Share

BAB 6.

Author: Rosshie
last update Last Updated: 2025-04-25 14:04:07

Aku menutup telepon dengan cepat, tanganku masih gemetar. Aku menatap layar ponsel yang sudah mati, seakan ingin menghancurkannya.

Kenapa Mas Raffi bisa sebegitu tega?

Hatiku bergejolak antara marah, kecewa, dan rasa sakit yang tak terkatakan.

Aku sudah memberikan segalanya untuknya, dan ini yang aku dapatkan? Menghancurkan pernikahan kami dengan begitu mudahnya?

Aku menundukkan kepala, dan sesaat merasa dunia ini begitu berat. Aku tahu aku sudah memutuskan untuk bercerai, tapi apa yang akan terjadi selanjutnya?

Aku harus bagaimana menghadapi ini semua? Aku bisa merasakan beban yang semakin berat di pundakku.

Malam semakin larut, namun aku tidak bisa tidur. Berbagai pikiran terus berputar di kepalaku, dan aku tak bisa menenangkan diri.

Sesekali aku memandang foto pernikahanku dengan Mas Raffi yang ada di meja kecil di samping tempat tidur.

Aku teringat saat pertama kali kami bertemu, bagaimana dia menyentuh hatiku dengan kata-katanya yang manis.

Bagaimana ia berjanji akan selalu ada untukku, bagaimana dia meyakinkan aku bahwa kami akan menghabiskan masa depan bersama. Kenapa sekarang semua terasa seperti kebohongan?

Aku berjalan ke jendela kamar, menatap keluar. Malam itu gelap, sepi, dan tak ada suara apapun kecuali suara angin yang berhembus lembut.

Aku ingin melupakan semuanya, tapi aku tahu itu tidak mudah. Mas Raffi dan aku sudah mengikat janji suci, tapi kini janji itu hancur begitu saja. Aku bertanya-tanya apakah dia merasa sedikit pun bersalah.

Aku teringat dengan kata-kata nenek Halimah yang selalu menenangkan hatiku, "Jangan berputus asa, Ra. Tuhan tidak akan memberikan ujian di luar kemampuan hamba-Nya."

Aku tahu aku harus tetap kuat. Jika bukan untuk Mas Raffi, setidaknya untuk diriku sendiri, untuk ibu dan keluarga yang masih berharap aku bahagia.

Aku berdoa dalam hati, memohon petunjuk pada-Nya. Aku tak ingin terus terjebak dalam rasa sakit ini.

Keputusan untuk bercerai sudah aku ambil, dan aku harus melangkah maju. Tetapi langkah itu terasa begitu sulit.

Aku merasa seperti berjalan di atas pasir yang rapuh, setiap langkahku bisa membuatku terjatuh lagi. Aku mengingat nenek Halimah yang selalu memberi nasihat dengan penuh kebijaksanaan, dan aku tahu dia benar.

Aku harus banyak beristighfar dan memohon petunjuk Tuhan. Aku tidak bisa membiarkan perasaan ini menguasai diriku sepenuhnya.

Keesokan harinya, aku duduk di teras rumah bersama ibu dan Bulek Rina. Aku mencoba untuk tetap tenang, tetapi dalam hati, aku merasa kosong.

Ibu tampak bahagia melihatku kembali, dan itu sedikit meringankan bebanku. Tapi aku tahu, aku tidak bisa terus berpura-pura.

Aku harus menghadapi kenyataan dan memberi tahu ibu apa yang sebenarnya terjadi.

“Ra, kemarin kamu bilang kalau Mas Raffi sibuk kerja, jadi nggak bisa nemenin kamu pulang ke sini. Tapi kok aku merasa ada yang beda ya? Apa semuanya baik-baik aja antara kalian?” tanya ibu, dengan wajah penuh keprihatinan.

Aku terdiam sejenak. Aku bisa melihat ada kekhawatiran di mata ibu.

Aku tahu, ibu sudah merasa ada yang tidak beres, tapi aku belum siap untuk memberitahunya tentang apa yang sebenarnya terjadi. Aku ingin melindungi ibu dari rasa sakit yang lebih dalam.

“Ibu, semuanya baik-baik saja kok. Ara cuma ingin pulang sebentar. Mas Raffi memang sibuk dengan pekerjaannya,” jawabku, berusaha meyakinkan ibu, meskipun hatiku terasa sesak.

Bulek Rina juga tampak memperhatikan, seakan bisa merasakan ada yang tidak beres.

“Tapi Ra, kamu kok kelihatan murung? Jangan-jangan kamu ada masalah dengan Raffi, ya?” katanya, dengan nada khawatir.

Aku memaksakan senyum, walaupun aku tahu itu hanya menutupi rasa sakit yang ada.

“Nggak, Bulek. Ara cuma capek aja. Mungkin karena perjalanan jauh dari Jakarta ke sini. Ara akan baik-baik saja,” jawabku, sambil berusaha terlihat ceria.

Aku tahu, semakin aku berbohong, semakin perasaan bersalah itu menghantuiku. Aku berharap bisa secepatnya melewati masa sulit ini, tetapi aku juga sadar, waktu akan menentukan segalanya.

Aku berjanji pada diriku sendiri, suatu saat nanti aku akan memberitahu ibu tentang apa yang terjadi. Tapi bukan sekarang, bukan saat ini.

Siang itu aku memutuskan untuk pergi ke masjid, untuk berdoa dan mencari kedamaian. Aku duduk di sudut masjid, memejamkan mata, dan mengangkat kedua tangan untuk berdoa.

Aku memohon pada Tuhan untuk memberiku kekuatan, agar aku bisa menjalani ujian ini dengan sabar.

Aku juga memohon agar Tuhan memberikan jalan terbaik untukku, dan jika aku memang harus berpisah dengan Mas Raffi, aku berharap Tuhan memberi petunjuk yang jelas.

Setelah sholat, aku merasa sedikit lebih tenang. Aku duduk sejenak, menikmati kedamaian yang ada di sekitarku.

Di luar sana, dunia terus berjalan, sementara aku masih terjebak dalam perasaanku yang kacau.

Aku tahu, aku harus segera keluar dari keterpurukan ini. Aku harus kembali menjadi diriku yang kuat, yang bisa menghadapi apapun yang datang.

Saat aku kembali ke rumah, ibu sedang sibuk di dapur, menyiapkan makanan.

Aku duduk di meja makan, berpikir sejenak. Aku merasa harus berbicara dengan ibu, walaupun aku tahu itu akan sangat sulit.

Aku harus jujur pada ibu, meskipun aku takut dia akan merasa kecewa dan terluka.

“Ara, bisa nggak kamu bantu ibu sebentar?” tanya ibu, memecah lamunanku.

Aku mengangguk dan berdiri, mendekati ibu yang sedang memotong sayur.

“Ibu, aku ingin bicara,” ucapku pelan, hati mulai berdebar.

Ibu menoleh dan tersenyum. “Apa, sayang? Ada apa?”

Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan keberanian. “Ibu, aku harus memberitahukan sesuatu yang penting. Tentang Mas Raffi,” kataku, suaraku bergetar.

Wajah ibu berubah serius. “Ada apa dengan Mas Raffi? Kok kamu terlihat berbeda, Ra?”

Aku menunduk, menghindari tatapan ibu yang penuh kekhawatiran. “Mas Raffi… dia… dia sudah berubah, Bu. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku merasa rumah tangga kami sudah tidak bisa diperbaiki lagi.”

Ibu terdiam, matanya tampak berkaca-kaca. “Ra, jangan bilang kalau kalian...”

“Aku ingin bercerai, Bu,” aku memotong, dan air mata mulai menggenang di mataku. “Mas Raffi sudah punya istri baru, Bu. Aku sudah tidak bisa bertahan lagi.”

Ibu terkejut, dan aku bisa melihat wajahnya yang penuh rasa sakit. “Ra… kenapa kamu nggak bilang dari awal?”

“Aku tidak mau ibu khawatir. Aku juga tidak siap untuk memberitahukan ibu semua ini. Tapi sekarang aku merasa harus jujur, Bu,” jawabku, hampir tak bisa menahan tangis.

Ibu terdiam sejenak, matanya penuh dengan kebingungan dan rasa sakit. Dia mendekatiku, memelukku erat.

“Ra, ibu nggak bisa bayangin kalau kamu melalui semua ini sendirian. Tapi ibu akan selalu ada untuk kamu. Apapun yang terjadi, ibu mendukungmu.”

Aku menangis dalam pelukan ibu. Rasanya, beban yang ada di pundakku sedikit terangkat.

Aku tahu, ini baru awal dari perjalanan panjangku. Meskipun keputusan untuk bercerai sudah diambil, aku masih harus melewati banyak hal.

Tetapi aku merasa lebih kuat sekarang. Karena ibu ada di sampingku, aku tahu aku tidak akan pernah benar-benar sendirian.

Setelah beberapa saat, aku melepaskan pelukan ibu dan mengusap air mata yang masih membasahi pipiku.

“Terima kasih, Bu. Aku janji, aku akan kuat.”

Ibu tersenyum lembut. “Kamu memang anak ibu yang kuat. Jangan takut untuk mengambil keputusan, Ra. Ibu akan selalu mendukung kamu.”

Aku mengangguk, merasakan kedamaian yang mulai tumbuh dalam hatiku. Perjalanan panjang ini belum berakhir, tapi setidaknya aku tahu aku tidak akan melewatinya sendiri.

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 7.

    Hari-hari berlalu, Mas Raffi juga tak datang menemuiku, mungkin dia masih belum percaya dengan keputusan yang sudah aku ambil, kalau ternyata istri yang dulu sangat mencintainya, memilih untuk menyerah daripada harus berbagi dengan wanita lain.“Aku memang orang miskin, Mas, tapi aku gak gila harta seperti kamu.”Tapi kenapa, meskipun aku sudah memberi tahu ibu tentang kondisi rumah tanggaku, rasanya tetap ada ruang kosong yang tak terisi.Perasaan campur aduk antara kesedihan, kebingungan, dan rasa sakit masih menggelayuti hati ini.Aku tahu, hidup harus terus berjalan. Namun, setiap kali aku melihat ibu, aku merasa semakin tertekan untuk menjadi lebih kuat, untuk tidak membiarkan dia tahu betapa hancurnya hatiku.Walau ia mencoba tetap tegar, aku bisa melihat kepedihannya setiap kali ia duduk di kursi roda, seakan ingin berlari untuk meraih kebahagiaan anaknya.Aku ingin membuat ibu bangga, ingin membuktikan bahwa aku bisa menghadapinya meski tanpa Mas Raffi di sisiku.Di tengah keb

    Last Updated : 2025-05-06
  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 8.

    Raffi menatap rumah sederhana tempat dia keluar tadi. Rumah yang telah menjadi saksi kehidupannya bersama dengan Zahra selama satu tahun terakhir, setelah mereka menikah.Raffi meremas dadanya yang terasa nyeri saat mendengar isak tangis Zahra, wanita yang sangat dicintainya dengan segenap jiwanya, bahkan karena Zahra dia sampai berani melawan kedua orang tuanya.Suara itu bagai belati tajam yang mengiris hatinya.“Maafkan aku, Ra. Percayalah, aku melakukan semua ini semata-mata demi masa depan kita. Suatu hari nanti, aku yakin kamu akan mengerti alasan aku sampai mengambil langkah ini,” bisiknya pelan, meski dia tau Zahra tak akan bisa mendengarnya.“Raf, ngapain sih kamu masih berdiri disana! Aku sudah bosan menunggu! Ayo cepat kita pergi dari sini!” Suara Sarah terdengar memanggil dari dalam mobil.Raffi menoleh ke belakang, menatap istri keduanya yang menunggunya dengan ekspresi tidak sabar. Dia tau apa yang dilakukannya salah, tapi dia terperangkap dalam dilema.“Iya, aku kesana,

    Last Updated : 2025-05-06
  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 9.

    Raffi meminta Sarah untuk menunggu di ruang tamu, dia harus memberi penjelasan kepada ibunya. Kini hanya tinggal Raffi dan ibunya di dapur. “Sekarang jelaskan pada Ibu, kenapa wanita tadi bilang kalau dia istri kamu? apa kamu dan Zahra sudah bercerai?” Sinta menatap lekat wajah putranya, mencoba mencari jawaban atas pertanyaannya.Raffi sendiri tampak diam, berusaha merangkai kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan ibunya.“Bu, Raffi belum menceraikan Zahra dan tak akan pernah menceraikannya.” jawaban Raffi membuat ibunya tercengang.“Raffi mencintai Zahra, Bu, lebih dari apapun,” tambahnya lagi dengan suara tegas.Sinta tampak terkejut. Jika Raffi belum menceraikan Zahra, kenapa wanita itu mengaku sebagai istri Raffi. Dia harus mendapatkan kejelasan saat ini juga.“Raf, jangan bilang kamu … kamu menikah lagi tanpa sepengetahuan Ibu?” tanyanya, matanya menatap dengan penuh kecewa.Raffi perlahan menundukkan kepala, mengangguk pelan. “Maafkan Raffi, Bu,” ucapnya dengan nada li

    Last Updated : 2025-05-06
  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 10.

    Wajah Mas Raffi mulai terlihat panik, saat melihat ibu mertuaku dan istri barunya sedang berjalan ke arah kami. Aku tak peduli, bagiku Mas Raffi bukan siapa-siapa lagi, selain seorang pengkhianat yang sudah tega mengkhianati cinta suci kami.“Raf, kenapa kamu ….” Sarah menghentikan ucapannya saat melihatku yang berdiri tepat di depan suaminya.Aku melambaikan tangan kepadanya dengan senyum penuh arti. Bagaimanapun aku harus menyapanya agar tak dikira sombong.“Kita ketemu lagi ya ma-du-ku,” sapaku dengan menyunggingkan senyum miring, aku bahkan sengaja memperlambat kata terakhirku, agar dia tau kalau dia hanyalah yang kedua, sementara aku lah istri pertama.Kedua telapak tangan Sarah mengepal erat, wajahnya merah padam. Aku yakin, dia sedang marah sekarang. Mungkin dia tak menyangka aku akan datang ke rumah ini.Atau mungkin Sarah tidak tau kalau kedatangan Mas Raffi ke rumahku tadi bukan untuk menceraikanku, tapi untuk membujukku agar tak menggugat cerai.“Mau apa kamu kesini perem

    Last Updated : 2025-05-08
  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 11.

    Mas Raffi terlihat kebingungan. Dia pasti tak menyangka aku akan meminta syarat yang begitu sulit untuk dilakukan. Mana mungkin dia akan mengizinkanku tinggal bersama dengan istri barunya.Aku tak berhenti di situ saja. Aku ingin semakin menekan Mas Raffi, berharap dia menyerah dan akhirnya mau menceraikanku. Jika itu terjadi, semuanya akan menjadi lebih mudah bagiku untuk melanjutkan hidup.“Bukankah Mas sendiri yang bilang kalau aku dan istri baru Mas itu bisa hidup bersama? Mas juga mengatakan kalau aku bisa berteman dengan Sarah,” ucapku dengan nada sindiran yang tajam.Mas Raffi menghela napas panjang. “Ra, bukannya aku ingin kamu hidup bersama denganku. Tapi untuk tinggal bersama dengan Sarah, aku… aku nggak bisa.”Aku tersenyum sinis, menahan rasa sakit di dalam hatiku. “Kalau begitu, Mas tinggal pilih. Ceraikan aku sekarang juga, atau Mas penuhi syarat dariku,” jawabku dengan nada tegas, penuh tuntutan. Aku tahu aku kejam, tetapi hanya ini caraku untuk melawan.“Mas, kalau M

    Last Updated : 2025-05-08
  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 12.

    Aku menghela nafas pelan, menatap sekeliling kamar. Sejak awal menikah, aku tak pernah masuk ke kamar ini. Sebab, setelah menikah, aku dan Mas Raffi tinggal di rumahku. Keluarga Mas Raffi tak mau menerimaku di rumah ini.Terdengar suara derit pintu yang terbuka, membuatku langsung menoleh ke arah pintu. Kulihat Mas Raffi melangkah masuk, mendekat ke arahku.Mas Raffi memelukku erat. Tapi aku hanya diam, tak berniat untuk membalas pelukan itu. Meskipun sebenarnya aku sangat merindukan pelukan ini.Pelukan yang dulu selalu bisa membuatku merasa nyaman. Tapi tidak sekarang. Pelukan itu justru terasa begitu menyakitkan.“Maafkan aku, Ra. Aku benar-benar minta maaf,” ucapnya dengan nada lembut. Namun, aku tetap diam.“Aku sangat merindukanmu. Terima kasih masih mau bersamaku,” tambahnya lagi.Kali ini aku mendorong pelan tubuh Mas Raffi, membuat pelukannya terlepas. Kulihat wajah bingungnya, namun aku tak peduli.“Mas, kita harus bicara. Aku memang gak akan meminta cerai, tapi itu bukan b

    Last Updated : 2025-05-08
  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 13.

    Aku melangkah masuk ke ruang makan. Aroma nasi goreng bercampur dengan wangi ayam goreng menyapa indra penciumanku.Di meja, sudah ada satu mangkuk besar nasi goreng, sepiring telur ceplok, dan beberapa potong ayam goreng yang terlihat menggoda.“Wah, Ibu masak enak nih,” ucapku sambil berpura-pura terkesan, mataku melirik mereka satu per satu.Sarah mendekat dengan langkah anggun, wajahnya menampilkan senyum ramah yang dibuat-buat.“Ibu sengaja memasak semua ini spesial untuk kamu loh, Ra. Ibu bilang, semua ini sebagai tanda permintaan maaf Ibu atas sikapnya ke kamu selama ini,” ucapnya dengan nada lembut.Aku langsung menatap Ibu mertuaku yang berdiri tak jauh darinya. Wajahnya tampak tegang, seperti maling yang tertangkap basah sedang mencuri.“Benarkah, Bu? Ibu memasak semua ini untukku?” tanyaku dengan nada setengah terkejut, meskipun dalam hati aku sudah tahu maksud mereka.Ibu mertuaku terdiam sejenak. Wajahnya yang tadi panik berubah kaku. Dia melangkah mendekat dan mencoba te

    Last Updated : 2025-05-09
  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 14.

    Raffi menatap ibunya dan Sarah secara bergantian dengan wajah memerah, tanda amarah yang sulit dia sembunyikan.Sudah lebih dari lima kali dia bolak-balik ke kamar mandi sejak memakan nasi goreng buatan ibunya. Kini, dia berdiri di tengah ruang tamu, napasnya memburu, menuntut jawaban.“Bisa kasih Raffi penjelasan untuk semua ini, Bu?!” serunya lantang, suaranya bergetar oleh emosi.Di sampingnya, Zahra duduk santai di sofa, menyilangkan kakinya, dan memasang senyum penuh kemenangan. Jelas, dia sangat menikmati pemandangan yang sedang berlangsung.Raffi kembali memandang ibunya yang tampak kebingungan, dan Sarah yang semakin terlihat gelisah. Tak satu pun dari mereka berani membuka suara.Raffi lalu mengalihkan pandangannya ke Zahra, istrinya yang duduk dengan penuh percaya diri.“Ra, kamu pasti tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sekarang jelaskan semuanya sama aku,” pintanya dengan nada yang sedikit melunak, meskipun sorot matanya tetap tajam.Zahra mengangkat bahu santai, lalu menata

    Last Updated : 2025-05-09

Latest chapter

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 15.

    Zahra menyandarkan tubuhnya di kursi dekat jendela kamarnya.Di luar, suara desiran angin terdengar samar, membawa aroma bunga yang mulai bermekaran di halaman. Meski suasana sekitar tampak tenang, hatinya penuh gejolak.Hari ini, dia telah menyaksikan momen yang begitu memuaskan, saat ibu mertuanya dan Sarah berlutut di hadapannya."Akhirnya, mereka tahu bagaimana rasanya direndahkan," batin Zahra, sambil mengingat raut wajah mereka yang dipenuhi rasa malu dan amarah.Dari ruang tengah, samar-samar terdengar suara Sinta dan Sarah yang masih saja mengomel.Suara mereka saling tumpang tindih, menumpahkan amarah pada Raffi, yang kini tampak semakin lemah akibat bolak-balik ke kamar mandi.Wajah Raffi pucat pasi, dan tubuhnya terlihat lunglai.“Sarah, tolong antar aku ke rumah sakit,” pinta Raffi dengan suara yang nyaris tak terdengar.Awalnya, Raffi sempat meminta Zahra untuk mengantarnya. Namun Zahra, dengan senyum tipis penuh kemenangan, menolak dengan alasan bahwa Sarah lebih bisa di

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 14.

    Raffi menatap ibunya dan Sarah secara bergantian dengan wajah memerah, tanda amarah yang sulit dia sembunyikan.Sudah lebih dari lima kali dia bolak-balik ke kamar mandi sejak memakan nasi goreng buatan ibunya. Kini, dia berdiri di tengah ruang tamu, napasnya memburu, menuntut jawaban.“Bisa kasih Raffi penjelasan untuk semua ini, Bu?!” serunya lantang, suaranya bergetar oleh emosi.Di sampingnya, Zahra duduk santai di sofa, menyilangkan kakinya, dan memasang senyum penuh kemenangan. Jelas, dia sangat menikmati pemandangan yang sedang berlangsung.Raffi kembali memandang ibunya yang tampak kebingungan, dan Sarah yang semakin terlihat gelisah. Tak satu pun dari mereka berani membuka suara.Raffi lalu mengalihkan pandangannya ke Zahra, istrinya yang duduk dengan penuh percaya diri.“Ra, kamu pasti tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sekarang jelaskan semuanya sama aku,” pintanya dengan nada yang sedikit melunak, meskipun sorot matanya tetap tajam.Zahra mengangkat bahu santai, lalu menata

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 13.

    Aku melangkah masuk ke ruang makan. Aroma nasi goreng bercampur dengan wangi ayam goreng menyapa indra penciumanku.Di meja, sudah ada satu mangkuk besar nasi goreng, sepiring telur ceplok, dan beberapa potong ayam goreng yang terlihat menggoda.“Wah, Ibu masak enak nih,” ucapku sambil berpura-pura terkesan, mataku melirik mereka satu per satu.Sarah mendekat dengan langkah anggun, wajahnya menampilkan senyum ramah yang dibuat-buat.“Ibu sengaja memasak semua ini spesial untuk kamu loh, Ra. Ibu bilang, semua ini sebagai tanda permintaan maaf Ibu atas sikapnya ke kamu selama ini,” ucapnya dengan nada lembut.Aku langsung menatap Ibu mertuaku yang berdiri tak jauh darinya. Wajahnya tampak tegang, seperti maling yang tertangkap basah sedang mencuri.“Benarkah, Bu? Ibu memasak semua ini untukku?” tanyaku dengan nada setengah terkejut, meskipun dalam hati aku sudah tahu maksud mereka.Ibu mertuaku terdiam sejenak. Wajahnya yang tadi panik berubah kaku. Dia melangkah mendekat dan mencoba te

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 12.

    Aku menghela nafas pelan, menatap sekeliling kamar. Sejak awal menikah, aku tak pernah masuk ke kamar ini. Sebab, setelah menikah, aku dan Mas Raffi tinggal di rumahku. Keluarga Mas Raffi tak mau menerimaku di rumah ini.Terdengar suara derit pintu yang terbuka, membuatku langsung menoleh ke arah pintu. Kulihat Mas Raffi melangkah masuk, mendekat ke arahku.Mas Raffi memelukku erat. Tapi aku hanya diam, tak berniat untuk membalas pelukan itu. Meskipun sebenarnya aku sangat merindukan pelukan ini.Pelukan yang dulu selalu bisa membuatku merasa nyaman. Tapi tidak sekarang. Pelukan itu justru terasa begitu menyakitkan.“Maafkan aku, Ra. Aku benar-benar minta maaf,” ucapnya dengan nada lembut. Namun, aku tetap diam.“Aku sangat merindukanmu. Terima kasih masih mau bersamaku,” tambahnya lagi.Kali ini aku mendorong pelan tubuh Mas Raffi, membuat pelukannya terlepas. Kulihat wajah bingungnya, namun aku tak peduli.“Mas, kita harus bicara. Aku memang gak akan meminta cerai, tapi itu bukan b

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 11.

    Mas Raffi terlihat kebingungan. Dia pasti tak menyangka aku akan meminta syarat yang begitu sulit untuk dilakukan. Mana mungkin dia akan mengizinkanku tinggal bersama dengan istri barunya.Aku tak berhenti di situ saja. Aku ingin semakin menekan Mas Raffi, berharap dia menyerah dan akhirnya mau menceraikanku. Jika itu terjadi, semuanya akan menjadi lebih mudah bagiku untuk melanjutkan hidup.“Bukankah Mas sendiri yang bilang kalau aku dan istri baru Mas itu bisa hidup bersama? Mas juga mengatakan kalau aku bisa berteman dengan Sarah,” ucapku dengan nada sindiran yang tajam.Mas Raffi menghela napas panjang. “Ra, bukannya aku ingin kamu hidup bersama denganku. Tapi untuk tinggal bersama dengan Sarah, aku… aku nggak bisa.”Aku tersenyum sinis, menahan rasa sakit di dalam hatiku. “Kalau begitu, Mas tinggal pilih. Ceraikan aku sekarang juga, atau Mas penuhi syarat dariku,” jawabku dengan nada tegas, penuh tuntutan. Aku tahu aku kejam, tetapi hanya ini caraku untuk melawan.“Mas, kalau M

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 10.

    Wajah Mas Raffi mulai terlihat panik, saat melihat ibu mertuaku dan istri barunya sedang berjalan ke arah kami. Aku tak peduli, bagiku Mas Raffi bukan siapa-siapa lagi, selain seorang pengkhianat yang sudah tega mengkhianati cinta suci kami.“Raf, kenapa kamu ….” Sarah menghentikan ucapannya saat melihatku yang berdiri tepat di depan suaminya.Aku melambaikan tangan kepadanya dengan senyum penuh arti. Bagaimanapun aku harus menyapanya agar tak dikira sombong.“Kita ketemu lagi ya ma-du-ku,” sapaku dengan menyunggingkan senyum miring, aku bahkan sengaja memperlambat kata terakhirku, agar dia tau kalau dia hanyalah yang kedua, sementara aku lah istri pertama.Kedua telapak tangan Sarah mengepal erat, wajahnya merah padam. Aku yakin, dia sedang marah sekarang. Mungkin dia tak menyangka aku akan datang ke rumah ini.Atau mungkin Sarah tidak tau kalau kedatangan Mas Raffi ke rumahku tadi bukan untuk menceraikanku, tapi untuk membujukku agar tak menggugat cerai.“Mau apa kamu kesini perem

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 9.

    Raffi meminta Sarah untuk menunggu di ruang tamu, dia harus memberi penjelasan kepada ibunya. Kini hanya tinggal Raffi dan ibunya di dapur. “Sekarang jelaskan pada Ibu, kenapa wanita tadi bilang kalau dia istri kamu? apa kamu dan Zahra sudah bercerai?” Sinta menatap lekat wajah putranya, mencoba mencari jawaban atas pertanyaannya.Raffi sendiri tampak diam, berusaha merangkai kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan ibunya.“Bu, Raffi belum menceraikan Zahra dan tak akan pernah menceraikannya.” jawaban Raffi membuat ibunya tercengang.“Raffi mencintai Zahra, Bu, lebih dari apapun,” tambahnya lagi dengan suara tegas.Sinta tampak terkejut. Jika Raffi belum menceraikan Zahra, kenapa wanita itu mengaku sebagai istri Raffi. Dia harus mendapatkan kejelasan saat ini juga.“Raf, jangan bilang kamu … kamu menikah lagi tanpa sepengetahuan Ibu?” tanyanya, matanya menatap dengan penuh kecewa.Raffi perlahan menundukkan kepala, mengangguk pelan. “Maafkan Raffi, Bu,” ucapnya dengan nada li

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 8.

    Raffi menatap rumah sederhana tempat dia keluar tadi. Rumah yang telah menjadi saksi kehidupannya bersama dengan Zahra selama satu tahun terakhir, setelah mereka menikah.Raffi meremas dadanya yang terasa nyeri saat mendengar isak tangis Zahra, wanita yang sangat dicintainya dengan segenap jiwanya, bahkan karena Zahra dia sampai berani melawan kedua orang tuanya.Suara itu bagai belati tajam yang mengiris hatinya.“Maafkan aku, Ra. Percayalah, aku melakukan semua ini semata-mata demi masa depan kita. Suatu hari nanti, aku yakin kamu akan mengerti alasan aku sampai mengambil langkah ini,” bisiknya pelan, meski dia tau Zahra tak akan bisa mendengarnya.“Raf, ngapain sih kamu masih berdiri disana! Aku sudah bosan menunggu! Ayo cepat kita pergi dari sini!” Suara Sarah terdengar memanggil dari dalam mobil.Raffi menoleh ke belakang, menatap istri keduanya yang menunggunya dengan ekspresi tidak sabar. Dia tau apa yang dilakukannya salah, tapi dia terperangkap dalam dilema.“Iya, aku kesana,

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 7.

    Hari-hari berlalu, Mas Raffi juga tak datang menemuiku, mungkin dia masih belum percaya dengan keputusan yang sudah aku ambil, kalau ternyata istri yang dulu sangat mencintainya, memilih untuk menyerah daripada harus berbagi dengan wanita lain.“Aku memang orang miskin, Mas, tapi aku gak gila harta seperti kamu.”Tapi kenapa, meskipun aku sudah memberi tahu ibu tentang kondisi rumah tanggaku, rasanya tetap ada ruang kosong yang tak terisi.Perasaan campur aduk antara kesedihan, kebingungan, dan rasa sakit masih menggelayuti hati ini.Aku tahu, hidup harus terus berjalan. Namun, setiap kali aku melihat ibu, aku merasa semakin tertekan untuk menjadi lebih kuat, untuk tidak membiarkan dia tahu betapa hancurnya hatiku.Walau ia mencoba tetap tegar, aku bisa melihat kepedihannya setiap kali ia duduk di kursi roda, seakan ingin berlari untuk meraih kebahagiaan anaknya.Aku ingin membuat ibu bangga, ingin membuktikan bahwa aku bisa menghadapinya meski tanpa Mas Raffi di sisiku.Di tengah keb

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status