Pagi harinya aku memutuskan untuk pulang sendiri ke Jakarta. Mama dan Papa masih harus berada di kampung memgingat papa masih sangat terpukul dengan kepergian kakek."Loh mau pulang sekarang? Ada apa memangnya? Kenapa buru-buru sekali, Lisa?" tanya bude Wulan."iya, Bude. Ada sesuatu yang harus aku selesaikan. Besok aku datang ke sini lagi kok pas tiga harian kakek," jawabku."Memangnya ada hal apa? Apakah itu sangat penting?" Kini giliran om Ridwan yang bertanya. "Lisa sedang mengurus proses perceraiannya," jawab Papa."Apa?? Lisa mau bercerai? Kenapa memangnya?" tanya bude Wulan kaget. "Riko selingkuh. Dia bahkan telah menikah siri di belakang Lisa," Kini mama ikut mengeluarkan suaranya."Apa??? Yang benar saja Riko selingkuh??? Bukankah dia sangat baik selama ini. Mana mungkin ora sebaik Riko bisa selingkuh??" sahut pakde Arya, suami bude Wulan."Ya begitulah manusia. Terlihat baik tapi ternyata tidak. Kadang terlihat tidak baik ternyata baik. Hati orang tidak ada yang tahu," ja
"Saya nanti turun di depan rumah sakit itu saja ya, Tante," ujarku saat kita sudah sampai di kota."Loh, nggak mau Tante anterin sampai rumah saja, Lis? Tante punya tanggung jawab loh sama mama dan papamu karena sudah membawamu," jawab tante Laras."Nggak usah, Tante. Nanti malah tambah ngerepotin," sambungku."Nanti kalau kamu kenapa-napa gimana?" tambah tante Laras."Nggak akan kenapa-napa. Aku bukan anak kecil lagi, Tante," jawabku seraya tertawa.Tante Laras pun kemudian menghentikan mobilnya di depan rumah sakit yang ku maksud. Aku berencana meminta tolong pada Lidia untuk menjemputku sekalian bertemu dengan Kinan. "Beneran nyampe di sini saja nih? Yakin?" tanya tante Laras lagi. "Iya, Tante." "Ya sudah kalau begitu. Nanti kalau ada apa-apa langsung hubungi Tante ya," tambah tante Laras."Oke, Tante. Makasih ya sudah mau memberi tumpangan," kataku selanjutnya.Aku langsung turun dari mobil tante Laras dan berjalan menuju rumah sakit.Kuhubungi Lidia setelah itu dan memintanya
"Sori kemarin nggak bisa ketemuan sama kamu dan Kinan, Lis," ujar Lidia yang baru saja datang ke rumahku."Iya, nggak papa, Lid. Ada acara penting apa memangnya kemarin?" tanyaku."Aku bertemu dengan Imran dan berniat membatalkan pernikahan kami," jawa Lidia. "Batal?""Iya. Kan aku udah pernah bilang sama kamu jika aku tidak boleh egois. Aku harus memikirkan Lalita juga dong. Aku tidak mau menikah dengan laki-laki yang hanya mencintaiku saja dan tidak bisa menerima anakku," terang Lidia."Itu baru sahabatku. Aku bangga deh sama kamu, Lid. Bisa mengambil keputusan yang tepat begini," jawabku."Tapi ternyata Imran mau menerima Lalita dan aku bisa membawa untuk tinggal bersama kami nantinya," jelas Lidia."Syukurlah jika memang begitu. Aku ikut senang mendengarnya," kataku.Lidia kemudian memberitahuku jika Imran mau membantu kita untuk membawa Ria kembali. "Maksudmu?""Dia juga tahu jika Riko telah melakukan perbuatan jahat pada Ria. Dia ingin membantu kita agar Riko bisa masuk ke d
Seperti apa yang kukatakan pada mas Riko, aku akan memberikan kejutan yang tak terduga untuknya hari ini. Sebelumnya aku menghubungi tante Laras terlebih dahulu. Aku akan memintanya untuk bertemu denganku.Kucari kontak tante Laras kemudian memanggilnya."Halo, Lisa," sapa tante Laras dari ujung telepon."Hai, Tante. Apa kabar?" tanyaku basa-basi."Baik, Lisa. Kamu sendiri?" tanya tante Lisa kemudian."Aku baik, Tante." "Ada apa nih menghubungi Tante?" tanya tante Lisa."Em, hari ini ada acara nggak, Tan? Aku mau ngajak Tante untuk ketemuan nih," ujarku."Nggak ada kok, Lisa. Oke mau ketemu jam berapa?" "Jam sepuluhan bisa, Tante?""Oke. Mau di mana ini?" tanya tante Laras lagi."Untuk tempatnya nanti aku akan kirim lewat pesan ya, Tante.""Oke, Sayang," jawab tante Laras. Kita berdua memang baru saja saling mengenal, tapi kita bisa langsung akrab dan dekat seperti ini. Serasa sudah saling mengenal sejak lama.Setelah mengakhiri panggilan dengan tante Laras. Aku segera menghubungi
"Bagaimana rasanya dihianati oleh suami sendiri, Bu? Sakit nggak?" tanyaku."Dari mana kamu tahu? Jangan-jangan ini semua rencanamu ya, Lisa?!" tanya Ibu kemudian."Seharusnya ibu berterimakasih padaku karena sudah menunjukkan kelakuan pak Beni di belakang Ibu. Ibu kan jadi tahu kalau ternyata selama ini suami ibu tidak setia. Setidaknya Ibu sudah tidak dibohongi lagi kan?" lanjutku.Ibu hanya diam saja. Sedangkan mas Riko terlihat sangat marah padaku. Namun dia tidak bisa mengatakan apapun karena apa yang kukatakan soal bapaknya itu benar."Apa yang aku katakan benar kan, Mas? Aku nggak menfitnah bapakmu kan?? Jadi soal pemecatan bapakmu itu memang ada alasannya. Bukan karena Papa tidak profesional dalam bekerja. Sampai sini paham?!" bentakku. Ada rasa kecewa yang terlihat dari mata mas Riko. Bapak yang dari kecil sangat dia percayai tiba-tiba saja selingkuh. Pasti saat ini mas Riko merasa sangat kecewa."Begitulah yang aku rasain saat mengetahui jika kamu selingkuh. Oh ya hampir
Hari ini sidang perceraian kedua ku akan dilaksanakan. Kali ini mama dan papa yang akan mengantarkanku ke pengadilan."Bagaimana, Lis? Sudah siap?" tanya mama melalui sambungan telepon."Sudah, Ma. Bentar lagi aku akan berangkat. Kita ketemu di sana saja ya," jawabku."Oke," jawab mama.Setelah menelepon mama aku kemudian menghubungi Lidia. Aku menyuruh dia untuk bertemu Imran dan mengatakan soal rencana kita pada Imran. "Oke, Lis. Nanti aku kabari kamu jika semuanya beres," kata Lidia."Sip deh. Sekarang aku mau sidang dulu ya. Doakan semoga semua berjalan lancar tanpa ada drama dari mas Riko," ujarku."Sip. Ya udah, aku mau telepon Imran dulu ya."Setelah panggilan berakhir aku segera berangkat ke pengadilan. Tidak sabar untuk mendengar putusan hakim hari ini.Setengah jam kemudian aku sampai di pengadilan. Di sana mama dan papa terlihat sudah menungguku. "Selamat pagi, Sayang," sapa mama."Pagi, Ma. Pagi, Pa," sapaku kemudian mencium pipi kanan dan kiri mama. Mas Riko juga sudah
"Tidak sopan sekali kamu, Lisa! Kamu menghentikan kami hanya untuk mengatakan itu? Untuk menakuti Riko? Kamu gagal, Lisa! Riko tidak takut sama sekali dengan ancamanmu itu!" bentak Ibu."Aku tidak mengancam, Bu. Itu semua kenyataan yang harus mas Riko pertanggung jawabkan. Dia yang berbuat maka dia juga yang harus mempertanggung jawabkannya ,"jawabku dengan nada santai."Urusan kita sudah selesai, Lisa! Bukankah urusan kita hanya perceraian ini saja?! Aku tidak punya urusan lain denganmu jadi jangan menambah masalah denganku!" bentak mas Riko. Melihatku dibentak oleh mas Riko dan Ibunya membuat papa dan mama akhirnya turun dari mobil."Tidak sepantasnya membentak perempuan seperti itu, Riko!" gertak papa."Bukan salah Riko membentak Lisa. Dia hanya berusaha membela dirinya. Lisa yang salah di sini. Urusan Riko dengan Lisa hanya sampai di sini. Dia tidak perlu repot-repot memikirkan masalah Riko dengan orang lain. Tidak baik ikut campur urusan orang lain, bukan begitu Pak Surya?" uj
"Kamu nggak perlu takut, Ria. Kamu harus melaporkan perbuatan mas Riko padamu," tuturku setelah Lidia berhasil membawa Ria ke rumah orang tuaku."Apa bu Lisa bisa jamin jika saya dan keluarga saya akan aman?" tanya Ria."Saya yang akan menjaminnya. Kamu tidak perlu khawatir begitu, Ria. Saya paling tidak suka melihat laki-laki bertindak semaunya pada perempuan. Apalagi sampai menyakiti secara fisik. Menyakiti batin perempuan saja saya sangat tidak suka," sahut papa yang tiba-tiba keluar dari kamar."Beneran bapak akan menjamin keselamatan saya dan keluarga saya, Pak?" tanya Ria kemudian."Benar, Ria. Tapi kamu wajib melaporkan kejahatan yang pernah Riko lakukan padamu. Jangan diam saja seperti ini. Jika kamu bungkam takut akan ada korban dari Riko selanjutnya," lanjut papa. Lidia dan Imran juga menganggukkan kepala tanda setuju dengan ucapan papa. Karena banyak yang akan menjamin keselamatannya, Ria pun akhirnya mau melaporkan mas Riko ke pihak yang berwajib."Bagus. Sekarang kita l