokter itu, seorang pria berusia sekitar lima puluh tahun dengan wajah penuh empati, menjelaskan bahwa tidak ada perubahan berarti pada Raffi sejak pertama kali dirawat di rumah sakit jiwa itu.“Dia sering menjerit ketakutan saat malam hari,” kata dokter dengan nada berat. “Dia terus mengulang bahwa dia bukan pembunuh, seolah dihantui rasa bersalah kepada Sarah dan Nessa. Namun, saat siang hari, dia terlihat berbeda. Raffi tersenyum, bicara sendiri, dan selalu menyebut nama Anda, Bu Zahra. Dia sering menceritakan bahwa istrinya, Zahra, adalah wanita yang cantik, baik, dan sangat mencintainya.”Kata-kata itu bergema di kepala Zahra, meskipun dia berusaha keras untuk tidak menunjukkan emosi.Kini, Zahra dan Elang berdiri di taman rumah sakit, mengamati Raffi dari kejauhan. Pria itu duduk di kursi roda, wajahnya yang dulu tampan kini terlihat le

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 56.

    Empat tahun sudah berlalu. Zahra dan Elang, yang selama ini tinggal di Kanada setelah menikah, akhirnya memutuskan untuk kembali ke Jakarta.Selama pernikahan mereka, Elang sering bolak-balik Jakarta–Kanada karena pekerjaannya. Namun, demi kebersamaan, mereka akhirnya sepakat untuk kembali ke Jakarta setelah Zahra menyelesaikan studinya.Di Bandara Soekarno-Hatta, suasana hangat menyambut kedatangan mereka. Seorang bocah kecil bermata bulat berlari dengan semangat ke arah sepasang paruh baya yang sudah menunggu.“Kakek! Nenek!” seru bocah itu dengan suara riang, membuat suasana bandara terasa lebih hidup.“Cucu Kakek yang ganteng,” ucap Burhan dengan penuh kasih, sambil berjongkok untuk menyambut pelukan cucunya.Ramadhan Luthfi Bagaskara, atau yang akrab dipanggil Rama, langsung memeluk erat kakeknya. “Kakek!”Burhan menggendong Rama sambil tersenyum lebar.“Rama kangen sama Kakek,” ujar Rama sambil mengecup pipi kakeknya.Reina, nenek Rama, tertawa kecil. “Sama Nenek nggak kangen ni

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 55.

    Pemakaman Sarah dan Nessa baru saja usai. Suasana penuh duka menyelimuti keluarga yang ditinggalkan.Tangis Alina pecah di tengah pelayat yang mulai membubarkan diri. Dia tak menyangka nasib anak tirinya dan cucunya akan berakhir dengan begitu tragis. Rasa kehilangan begitu besar, seakan mengguncang dunia kecilnya.“Kenapa semua ini harus terjadi?” ucapnya lirih sambil menatap nisan Sarah dan Nessa.Tak hanya Alina yang terguncang. Seluruh keluarga Zahra ikut terkejut ketika mengetahui pelaku pembunuhan Sarah dan Nessa adalah Raffi dan ibunya.Raffi, yang dulu dikenal sebagai pria yang baik dan penuh kasih, kini berubah menjadi pelaku kejahatan keji.Zahra sendiri tak bisa menyembunyikan rasa prihatinnya. Dia menghela napas panjang, mencoba meredam gejolak di dalam dadanya.Setelah pemakaman selesai, mereka kembali ke rumah nenek Halimah. Suasana di rumah terasa berat, seolah bayang-bayang tragedi tadi masih membekap mereka.Alina memilih mengurung diri di kamar, ditemani oleh putrany

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 54.

    Elang yang tengah bersiap menemui kliennya di sebuah hotel berbintang dikejutkan oleh berita mendadak dari seorang staf hotel.Seorang wanita ditemukan tewas di salah satu kamar hotel. Rasa ingin tahunya langsung membuncah, dan tanpa berpikir panjang, Elang memutuskan untuk memeriksa ke lokasi yang disebutkan.“Maaf, Pak Elang, saya harus memastikan Anda tahu apa yang terjadi,” ujar resepsionis hotel dengan nada gemetar. “Itu terjadi di kamar 304, lantai tiga.”Elang, yang sebelumnya fokus pada pertemuan bisnisnya, bahkan sampai melupakan Raffi, yang sudah menghilang entah ke mana.Bersama beberapa staf hotel, dia segera menuju lantai tiga. Di depan kamar 304, dia mendapati suasana tegang.Beberapa orang terlihat berdiri dengan wajah cemas, termasuk seorang pria yang sangat dia kenal.“Pak Derik? Apa yang Anda lakukan di sini?” tanya Elang dengan nada terkejut.Derik, klien yang sudah berjanji untuk bertemu dengannya, tampak pucat pasi. Wajahnya menggambarkan keterkejutan dan kesediha

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 53.

    Raffi terlihat panik, begitu juga dengan Sonia yang matanya langsung membelalak saat melihat Sarah yang tak sadarkan diri dengan kepala yang ber-lumu-ran da-rah.“Raf, apa yang sudah kamu lakukan!” teriak Sonia, suaranya melengking penuh kepanikan.Dia menutup mulutnya dengan kedua tangan, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Pemandangan itu terlalu mengerikan.Raffi berdiri terpaku. Dia memegang botol wine yang pecah di ujungnya, da-rah Sarah menetes dari pecahan kaca tersebut.Seketika, dia melempar botol itu jauh, seolah benda itu panas membakar tangannya.“Aku gak sengaja melakukannya. Aku hanya ingin membela diri dan kamu tahu itu!” teriak Raffi, suaranya bergetar, matanya memandang Sarah yang tergeletak tak bergerak di lantai.Da-rah terus mengalir dari kepala Sarah, membasahi lantai marmer yang mengkilap. Pemandangan itu membuat Sonia semakin panik.Sonia menoleh ke arah Raffi dengan tatapan tajam. “Raf, kita harus bawa Sarah ke rumah sakit. Dia bisa mening

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status