Share

BAB 8.

Penulis: Rosshie
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-06 15:23:15

Raffi menatap rumah sederhana tempat dia keluar tadi. Rumah yang telah menjadi saksi kehidupannya bersama dengan Zahra selama satu tahun terakhir, setelah mereka menikah.

Raffi meremas dadanya yang terasa nyeri saat mendengar isak tangis Zahra, wanita yang sangat dicintainya dengan segenap jiwanya, bahkan karena Zahra dia sampai berani melawan kedua orang tuanya.

Suara itu bagai belati tajam yang mengiris hatinya.

“Maafkan aku, Ra. Percayalah, aku melakukan semua ini semata-mata demi masa depan kita. Suatu hari nanti, aku yakin kamu akan mengerti alasan aku sampai mengambil langkah ini,” bisiknya pelan, meski dia tau Zahra tak akan bisa mendengarnya.

“Raf, ngapain sih kamu masih berdiri disana! Aku sudah bosan menunggu! Ayo cepat kita pergi dari sini!” Suara Sarah terdengar memanggil dari dalam mobil.

Raffi menoleh ke belakang, menatap istri keduanya yang menunggunya dengan ekspresi tidak sabar. Dia tau apa yang dilakukannya salah, tapi dia terperangkap dalam dilema.

“Iya, aku kesana,” jawab Raffi, sambil melangkahkan kakinya menuju mobil.

Rasa bersalah terus mengikutinya, namun dia menutupi kegundahan itu dengan wajah datar.

Sarah langsung menyemprot Raffi begitu dia masuk ke dalam mobil. “Lama banget sih! ngapain aja sih kamu didalam?” tanyanya dengan nada kesal.

“Aku hanya ngobrol sama mertuaku dan Zahra, seperti apa yang kita bicarakan kemarin.” Raffi menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi, tatapannya menatap ke depan.

Sarah melihat ada yang aneh dengan sikap Raffi setelah keluar dari rumah Zahra. “Apa kamu menyesal sudah menikahiku?” tanyanya dengan suara bergetar.

Raffi menoleh, menatap wajah sendu Sarah. Dia menghela nafas dan menggeleng. “Kenapa kamu berpikir seperti itu?” tanyanya sambil mengusap pipi Sarah dengan lembut.

“Kamu sepertinya menyesal, kamu cuekin aku.” Sarah langsung merangkul lengan Raffi, menyandarkan kepalanya di bahunya.

“Raf, kamu cinta sama aku kan?” tanyanya, dia masih ragu kalau Raffi benar-benar mencintainya.

“Hmm, jangan mikir yang macam-macam, ingat kamu lagi hamil.” Raffi mengecup puncak kepala Sarah dengan lembut.

***

“Raf, apa keluargamu mau menerimaku?” tanya Sarah dengan suara lembut.

Raffi tersenyum kecil, meski hatinya penuh keraguan. “Tenang saja, mereka pasti akan menerimamu dengan baik.”

Raffi sangat mengenal ibunya, ibunya selalu memandang segalanya dari segi materi, karena itu juga ibunya tidak merestui hubungannya dengan Zahra, karena Zahra hanyalah orang miskin.

Sarah tersenyum lega mendengar jawaban Raffi. “Kamu tau kan kalau aku cinta sama kamu?”

Sarah mengecup pipi Raffi, lalu kembali berkata, “Jangan pernah tinggalin aku,” tambahnya, bersandar di bahu Raffi.

“Gak akan.” Raffi menjawab singkat, meski pikirannya terus dipenuhi dengan suara tangis Zahra yang menyayat hatinya.

Maafin aku, Ra. Aku tetap berharap kamu akan bisa maafin aku dan kita bisa kembali seperti dulu lagi.

Sesampainya di rumah Raffi, Sarah terlihat heran. Rumah itu memang lebih besar dari rumah Zahra, tapi jelas tak sebanding dengan rumah mewah Sarah yang ada di Jakarta.

Raffi keluar dari mobil lebih dulu, setelah itu dia membukakan pintu mobil untuk Sarah, mengulurkan tangan kanannya yang langsung disambut oleh Sarah, lalu melangkah keluar dari mobil.

“Ini rumah kamu, Raf?” tanya Sarah, menyiratkan kekecewaan.

Rumah Sarah berada di kawasan perumahan elite dengan tinggi tiga lantai. Halaman sangat luas dengan taman di depannya.

Jarak rumah dari pintu gerbang cukup jauh, butuh waktu lima menit untuk sampai dengan mengendarai mobil.

Raffi tersenyum samar. “Kenapa? apa kamu berubah pikiran dan mau nyari hotel buat kita menginap malam ini?”

Raffi sebenarnya belum siap untuk memberitahu keluarganya tentang pernikahan keduanya, tapi Sarah terus mendesaknya, membuatnya tak punya pilihan lain selain menuruti permintaan sang istri.

Sarah menggeleng, lalu merangkul lengan Raffi. “Yuk, kita temui keluarga kamu,” ucapnya dengan senyuman di wajahnya.

Raffi mengangguk, lalu mulai melangkahkan kaki menuju teras rumah kedua orang tuanya.

Raffi mengetuk pintu sambil mengucap salam. “Assalamu’alaikum, Bu,” sapanya.

Namun sampai beberapa detik berlalu, tak ada sahutan dari dalam, Raffi memutuskan untuk membuka pintu yang ternyata tidak dikunci.

Raffi mengajak Sarah masuk ke dalam rumah.

Sarah menatap sekeliling ruang tamu, hanya ada satu set sofa, sepertinya masih baru. Di dinding juga terpasang foto keluarga. Dia sudah diberitahu Raffi kalau Raffi anak tunggal, tapi tidak dengan dirinya, dia punya seorang kakak tiri yang tak pernah menyukainya.

“Kamu duduk dulu, aku mau nyari Ibu ke dalam.” Raffi melepaskan rangkulan tangan Sarah, lalu meninggalkan Sarah di ruang tamu.

Raffi terus berjalan menuju dapur, mungkin ibunya berada di dapur, tebakannya ternyata benar, ibunya sedang memotong-motong sayur di meja dapur.

“Assalamu’alaikum, Bu,” sapanya, membuat Sinta terkejut.

“Wa’alaikumsalam. Raffi!” seru Sinta terkejut saat melihat anak semata wayangnya pulang dari perantauan.

“Raf, akhirnya kamu pulang,” tambahnya lagi, kedua mata sudah berkaca-kaca, tak bisa menyembunyikan rasa haru.

Raffi mencium punggung tangan ibunya, lalu memeluknya. “Maaf, Bu. Raffi baru sempat pulang,” ucapnya pelan, lalu melepaskan pelukannya..

“Raf, kamu sehat-sehat kan disana? Ibu kangen banget sama kamu,” ucap Sinta sambil menatap wajah putranya penuh kasih sayang.

Raffi mengulum senyum, lalu mengangguk. “Ibu gimana kabarnya?”

“Ibu baik. Kamu ….” Sinta menghentikan ucapannya saat baru menyadari kalau penampilan putranya berbeda dari biasanya.

“Raf, kenapa penampilan kamu berbeda? Pakaian ini pasti harganya sangat mahal?” Sinta menyentuh jas yang dipakai Raffi, ini pertama kalinya dia menyentuh pakaian semahal itu.

“Raffi bisa jelasin semuanya, sekarang ada orang yang ingin bertemu sama Ibu.” Raffi mencoba mengalihkan pembicaraan.

Sinta mengernyitkan dahinya, penasaran. “Siapa, Raf? Apa kamu kesini sama istri kamu?” tanyanya dengan nada dingin, mengingat ketidaksukaannya terhadap Zahra.

Raffi mengangguk, karena dia memang datang bersama dengan istrinya, tapi bukan Zahra.

“Raf, sudah Ibu bilang. Jangan pernah bawa wanita itu ke rumah ini! Ibu gak suka ….”

“Bu, jangan pernah membenci Zahra, bagaimanapun Zahra itu istri aku, menanti Ibu,” potong Raffi, entah bagaimana lagi dia harus membujuk ibunya agar mau menerima Zahra sebagai istrinya.

“Gara-gara dia hidup kamu jadi susah! Kamu di PHK, harus merantau jauh dari keluarga! Wanita juga gak bisa kasih kamu anak! Kenapa sih kamu belain dia terus!” kesal Sinta dengan wajah merah padam.

“Bu, Zahra gak mandul, mungkin karena kami memang belum dikasih kepercayaan untuk memiliki anak.” Raffi menggenggam tangan ibunya.

Namun pembicaraan mereka terhenti ketika Sarah muncul di pintu dapur.

“Assalamu’alaikum,” sapa Sarah dengan senyuman di wajahnya.

Sinta menoleh dan menatap ke arah Sarah dengan wajah penuh tanda tanya. “Siapa kamu?” tanyanya tajam.

Raffi menghela nafas, lalu menatap ke arah Sarah.

Sarah tersenyum, lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam dapur, lalu mencium punggung tangan ibu mertuanya.

Sinta menatap lekat wajah wanita yang terlihat sangat cantik dan elegan. Pakaian yang dipakainya pun bermerk.

“Raf, siapa dia?” tanya Sinta yang masih diselimuti rasa penasaran.

Sarah tersenyum, lalu merangkul lengan Raffi, membuat Sinta terkejut.

“Saya Sarah, Bu, istri Raffi,” ucap Sarah, yang berhasil membuat kedua mata Sinta membelalak.

Sinta menatap Raffi dengan penuh tanda tanya. “Raf, apa maksudnya ini? jelaskan sama Ibu sekarang juga.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 58. ENDING

    Suara tangis bayi menggema di ruang operasi, menandai kehadiran seorang malaikat kecil di dunia.Zahra baru saja melahirkan secara caesar, seperti saat melahirkan anak pertamanya, Ramadhan.Proses yang penuh perjuangan itu kini tergantikan oleh perasaan lega dan bahagia yang meliputi seluruh ruangan.Elang berdiri di sisi Zahra. Dia tak henti-hentinya mengecup kening istrinya yang masih terbaring lemah di atas ranjang operasi. Air matanya mengalir, membasahi wajahnya yang penuh kebahagiaan.“Terima kasih, Sayang. Terima kasih untuk hadiah terindah yang kamu berikan padaku,” ucap Elang dengan nada bergetar. Tangannya menggenggam erat tangan Zahra, seolah ingin memastikan bahwa kebahagiaan ini nyata.Zahra tersenyum lembut meski tubuhnya masih lemah. “Semua ini juga karena kamu, Mas. Terima kasih sudah selalu ada di sisiku,” balasnya dengan suara pelan namun penuh cinta.Tak lama, seorang perawat menghampiri mereka sambil menggendong bayi mungil yang masih merah. “Pak, ini putri Anda,”

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 57.

    Di koridor yang sunyi, suara langkah kaki Zahra dan Elang menggema. Mereka baru saja selesai mendengar penjelasan dokter tentang kondisi Raffi.Dokter itu, seorang pria berusia sekitar lima puluh tahun dengan wajah penuh empati, menjelaskan bahwa tidak ada perubahan berarti pada Raffi sejak pertama kali dirawat di rumah sakit jiwa itu.“Dia sering menjerit ketakutan saat malam hari,” kata dokter dengan nada berat. “Dia terus mengulang bahwa dia bukan pembunuh, seolah dihantui rasa bersalah kepada Sarah dan Nessa. Namun, saat siang hari, dia terlihat berbeda. Raffi tersenyum, bicara sendiri, dan selalu menyebut nama Anda, Bu Zahra. Dia sering menceritakan bahwa istrinya, Zahra, adalah wanita yang cantik, baik, dan sangat mencintainya.”Kata-kata itu bergema di kepala Zahra, meskipun dia berusaha keras untuk tidak menunjukkan emosi.Kini, Zahra dan Elang berdiri di taman rumah sakit, mengamati Raffi dari kejauhan. Pria itu duduk di kursi roda, wajahnya yang dulu tampan kini terlihat le

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 56.

    Empat tahun sudah berlalu. Zahra dan Elang, yang selama ini tinggal di Kanada setelah menikah, akhirnya memutuskan untuk kembali ke Jakarta.Selama pernikahan mereka, Elang sering bolak-balik Jakarta–Kanada karena pekerjaannya. Namun, demi kebersamaan, mereka akhirnya sepakat untuk kembali ke Jakarta setelah Zahra menyelesaikan studinya.Di Bandara Soekarno-Hatta, suasana hangat menyambut kedatangan mereka. Seorang bocah kecil bermata bulat berlari dengan semangat ke arah sepasang paruh baya yang sudah menunggu.“Kakek! Nenek!” seru bocah itu dengan suara riang, membuat suasana bandara terasa lebih hidup.“Cucu Kakek yang ganteng,” ucap Burhan dengan penuh kasih, sambil berjongkok untuk menyambut pelukan cucunya.Ramadhan Luthfi Bagaskara, atau yang akrab dipanggil Rama, langsung memeluk erat kakeknya. “Kakek!”Burhan menggendong Rama sambil tersenyum lebar.“Rama kangen sama Kakek,” ujar Rama sambil mengecup pipi kakeknya.Reina, nenek Rama, tertawa kecil. “Sama Nenek nggak kangen ni

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 55.

    Pemakaman Sarah dan Nessa baru saja usai. Suasana penuh duka menyelimuti keluarga yang ditinggalkan.Tangis Alina pecah di tengah pelayat yang mulai membubarkan diri. Dia tak menyangka nasib anak tirinya dan cucunya akan berakhir dengan begitu tragis. Rasa kehilangan begitu besar, seakan mengguncang dunia kecilnya.“Kenapa semua ini harus terjadi?” ucapnya lirih sambil menatap nisan Sarah dan Nessa.Tak hanya Alina yang terguncang. Seluruh keluarga Zahra ikut terkejut ketika mengetahui pelaku pembunuhan Sarah dan Nessa adalah Raffi dan ibunya.Raffi, yang dulu dikenal sebagai pria yang baik dan penuh kasih, kini berubah menjadi pelaku kejahatan keji.Zahra sendiri tak bisa menyembunyikan rasa prihatinnya. Dia menghela napas panjang, mencoba meredam gejolak di dalam dadanya.Setelah pemakaman selesai, mereka kembali ke rumah nenek Halimah. Suasana di rumah terasa berat, seolah bayang-bayang tragedi tadi masih membekap mereka.Alina memilih mengurung diri di kamar, ditemani oleh putrany

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 54.

    Elang yang tengah bersiap menemui kliennya di sebuah hotel berbintang dikejutkan oleh berita mendadak dari seorang staf hotel.Seorang wanita ditemukan tewas di salah satu kamar hotel. Rasa ingin tahunya langsung membuncah, dan tanpa berpikir panjang, Elang memutuskan untuk memeriksa ke lokasi yang disebutkan.“Maaf, Pak Elang, saya harus memastikan Anda tahu apa yang terjadi,” ujar resepsionis hotel dengan nada gemetar. “Itu terjadi di kamar 304, lantai tiga.”Elang, yang sebelumnya fokus pada pertemuan bisnisnya, bahkan sampai melupakan Raffi, yang sudah menghilang entah ke mana.Bersama beberapa staf hotel, dia segera menuju lantai tiga. Di depan kamar 304, dia mendapati suasana tegang.Beberapa orang terlihat berdiri dengan wajah cemas, termasuk seorang pria yang sangat dia kenal.“Pak Derik? Apa yang Anda lakukan di sini?” tanya Elang dengan nada terkejut.Derik, klien yang sudah berjanji untuk bertemu dengannya, tampak pucat pasi. Wajahnya menggambarkan keterkejutan dan kesediha

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 53.

    Raffi terlihat panik, begitu juga dengan Sonia yang matanya langsung membelalak saat melihat Sarah yang tak sadarkan diri dengan kepala yang ber-lumu-ran da-rah.“Raf, apa yang sudah kamu lakukan!” teriak Sonia, suaranya melengking penuh kepanikan.Dia menutup mulutnya dengan kedua tangan, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Pemandangan itu terlalu mengerikan.Raffi berdiri terpaku. Dia memegang botol wine yang pecah di ujungnya, da-rah Sarah menetes dari pecahan kaca tersebut.Seketika, dia melempar botol itu jauh, seolah benda itu panas membakar tangannya.“Aku gak sengaja melakukannya. Aku hanya ingin membela diri dan kamu tahu itu!” teriak Raffi, suaranya bergetar, matanya memandang Sarah yang tergeletak tak bergerak di lantai.Da-rah terus mengalir dari kepala Sarah, membasahi lantai marmer yang mengkilap. Pemandangan itu membuat Sonia semakin panik.Sonia menoleh ke arah Raffi dengan tatapan tajam. “Raf, kita harus bawa Sarah ke rumah sakit. Dia bisa mening

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status