Share

BAB 5.

Author: Rosshie
last update Last Updated: 2025-04-24 20:36:52

Sudah dua hari sejak Mas Raffi menghubungiku, sampai sekarang dia tak menghubungiku lagi.

Keputusanku sudah bulat, jadi sudah tak ada gunanya aku tetap disini. Dimana Mas Raffi tinggal saja aku tak tau.

Aku yakin, saat ini Mas Raffi tengah menikmati kehidupan mewahnya bersama dengan istri barunya, sampai tega meninggalkan aku seperti ini.

“Apa bagimu aku sudah gak berarti lagi, Mas?” suaraku terdengar sangat lirih, hanya aku yang bisa mendengarnya.

Ke peluk kedua lututku, kubenamkan wajahku di sela kedua lututku. Menangis, itu lah yang aku bisa lakukan sekarang.

Hatiku hancur.

Aku masih berharap semua ini hanya mimpi, Mas Raffi sangat mencintaiku dan sedang bekerja demi masa depan kami berdua.

Tapi suara ketukan di pintu kamar, menyadarkanku kalau semua ini bukanlah mimpi, tapi nyata.

Ku seka kedua ujung mataku, begitu juga dengan pipiku menggunakan kedua punggung tanganku. Jangan sampai nenek Halimah melihatku menangis.

“Masuk saja, Nek.” Aku melepas mukena yang masih kupakai, lalu melipatnya.

Ku dengar suara pintu terbuka.

Aku tersenyum sambil menatap nenek Halimah yang berjalan masuk ke dalam kamar. Aku berdiri, melangkah menuju tempat tidur.

“Ra, kamu yakin mau pulang ke kampung sekarang?”

Aku memang sudah memberitahu nenek Halimah, tentang rencana kepulanganku hari ini.

“Ya, Nek, Ara tidak bisa meninggalkan Ibu terlalu lama,” ucapku dengan mengulum senyum.

Aku memasukkan mukena dan sajadah ke dalam tas.

“Ini buat kamu, Ra.”

Nenek Halimah mengulurkan sebuah tiket pesawat padaku.

“Ara tidak bisa menerimanya, Nek. Nenek sudah banyak bantu Ara selama Ara disini.”

Nenek Halimah menarik tangan kananku, meletakkan tiket itu di telapak tanganku.

“Bukannya kamu ingin segera bertemu sama ibu kamu? ambil ini, dengan begitu kamu bisa lebih cepat bertemu ibu kamu,” ucap nenek Halimah dengan senyuman di wajahnya.

Kutatap tiket pesawat yang ada di tanganku. Kedua mataku berkaca-kaca.

Kenapa ada orang sebaik nenek Halimah? Padahal sebelumnya kami tak saling mengenal satu sama lain.

Ku seka kedua ujung mataku yang basah.

“Terima kasih, Nek, semoga Allah membalas semua kebaikan Nenek.”

Langsung ku peluk nenek Halimah. Aku pasti akan merindukan beliau nanti.

“Ra, apapun masalah yang sedang kamu hadapi, jangan berputus asa. Banyak-banyak istighfar dan minta petunjuk pada-Nya.”

Aku mengangguk, lalu kulepas pelukanku.

“Nenek sudah suruh seseorang buat antar kamu ke bandara,” ucap nenek Halimah sambil mengusap lenganku yang berbalut atasan lengan panjang yang kupakai.

Aku hanya mengangguk, menolak pun percuma, nenek Halimah pasti akan tetap memaksa.

Aku keluar dari kamar itu bersama dengan nenek Halimah, langsung keluar dari rumah.

Ku lihat sebuah mobil sudah terparkir di depan rumah.

“Ra, Parman yang akan mengantarmu ke bandara.”

Aku hanya mengangguk, meskipun ada banyak pertanyaan di kepalaku. Aku pikir nenek Halimah tak punya mobil semewah ini, tapi ternyata.

Aku mencium punggung tangan nenek Halimah. “ Nek, Ara pamit ya. Terima kasih untuk bantuan Nenek selama ini.”

Nenek Halimah memelukku, mengusap punggungku dengan lembut, lalu melepaskan kembali pelukannya.

“Jangan lupa hubungi Nenek setelah kamu sampai di rumah. Salam buat ibu kamu.”

Aku mengangguk. “Ara pamit, Nek. Assalamu’alaikum.”

Aku melangkah menuju mobil. Pak Parman sudah membukakan pintu mobil untukku dan memintaku untuk masuk ke dalam mobil.

Aku menatap nenek Halimah sekali lagi sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil.

“Man, jaga cucu saya baik-baik,” ucap nenek Halimah pada pak Parman yang membuatku mengulum senyum.

“Baik, Nyonya. Kalau begitu saya permisi.”

Ku lihat pak Parman yang bergegas menuju pintu kemudi.

Ku turunkan kaca jendela, lalu ku lambaikan tanganku saat mobil mulai melaju.

Nenek Halimah tersenyum sambil membalas lambaian tanganku.

Kusandarkan tubuhku ke sandaran kursi, kutatap keluar jendela.

Apa yang harus aku katakan pada Ibu nanti? Ibu pasti akan bertanya tentang Mas Raffi.

Ya Tuhan, kenapa semua jadi seperti ini?

Hamba tau, Engkau tak akan pernah menguji umat-Mu melebihi kemampuan mereka. Hamba hanya memohon pada-Mu, kuatkan hamba-Mu ini untuk melewati ujian rumah tangga hamba ini.

**

Aku akhirnya sampai di kampung halamanku. Aku naik ojek online menuju rumahku.

“Ibu,” panggil ku saat ku lihat ibuku yang sedang berada di depan teras bersama dengan Bulek Rina.

“Ara?”

Aku bergegas menghampiri keluargaku.

“Assalamu’alaikum, Bu, Bulek Rina.” Ku ucap salam, lalu ku cium punggung tangan ibu dan bulek Rina.

“Ra, kok sudah pulang? belum ada seminggu loh kamu di Jakarta? memangnya Raffi gak mencegah kamu pulang secepat ini?” tanya bulek Rina.

“Iya, Bulek. Mas Raffi harus kerja, jadi Ara gak mau mengganggu pekerjaan Mas Raffi,” ucapku dengan tetap menunjukkan senyuman di wajahnya.

Aku juga memohon ampun pada Yang Di-Atas, karena aku sudah berbohong kepada bulek Rina dan ibuku.

Aku tak sanggup memberitahukan yang sebenarnya. Aku belum siap melihat keluargaku sedih, saat mereka tau rumah tanggaku sudah hancur.

“Bu, Ara kangen.” Aku langsung memeluk tubuh ibu.

“Ibu juga kangen sama kamu, Sayang.”

Ku pejamkan mata saat telapak tangan ibu mulai mengusap punggungku dengan lembut, lalu kulepas pelukanku dengan perlahan membuka kedua mataku.

Aku meminta izin masuk ke dalam rumah.

Kutatap foto pernikahanku dengan Mas Raffi yang aku pasang di dalam kamarku. Foto yang dicetak dengan ukuran besar, terpasang di dinding belakang atas tempat tidur.

Untuk sementara waktu aku harus merahasiakan perselingkuhan Mas Raffi dari keluargaku. Aku akan memberitahu mereka disaat waktu yang tepat.

**

Aku baru selesai sholat maghrib. Ku dengar suara dering ponsel yang tadi kuletakkan di atas tempat tidur.

Aku bergegas beranjak berdiri tanpa melepas mukena. Benda pipih itu kuambil.

“Mas Raffi?”

Tanpa pikir panjang langsung ku jawab panggilan itu, karena obrolanku dengan Mas Raffi belum selesai.

“Assalamu’alaikum, Mas,” salamku setelah panggilan itu tersambung.

“Wa’alaikumsalam, Sayang.”

Dulu aku senang saat Mas Raffi memanggilku ‘sayang’, tapi sekarang panggilan itu terdengar sangat menyakitkan, membuat hatiku semakin remuk redam, apalagi saat ku ingat, bukan hanya aku yang dipanggil sayang oleh Mas Raffi.

“Sayang, besok aku akan pulang. Aku janji akan menjelaskan semuanya sama kamu.”

“Mas, aku gak butuh penjelasan apa-apa dari kamu. Keputusanku sudah bulat dan aku ingin kita bercerai.”

“Sudah aku bilang, aku gak akan pernah menceraikan kamu. Kita bisa bicarakan ini dengan baik-baik.”

Baik-baik dia bilang?

Setelah membohongiku selama ini, apa Mas Raffi sama sekali tak merasa bersalah padaku?

“Aku sudah bicara sama Sarah, dia bisa menerima kamu, jadi kita bisa hidup bersama mulai sekarang.”

Hah!

Kedua mataku sampai membelalak saking shocknya.

Apa Mas Raffi sudah benar-benar gila? bagaimana bisa dia minta aku sama istri mudanya itu untuk hidup bersama.

Dia punya hati gak sih!

“Untuk lebih jelasnya lagi, besok kita bicara secara langsung. Aku yakin, kamu dan Sarah akan bisa menjadi teman baik.”

Aku ingin tertawa. Aku pikir selama ini aku sudah sangat mengenal Mas Raffi luar dan dalam, tapi ternyata aku tak mengenalnya sama sekali.

“Mas berharap aku akan bisa menerima istri barumu itu sebagai maduku, begitu?”

“Ra, aku hanya ingin membuatmu bahagia, jadi ….”

“Aku akan bahagia kalau kamu ceraikan aku, Mas!”

“Kalau Mas gak mau menceraikan aku, biar aku yang menggugat cerai kamu!”

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 58. ENDING

    Suara tangis bayi menggema di ruang operasi, menandai kehadiran seorang malaikat kecil di dunia.Zahra baru saja melahirkan secara caesar, seperti saat melahirkan anak pertamanya, Ramadhan.Proses yang penuh perjuangan itu kini tergantikan oleh perasaan lega dan bahagia yang meliputi seluruh ruangan.Elang berdiri di sisi Zahra. Dia tak henti-hentinya mengecup kening istrinya yang masih terbaring lemah di atas ranjang operasi. Air matanya mengalir, membasahi wajahnya yang penuh kebahagiaan.“Terima kasih, Sayang. Terima kasih untuk hadiah terindah yang kamu berikan padaku,” ucap Elang dengan nada bergetar. Tangannya menggenggam erat tangan Zahra, seolah ingin memastikan bahwa kebahagiaan ini nyata.Zahra tersenyum lembut meski tubuhnya masih lemah. “Semua ini juga karena kamu, Mas. Terima kasih sudah selalu ada di sisiku,” balasnya dengan suara pelan namun penuh cinta.Tak lama, seorang perawat menghampiri mereka sambil menggendong bayi mungil yang masih merah. “Pak, ini putri Anda,”

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 57.

    Di koridor yang sunyi, suara langkah kaki Zahra dan Elang menggema. Mereka baru saja selesai mendengar penjelasan dokter tentang kondisi Raffi.Dokter itu, seorang pria berusia sekitar lima puluh tahun dengan wajah penuh empati, menjelaskan bahwa tidak ada perubahan berarti pada Raffi sejak pertama kali dirawat di rumah sakit jiwa itu.“Dia sering menjerit ketakutan saat malam hari,” kata dokter dengan nada berat. “Dia terus mengulang bahwa dia bukan pembunuh, seolah dihantui rasa bersalah kepada Sarah dan Nessa. Namun, saat siang hari, dia terlihat berbeda. Raffi tersenyum, bicara sendiri, dan selalu menyebut nama Anda, Bu Zahra. Dia sering menceritakan bahwa istrinya, Zahra, adalah wanita yang cantik, baik, dan sangat mencintainya.”Kata-kata itu bergema di kepala Zahra, meskipun dia berusaha keras untuk tidak menunjukkan emosi.Kini, Zahra dan Elang berdiri di taman rumah sakit, mengamati Raffi dari kejauhan. Pria itu duduk di kursi roda, wajahnya yang dulu tampan kini terlihat le

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 56.

    Empat tahun sudah berlalu. Zahra dan Elang, yang selama ini tinggal di Kanada setelah menikah, akhirnya memutuskan untuk kembali ke Jakarta.Selama pernikahan mereka, Elang sering bolak-balik Jakarta–Kanada karena pekerjaannya. Namun, demi kebersamaan, mereka akhirnya sepakat untuk kembali ke Jakarta setelah Zahra menyelesaikan studinya.Di Bandara Soekarno-Hatta, suasana hangat menyambut kedatangan mereka. Seorang bocah kecil bermata bulat berlari dengan semangat ke arah sepasang paruh baya yang sudah menunggu.“Kakek! Nenek!” seru bocah itu dengan suara riang, membuat suasana bandara terasa lebih hidup.“Cucu Kakek yang ganteng,” ucap Burhan dengan penuh kasih, sambil berjongkok untuk menyambut pelukan cucunya.Ramadhan Luthfi Bagaskara, atau yang akrab dipanggil Rama, langsung memeluk erat kakeknya. “Kakek!”Burhan menggendong Rama sambil tersenyum lebar.“Rama kangen sama Kakek,” ujar Rama sambil mengecup pipi kakeknya.Reina, nenek Rama, tertawa kecil. “Sama Nenek nggak kangen ni

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 55.

    Pemakaman Sarah dan Nessa baru saja usai. Suasana penuh duka menyelimuti keluarga yang ditinggalkan.Tangis Alina pecah di tengah pelayat yang mulai membubarkan diri. Dia tak menyangka nasib anak tirinya dan cucunya akan berakhir dengan begitu tragis. Rasa kehilangan begitu besar, seakan mengguncang dunia kecilnya.“Kenapa semua ini harus terjadi?” ucapnya lirih sambil menatap nisan Sarah dan Nessa.Tak hanya Alina yang terguncang. Seluruh keluarga Zahra ikut terkejut ketika mengetahui pelaku pembunuhan Sarah dan Nessa adalah Raffi dan ibunya.Raffi, yang dulu dikenal sebagai pria yang baik dan penuh kasih, kini berubah menjadi pelaku kejahatan keji.Zahra sendiri tak bisa menyembunyikan rasa prihatinnya. Dia menghela napas panjang, mencoba meredam gejolak di dalam dadanya.Setelah pemakaman selesai, mereka kembali ke rumah nenek Halimah. Suasana di rumah terasa berat, seolah bayang-bayang tragedi tadi masih membekap mereka.Alina memilih mengurung diri di kamar, ditemani oleh putrany

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 54.

    Elang yang tengah bersiap menemui kliennya di sebuah hotel berbintang dikejutkan oleh berita mendadak dari seorang staf hotel.Seorang wanita ditemukan tewas di salah satu kamar hotel. Rasa ingin tahunya langsung membuncah, dan tanpa berpikir panjang, Elang memutuskan untuk memeriksa ke lokasi yang disebutkan.“Maaf, Pak Elang, saya harus memastikan Anda tahu apa yang terjadi,” ujar resepsionis hotel dengan nada gemetar. “Itu terjadi di kamar 304, lantai tiga.”Elang, yang sebelumnya fokus pada pertemuan bisnisnya, bahkan sampai melupakan Raffi, yang sudah menghilang entah ke mana.Bersama beberapa staf hotel, dia segera menuju lantai tiga. Di depan kamar 304, dia mendapati suasana tegang.Beberapa orang terlihat berdiri dengan wajah cemas, termasuk seorang pria yang sangat dia kenal.“Pak Derik? Apa yang Anda lakukan di sini?” tanya Elang dengan nada terkejut.Derik, klien yang sudah berjanji untuk bertemu dengannya, tampak pucat pasi. Wajahnya menggambarkan keterkejutan dan kesediha

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 53.

    Raffi terlihat panik, begitu juga dengan Sonia yang matanya langsung membelalak saat melihat Sarah yang tak sadarkan diri dengan kepala yang ber-lumu-ran da-rah.“Raf, apa yang sudah kamu lakukan!” teriak Sonia, suaranya melengking penuh kepanikan.Dia menutup mulutnya dengan kedua tangan, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Pemandangan itu terlalu mengerikan.Raffi berdiri terpaku. Dia memegang botol wine yang pecah di ujungnya, da-rah Sarah menetes dari pecahan kaca tersebut.Seketika, dia melempar botol itu jauh, seolah benda itu panas membakar tangannya.“Aku gak sengaja melakukannya. Aku hanya ingin membela diri dan kamu tahu itu!” teriak Raffi, suaranya bergetar, matanya memandang Sarah yang tergeletak tak bergerak di lantai.Da-rah terus mengalir dari kepala Sarah, membasahi lantai marmer yang mengkilap. Pemandangan itu membuat Sonia semakin panik.Sonia menoleh ke arah Raffi dengan tatapan tajam. “Raf, kita harus bawa Sarah ke rumah sakit. Dia bisa mening

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status