Share

BAB 7.

Penulis: Rosshie
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-06 15:18:30

Hari-hari berlalu, Mas Raffi juga tak datang menemuiku, mungkin dia masih belum percaya dengan keputusan yang sudah aku ambil, kalau ternyata istri yang dulu sangat mencintainya, memilih untuk menyerah daripada harus berbagi dengan wanita lain.

“Aku memang orang miskin, Mas, tapi aku gak gila harta seperti kamu.”

Tapi kenapa, meskipun aku sudah memberi tahu ibu tentang kondisi rumah tanggaku, rasanya tetap ada ruang kosong yang tak terisi.

Perasaan campur aduk antara kesedihan, kebingungan, dan rasa sakit masih menggelayuti hati ini.

Aku tahu, hidup harus terus berjalan. Namun, setiap kali aku melihat ibu, aku merasa semakin tertekan untuk menjadi lebih kuat, untuk tidak membiarkan dia tahu betapa hancurnya hatiku.

Walau ia mencoba tetap tegar, aku bisa melihat kepedihannya setiap kali ia duduk di kursi roda, seakan ingin berlari untuk meraih kebahagiaan anaknya.

Aku ingin membuat ibu bangga, ingin membuktikan bahwa aku bisa menghadapinya meski tanpa Mas Raffi di sisiku.

Di tengah kebingunganku, nenek Halimah tiba-tiba menghubungiku. Aku mengangkat telepon itu, merasa sedikit terkejut mendengar suaranya yang penuh kehangatan.

“Ra, bagaimana kabarmu? Aku dengar kamu sudah sampai di kampung halaman. Semoga kamu bisa sedikit beristirahat,” suara nenek Halimah terdengar lembut.

Aku terlalu hanyut akan kesedihanku, sampai melupakan janjiku pada nenek Halimah, kalau akan memberitahunya ketika sampai di kampung halamanku.

Maafin aku, Nek.

“Alhamdulillah, Nek. Ara baik-baik saja. Cuma masih banyak yang harus Ara pikirkan,” jawabku, berusaha tidak terdengar terlalu terbebani.

“Nenek tahu, Nak. Tapi jangan terlalu lama larut dalam kesedihan. Ingat, setiap ujian pasti ada jalan keluarnya. Jangan ragu untuk meminta bantuan pada Allah, dan semoga Allah memberikan petunjuk yang terbaik buatmu,” lanjut nenek Halimah dengan suara penuh ketulusan.

Aku mengangguk meskipun nenek Halimah tidak bisa melihatku. Kata-katanya mengingatkanku untuk tetap berpegang pada iman dan untuk terus berharap meski keadaan sulit.

Aku bisa merasakan kehangatan dari kata-kata nenek Halimah, yang meskipun tak sebanding dengan rasa sakit yang aku rasakan, memberikan sedikit ketenangan.

“Iya, Nek. Ara akan berusaha,” jawabku.

“Ra, Nenek akan selalu doakan kamu dari sini. Semoga kamu kuat. Meskipun Nenek belum lama mengenalmu, Nenek tau kalau kamu wanita yang kuat.”

“Jika kamu ada waktu, datanglah ke Jakarta bersama dengan ibumu. Jangan segan-segan untuk meminta bantuan Nenek.”

Aku terharu, tak menyangka, orang yang dulunya asing bagiku, justru sangat peduli padaku. Sementara orang yang sangat aku kenal dan aku percaya, dengan tega sudah menghancurkan hidupku.

“Insyaallah, Nek.” Hanya itu yang bisa kukatakan, tak mungkin aku berjanji untuk sesuatu yang aku sendiri belum tau apa yang akan terjadi nanti.

Setelah mengobrol cukup lama, kuputuskan untuk menutup telepon itu dengan hati yang sedikit lebih ringan.

Setelah percakapan itu, aku merasa sedikit lega. Aku tahu, nenek Halimah benar. Aku harus terus berdoa dan berharap.

Semua ujian yang datang dalam hidup ini, tidak akan pernah lebih berat dari kemampuan untuk menghadapinya. Aku hanya perlu waktu untuk kembali menemukan diriku.

Beberapa hari setelah itu, ibu mengajak aku berbicara di ruang tamu. Aku yang sedang duduk di sampingnya, langsung menoleh ketika ibu memanggilku dengan nada yang berbeda dari biasanya.

“Ra, Ibu ingin tanya sesuatu,” suara ibu terdengar agak serius. “Kamu memang sudah memutuskan untuk bercerai, tapi ibu ingin tahu lebih dalam. Apa kamu benar-benar yakin ini yang terbaik buat kamu?”

Aku menunduk sejenak. Mendengar pertanyaan itu, hatiku terasa semakin berat. Aku sudah memutuskan, namun saat ibu bertanya, aku merasa seperti didera kebingungannya.

“Ibu, Ara tidak tahu harus bagaimana lagi. Rasanya semuanya sudah tidak bisa diperbaiki. Mas Raffi sudah membuat pilihan-pilihannya, dan aku rasa aku tidak bisa bertahan dengan semua kebohongan ini,” jawabku, suara sedikit tercekat.

Ibu terdiam sejenak. Aku bisa melihat tatapannya yang penuh pengertian, meskipun aku tahu dia merasakan luka yang sama, melihat anaknya melalui ujian yang begitu berat.

“Ra, Ibu tahu perasaan kamu. Percayalah, Ibu tidak ingin kamu merasa sendirian. Jika memang ini jalan yang terbaik, Ibu akan mendukung keputusanmu,” kata ibu, dengan nada yang penuh kasih sayang. “Namun, ibu hanya ingin kamu tahu, apapun yang terjadi, Ibu akan selalu ada untuk kamu.”

Aku menghela nafas panjang dan mencoba menahan air mata yang mulai menggenang. 

“Terima kasih, Bu. Ara gak tahu apa yang akan terjadi kedepannya, tapi Ara berjanji akan tetap berjuang untuk ibu. Ara gak akan buat ibu kecewa,” jawabku, berusaha menenangkan diri.

“Ibu tahu, Ra. Kamu kuat, dan Ibu bangga punya anak sepertimu. Jangan biarkan satu kegagalan membuatmu merasa hancur. Kamu masih punya banyak hal yang bisa kamu capai,” kata ibu dengan senyuman yang membuat hatiku sedikit lebih tenang.

Aku mencium punggung tangan ibu dengan penuh rasa sayang. “Ibu adalah orang yang paling kuat yang pernah Ara kenal, Bu. Ara akan selalu mengingat itu.”

Setelah perbincangan itu, aku merasa lebih tenang. Walaupun beban masih ada, setidaknya ibu telah memberikan aku kekuatan untuk menjalani langkah-langkah berikutnya.

Aku tahu, meskipun jalan yang harus kutempuh penuh dengan rintangan, ibu selalu ada untuk memberikan dukungan yang aku butuhkan.

Hari-hari berlalu dengan sedikit demi sedikit aku mulai bisa menerima kenyataan. Aku memutuskan untuk mencari pekerjaan di kampung halaman, agar aku bisa mandiri dan tak bergantung pada siapapun lagi.

Aku mulai mengambil langkah kecil untuk membangun kembali hidupku. Setiap hari, aku berusaha untuk lebih kuat dan lebih tegar.

Namun kedatangan Mas Raffi ke rumah, membuat ketenangan hidupku seketika lenyap. Mas Raffi datang sendiri. Aku pikir setelah beberapa hari tak ada kabar, dia akan langsung mengirim surat cerai padaku.

Tapi ini ….

“Aku gak akan pernah menceraikan kamu, Ra. Itu keputusan yang aku ambil.”

Bukan hanya aku yang terkejut, ibu sama terkejutnya.

“Mas, kenapa kamu egois? Bukankah kamu sudah memilih untuk mengkhianati pernikahan kita? Kamu sudah bahagia dengan istri barumu.”

Aku tak boleh menangis, meskipun sekarang rasanya mataku sudah sangat perih dan memerah. Aku tak ingin terlihat lemah di depannya. Aku harus kuat, apa lagi ada ibu yang kini sedang melihat ke arahku.

“Ra, aku melakukan ini demi kamu, Ibu, agar kita bisa hidup berkecupan. Aku masih mencintaimu.” Mas Raffi benar-benar sudah gila. Dia berniat untuk memiliki kami berdua.

“Aku juga tetap dengan keputusanku. Aku tetap ingin bercerai. Aku gak mau di madu, Mas!” desisku, dengan suara sedikit bergetar.

Sekuatnya aku menahan diri untuk tak menangis, tapi rasa sakit di dadaku semakin membuatku merasa sesak.

Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini? disaat aku sudah ingin menyerah, kenapa Engkau persulit jalanku?

“Ra, kamu tak akan bisa melakukannya. Apa kamu pikir mengurus perceraian itu mudah kalau pihak suami tak ingin bercerai? pengacara juga mahal, jadi lebih baik kamu terima tawaran aku.” Mas Raffi terus mencoba meyakinkan aku.

Apa yang Mas Raffi katakan memang benar. Aku tak punya uang untuk membayar pengacara. Tapi aku tetap tak akan menyerah begitu saja yang membiarkannya menang.

Mas Raffi menatap ibuku. “Bu, aku tau kesalahanku sangatlah besar. Tapi aku melakukan semua ini demi bisa membuat Zahra bahagia.”

“Nak Raffi, jika kamu ingin membuat Zahra bahagia, kamu tak akan pernah menduakannya,” suaranya sedikit bergetar. Aku tau betapa hancurnya hati ibu saat ini.

Mas Raffi diam sesaat, menghela nafas dan menatapku. “Ra, aku harap kamu bisa mempertimbangkan tawaranku.”

Mas Raffi beranjak berdiri, menatapku dan ibu secara bergantian.

“Aku akan datang lagi nanti. Assalamu’alaikum.” Dia langsung keluar dari rumahku.

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 58. ENDING

    Suara tangis bayi menggema di ruang operasi, menandai kehadiran seorang malaikat kecil di dunia.Zahra baru saja melahirkan secara caesar, seperti saat melahirkan anak pertamanya, Ramadhan.Proses yang penuh perjuangan itu kini tergantikan oleh perasaan lega dan bahagia yang meliputi seluruh ruangan.Elang berdiri di sisi Zahra. Dia tak henti-hentinya mengecup kening istrinya yang masih terbaring lemah di atas ranjang operasi. Air matanya mengalir, membasahi wajahnya yang penuh kebahagiaan.“Terima kasih, Sayang. Terima kasih untuk hadiah terindah yang kamu berikan padaku,” ucap Elang dengan nada bergetar. Tangannya menggenggam erat tangan Zahra, seolah ingin memastikan bahwa kebahagiaan ini nyata.Zahra tersenyum lembut meski tubuhnya masih lemah. “Semua ini juga karena kamu, Mas. Terima kasih sudah selalu ada di sisiku,” balasnya dengan suara pelan namun penuh cinta.Tak lama, seorang perawat menghampiri mereka sambil menggendong bayi mungil yang masih merah. “Pak, ini putri Anda,”

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 57.

    Di koridor yang sunyi, suara langkah kaki Zahra dan Elang menggema. Mereka baru saja selesai mendengar penjelasan dokter tentang kondisi Raffi.Dokter itu, seorang pria berusia sekitar lima puluh tahun dengan wajah penuh empati, menjelaskan bahwa tidak ada perubahan berarti pada Raffi sejak pertama kali dirawat di rumah sakit jiwa itu.“Dia sering menjerit ketakutan saat malam hari,” kata dokter dengan nada berat. “Dia terus mengulang bahwa dia bukan pembunuh, seolah dihantui rasa bersalah kepada Sarah dan Nessa. Namun, saat siang hari, dia terlihat berbeda. Raffi tersenyum, bicara sendiri, dan selalu menyebut nama Anda, Bu Zahra. Dia sering menceritakan bahwa istrinya, Zahra, adalah wanita yang cantik, baik, dan sangat mencintainya.”Kata-kata itu bergema di kepala Zahra, meskipun dia berusaha keras untuk tidak menunjukkan emosi.Kini, Zahra dan Elang berdiri di taman rumah sakit, mengamati Raffi dari kejauhan. Pria itu duduk di kursi roda, wajahnya yang dulu tampan kini terlihat le

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 56.

    Empat tahun sudah berlalu. Zahra dan Elang, yang selama ini tinggal di Kanada setelah menikah, akhirnya memutuskan untuk kembali ke Jakarta.Selama pernikahan mereka, Elang sering bolak-balik Jakarta–Kanada karena pekerjaannya. Namun, demi kebersamaan, mereka akhirnya sepakat untuk kembali ke Jakarta setelah Zahra menyelesaikan studinya.Di Bandara Soekarno-Hatta, suasana hangat menyambut kedatangan mereka. Seorang bocah kecil bermata bulat berlari dengan semangat ke arah sepasang paruh baya yang sudah menunggu.“Kakek! Nenek!” seru bocah itu dengan suara riang, membuat suasana bandara terasa lebih hidup.“Cucu Kakek yang ganteng,” ucap Burhan dengan penuh kasih, sambil berjongkok untuk menyambut pelukan cucunya.Ramadhan Luthfi Bagaskara, atau yang akrab dipanggil Rama, langsung memeluk erat kakeknya. “Kakek!”Burhan menggendong Rama sambil tersenyum lebar.“Rama kangen sama Kakek,” ujar Rama sambil mengecup pipi kakeknya.Reina, nenek Rama, tertawa kecil. “Sama Nenek nggak kangen ni

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 55.

    Pemakaman Sarah dan Nessa baru saja usai. Suasana penuh duka menyelimuti keluarga yang ditinggalkan.Tangis Alina pecah di tengah pelayat yang mulai membubarkan diri. Dia tak menyangka nasib anak tirinya dan cucunya akan berakhir dengan begitu tragis. Rasa kehilangan begitu besar, seakan mengguncang dunia kecilnya.“Kenapa semua ini harus terjadi?” ucapnya lirih sambil menatap nisan Sarah dan Nessa.Tak hanya Alina yang terguncang. Seluruh keluarga Zahra ikut terkejut ketika mengetahui pelaku pembunuhan Sarah dan Nessa adalah Raffi dan ibunya.Raffi, yang dulu dikenal sebagai pria yang baik dan penuh kasih, kini berubah menjadi pelaku kejahatan keji.Zahra sendiri tak bisa menyembunyikan rasa prihatinnya. Dia menghela napas panjang, mencoba meredam gejolak di dalam dadanya.Setelah pemakaman selesai, mereka kembali ke rumah nenek Halimah. Suasana di rumah terasa berat, seolah bayang-bayang tragedi tadi masih membekap mereka.Alina memilih mengurung diri di kamar, ditemani oleh putrany

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 54.

    Elang yang tengah bersiap menemui kliennya di sebuah hotel berbintang dikejutkan oleh berita mendadak dari seorang staf hotel.Seorang wanita ditemukan tewas di salah satu kamar hotel. Rasa ingin tahunya langsung membuncah, dan tanpa berpikir panjang, Elang memutuskan untuk memeriksa ke lokasi yang disebutkan.“Maaf, Pak Elang, saya harus memastikan Anda tahu apa yang terjadi,” ujar resepsionis hotel dengan nada gemetar. “Itu terjadi di kamar 304, lantai tiga.”Elang, yang sebelumnya fokus pada pertemuan bisnisnya, bahkan sampai melupakan Raffi, yang sudah menghilang entah ke mana.Bersama beberapa staf hotel, dia segera menuju lantai tiga. Di depan kamar 304, dia mendapati suasana tegang.Beberapa orang terlihat berdiri dengan wajah cemas, termasuk seorang pria yang sangat dia kenal.“Pak Derik? Apa yang Anda lakukan di sini?” tanya Elang dengan nada terkejut.Derik, klien yang sudah berjanji untuk bertemu dengannya, tampak pucat pasi. Wajahnya menggambarkan keterkejutan dan kesediha

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 53.

    Raffi terlihat panik, begitu juga dengan Sonia yang matanya langsung membelalak saat melihat Sarah yang tak sadarkan diri dengan kepala yang ber-lumu-ran da-rah.“Raf, apa yang sudah kamu lakukan!” teriak Sonia, suaranya melengking penuh kepanikan.Dia menutup mulutnya dengan kedua tangan, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Pemandangan itu terlalu mengerikan.Raffi berdiri terpaku. Dia memegang botol wine yang pecah di ujungnya, da-rah Sarah menetes dari pecahan kaca tersebut.Seketika, dia melempar botol itu jauh, seolah benda itu panas membakar tangannya.“Aku gak sengaja melakukannya. Aku hanya ingin membela diri dan kamu tahu itu!” teriak Raffi, suaranya bergetar, matanya memandang Sarah yang tergeletak tak bergerak di lantai.Da-rah terus mengalir dari kepala Sarah, membasahi lantai marmer yang mengkilap. Pemandangan itu membuat Sonia semakin panik.Sonia menoleh ke arah Raffi dengan tatapan tajam. “Raf, kita harus bawa Sarah ke rumah sakit. Dia bisa mening

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status