Share

Balasan Telak Untuk Suamiku Dan Istri Keduanya
Balasan Telak Untuk Suamiku Dan Istri Keduanya
Author: Ina Qirana

Bab 1

 

"Fatma Abdullah, detik ini juga aku ... talak kamu." ucapan itu begitu menggelar di telinga Fatma, dalam sekejap air matanya meleleh dengan sendirinya.

 

Wanita berusia kepala tiga itu mendongak menelisik wajah Ahza--suaminya--, sepuluh tahun ia mengabdi bahkan rela hidup satu atap dengan madunya.

 

Beginikah balasannya? setelah dia berusaha ridho dipoligami selama satu tahun lamanya, kemudian ucapan talak yang ia hadiahkan.

 

Wanita itu menggelengkan pelan kepalanya, sebagai tanda jika ia tak menyangka atas keputusan Ahza, kini orang yang bertubuh kekar itu bukan lagi mahromnya, tangisan itu semakin kuat hingga kedua bahunya terguncang. 

 

Namun, lain halnya dengan Ahza ia diam tak bergeming, lebih tepatnya ia tak mampu untuk meredam tangisan sang istri, Ahza berada diantara dua pilihan, antara istri tua yang ia sayangi dan istri muda Yang amat dicintai.

 

Hingga pada akhirnya lelaki pemilik hidung mancung itu memilih Wirda--istri keduanya-- 

 

Fatma bersinandeka apakah ini mimpi buruk? memorinya berputar mengingat barangkali ada kesalahan yang membuat suaminya mengambil keputusan itu. Namun, tak ia temukan, selama ini wanita bermata jernih itu selalu mengabdi sepenuh hati, tak pernah membangkang ataupun melawan kehendak sang suami.

 

 

Sedangkan dibalik pintu Wirda--istri kedua Ahza-- sedang berdiri menguping dan mengintip di celah pintu yang terbuka, ia memastikan jika sang suami tercinta akan mengabulkan keinginannya.

 

Yaitu menjatuhkan talak terhadap Fatma, ia ingin menjadi satu-satunya di hati suaminya, wanita berumur dua puluh lima tahun itu merasa lelah menjadi yang kedua walaupun selalu diutamakan, akan tetapi tetap saja jiwa serakahnya meronta, ingin memilki Ahza seutuhnya.

 

Kini, ia berhasil menjadi yang utama dan akan selalu diutamakan, bibirnya sedikit melengkung dan dalam hati ia sedang bersorak ria.

 

"Apa salahku, Mas?! Selama satu tahun bahkan aku rela hidup satu atap dengan Wirda, tak cukup kah selama ini kamu menyakitiku hah!" 

 

Teriakkan Fatma begitu menggelegar menggema di penjuru kamarnya, ia mengira dengan ikhlas dimadu akan menambah nilai plus di mata sang suami. Tapi ternyata justru rasa sakit yang ia dapat, pengorbanan, kesabaran juga keikhlasan yang ia geluti selama ini sia-sia, bagaikan debu diatas batu yang tertimpa hujan.

 

Ternyata gelar wanita shalihah tak cukup membahagiakannya, hanya mereka yang bahagia tapi tidak dengan dirinya.

 

Entah berapa ratus malam yang ia lalui dengan tangisan, karena merindukan sang suami yang selalu bermalam bersama istri mudanya, selama ini ia diam tak pernah melayangkan protes atas ketidakadilan suaminya.

 

"Ka-kamu ga salah, aku yang salah, aku sudah pertimbangkan ini, Fatma, usahaku diambang kebangkrutan dan aku ga sanggup menafkahi kalian berdua," ucap Ahza berbohong.

 

"Lucu ya kamu, Mas, kalau ga bisa menafkahi ngapain kamu nekat poligami? lihatlah sekarang rumah tangga kita hancur berantakan, ingat! Kamu sudah mendzalimi aku selama hampir satu tahun, Tuhanku mencatat hal itu, dan kamu akan mempertanggung jawabkannya di akhirat kelak." Fatma berusaha tersenyum getir, suaranya nyaris tercekat karena emosi yang sedang memuncak.

 

Sementara Ahza diam dan tertunduk, dalam hati ia masih menyayangi Fatma dan kedua anaknya. Namun, tak ada pilihan lain untuk menyelamatkan bisnisnya selain menceraikan Fatma.

 

Lelaki yang berjanggut tipis itu merutukki dirinya sendiri, ia rela menukar istri shalihahnya demi sejumlah uang. Namun, apalah daya ia juga manusia biasa yang memiliki banyak impian dan keinginan, walau harus mengorbankan Fatma--istri yang selalu setia mengabdi dalam keadaan suka maupun duka--.

 

"Baik, aku terima talakmu, tapi, antarkan aku ke rumah Ibu, izinkan aku menjalani masa Iddah di sana," pinta Fatma dengan pasrah.

 

Begitulah Fatma, ia selalu pasrah dan bersabar atas takdir yang diberikan Tuhannya, ia tak pernah protes ataupun mengeluh, baginya apa yang sudah digariskan maka itulah yang terbaik untuk dunia juga akhiratnya.

 

Jika di luar sana banyak lelaki yang mendambakan istri shalihah seperti Fatma, lain halnya dengan Ahza ia malah membuang berlian yang amat berharga hanya demi seorang Wirda--wanita yang katanya shalihah pula-- 

 

Padahal, ia tak tahu seperti apa sebenarnya perangai istri mudanya itu, mereka sama-sama berhijab syar'i tapi tidak sama dengan ahlaknya.

 

"Engga, Fatma, kamu harus tetap tinggal di rumah ini sebelum masa iddahmu berakhir," jawab Ahza sekenanya.

 

Fatma tersenyum getir. "Kenapa? apa masih kurang derita yang kamu torehkan di hidupku, dan sekarang akan kamu lanjutkan dalam jangka tiga bulan ke depan, begitukah?! Egois!"

 

"Bukan begitu, Fatma, tapi ... bukankah agama kita sudah mengatur jika wanita dalam masa Iddah, maka harus tetap di rumah suaminya sampai massa Iddah itu berakhir," ungkap Ahza, ia menggunakan tameng agama untuk kepentingan dirinya.

 

Tentu saja ia belum siap ditinggalkan Fatma yang selalu mengurus semua keperluan sehari-harinya, sedangkan Wirda bisa apa dia, bahkan menyiapkan sarapan saja ia tak bisa, semua dilakukan oleh Fatma.

 

Ahza ingin Fatma pergi dalam keadaan istri mudanya benar-benar siap mengantikan posisi Fatma, memang licik pemikiran lelaki itu 

 

"Ga usah bawa-bawa syari'at, Mas! Jika kamu sendiri melanggarnya, biarkan aku dan kedua anakku pergi, biar kalian puas." Fatma berdiri lalu mengemasi semua baju-bajunya.

 

Dengan hati yang hancur berkeping-keping, ia mengangkat sebuah koper besar yang teronggok diatas lemari, lalu jemarinya dengan sigap meraih satu persatu baju-baju dan memasukkannya ke dalam koper.

 

"Engga, Fatma, kamu jangan pergi sekarang, aku ga bakal izinkan dan ga akan mengantarmu." ucapan Ahza seolah palu godam yang semakin membuat kepingan hatinya itu hancur bagaikan abu.

 

Fatma menatap wajah suaminya dengan yakin walau mata jernihnya itu masih berkubang oleh tetesan air. "Baik, aku akan tinggal di sini selama masa iddah, tapi dengan syarat, kita harus hidup masing-masing, aku bukan istrimu lagi, jadi mulai sekarang aku ga Sudi mengurusmu dan istri keduamu juga rumah ini, aku hanya akan mengurus kedua anakku Uwais dan Fatimah, gimana?"

 

Ahza terhenyak, ia tak menyangka sosok Fatma yang selama ini lemah lembut dan tak pernah membangkang, akan memberontak hingga memberi pilihan yang amat menyulitkan.

 

"Terserah!" pria itu merengut lalu meelenggang pergi dari kamar yang selama sepuluh tahun lebih ia tinggali bersama.

 

Sedangkan diluar sana Wirda menyambutnya dengan senyum yang merekah, Lelaki itu duduk di samping istri mudanya dengan gusar, sesekali ia mengusap dan menjambak rambutnya.

 

"Tenang, Mas kamu sudah ceraikan Mbak Fatma, maka aku akan menepati janjimu dengan memberikan modal untuk melanjutkan usahamu," ucap Wirda seraya bergelayut di lengan suaminya.

 

Sangat menjijikan memang.

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
istri sholehah itu harus ointar dan g dungu kayak kamu fatma. dimadu,tinggal seatapbdg madu dan jd babu juga utk madi. apa itu yg istri sholehah?? aturan Islam mana yg membolehkan 2 istri tinggal seatap. dasar sampah
goodnovel comment avatar
Arumni Arumni
Terkadang memang uang buat orang lupa
goodnovel comment avatar
Bunda Saputri
Mantaapp fatma
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status