Ponselku berdering saat aku hendak memejamkan mata. Saat kulihat ternyata sebuah panggilan masuk dari tante Laras. "Ada apa dia menghubungiku malam-malam begini?" gumamku.Merasa penasaran kenapa dia menghubungiku malam-malam begini, aku pun langsung menjawab panggilan dari tante Laras."Halo, Tante," kataku memulai obrolan."Hai, Lis. Lagi ngapain?" tanya tante Laras."Lagi mau tidur nih, Tante. Ada apa Tante menghubungiku malam-malam begini?" tanyaku kemudian."Tante ganggu ya?" tanya tante Laras."Nggak kok, Tante. Tenang saja," sambungku."Sebenarnya Tante mau cerita sama kamu. Apa kamu nggak keberatan dengerin cerita Tante?" tanya tante Laras setelah itu."Cerita soal apa, Tante?" tanyaku."Soal hubungan tante dengan mas Beni," jawab tante Laras setelah itu."Kenapa memangnya dengan hubungan kalian?""Tante mau kita ketemu saja ya besok. Bisa nggak kira-kira, Lis?" tanya tante Laras."Em sebenarnya aku mau ke salon sih, Tante. Tapi nggak papa deh. Ke salonnya bisa lusa saja," j
"Hai, Tante," sapaku pada tante Laras. "Halo, Sayang," balas tante Laras. "Maaf ya udah bikin tante menunggu," lanjutku. "Nggak papa, Sayang. Tante juga baru saja datang kok. Justru tante yang minta maaf karena sudah menganggu waktumu," ujar tante Laras kemudian."Aku nggak merasa terganggu sama sekali, Tante. Aku justru senang jika tante berkenan menceritakan masalah tante padaku," jawabku. Tante Laras kemudian mulai menceritakan hubungannya dengan pak Beni. "Apa menurutmu hubungan tante dengan mas Beni harus diakhiri saja ya, Lis?" tanya tante Laras padaku."Kenapa diakhiri, Tante? Bukankah kalian sama-sama saling menyayangi?" "Itu benar. Tapi tetap saja pernikahan kita hanyalah pernikahan siri yang tidak diakui oleh negara. Tidak lebih dari itu," ungkap tante laras."Memangnya apa salahnya menikah siri jika kalian sama-sama merasa nyaman?" kataku berusaha membuat tante Laras tetap semangat. Bukan membenarkan pernikahan siri ini, namun aku hanya tidak ingin membuatnya sedih. A
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan lebih seperempat. Kubuka pintu gerbang rumah kemudian mengeluarkan motor butut kesayanganku. Hari ini aku akan pergi ke salon. Sudah lama aku tidak ke salon semenjak proses perceraianku dengan mas Riko. Kunyalakan motor butut itu kemudian langsung berangkat menuju salon. Tiga puluh menit perjalanan akhirnya aku sampai juga di salon. Kulihat salon sudah ramai pelanggan. "Selamat pagi, Bu," sapa Eni. "Pagi, En." Aku melihat karyawan salonku satu persatu. Namun aku tidak melihat Mila sama sekali. "Di mana Mila, En?" tanyaku pada Eni. "Mila nggak datang, Bu." "Loh sejak kapan?" "Dua hari yang lalu," jawab Eni. "Loh kok nggak ada yang kasih tahu saya? Apa dia sakit?" tanyaku. "Saya nggak tahu, Bu. Dia nggak menghubungi saya juga soalnya," balas Eni. "Oh begitu, makasih ya, En." "Iya, Bu. Kalau begitu saya lanjut kerja lagi ya," kata Eni. Aku segera masuk ke dalam ruanganku untuk menghubungi Mila. Gara-gara banyak masalah yang terjadi
Hari ini sepulang dari salon, aku pergi ke rumah Mila. Aku merasa khawatir dengan salah satu karyawan salonku itu. Tidak bisanya dia begini. Dia selalu menghubungiku jika ada urusan ataupun saat dia sakit. Tapi kenapa kali ini tidak? Hari ini aku akan menyelesaikan dulu soal Mila. Lebih baik aku menghubungi bapaknya mas Riko dan mengatakan apa yang sedang anaknya itu perbuat pada istri sirinya. Ku ambil ponselku kemudian menghubungi nomer pak Beni. Nomer yang sengaja tidak kuhapus sampai saat ini. Tut...tut...tut... Panggilanku segera terhubung ke ponsel mantan bapak mertuaku itu. Tak perlu menunggu waktu lama, bapak segera menjawab panggilan dariku. "Halo, Lisa. Ada apa? Tumben sekali kamu menghubungi bapak. Pasti ada hal yang penting kan?" tanya bapak. "Iya, Pak. Ada sesuatu yang harus bapak tahu," balasku. "Apa, Lisa? Apa ini ada hubungannya dengan Riko?" "Iya, Pak. Mas Riko menyekap tante Laras, istri siri bapak," lanjutku. "Kamu serius, Lisa? Bukankah Laras bilang akan
Klunting... Sebuah pesan masuk ke ponsel mas Riko. Kuraih ponsel yang tergeletak di atas meja lalu membukanya.Pesan dari nomer baru namun ponsel mas Riko tidak bisa kubuka. Pasword yang ku masukkan ternyata salah."Kenapa mas Riko mengganti sandi kunci ponselnya? Apa ada yang dia sembunyikan dariku?" batinku.Walaupun tidak bisa ku buka sepenuhnya ponsel mas Riko tapi setidaknya ada sedikit pesan yang masih bisa ku baca di layar ponsel itu.085643xxxxxx [Hari ini jadi kan, Mas?]Nomer baru? Nomer siapa gerangan? Apakah nomer teman lama mas Riko? Mungkin saja demikian. Tidak ingin menaruh rasa curiga terhadap suamiku sendiri, ku tanyakan langsung pada mas Riko saat dia kembali dari kamar mandi."Ada apa, Sayang? Kenapa ponselku kamu pegang?" tanya dia seraya meraih ponsel yang masih berada di tanganku."Ini ada pesan masuk, aku coba untuk membukanya kok nggak bisa ya, Mas? Apa kamu mengganti sandi kuncinya?" tanyaku."Oh iya aku ganti, Sayang. Maaf ya belum memberitahu kamu soal ini
Saat itu perasaan curigaku mulai muncul. Ingin sekali rasanya aku menghampiri mereka dan menanyakan tentang semua ini. Namun baru saja aku hendak melangkahkan kaki ini ke sana, tiba-tiba saja kulihat mas Riko sudah keluar dari rumah itu lalu masuk ke dalam mobilnya kembali dan kemudian pergi. Niatku untuk menanyakan semua ini pun akhirnya kuurungkan. Walaupun ada rasa curiga, namun aku tetap tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan. Aku tidak ingin menuduh yang bukan-bukan pada suamiku. Pasti dia akan menjelaskan semua ini padaku nanti. Atau jika tidak aku akan menanyakannya langsung padanya. "Lebih baik kutanyakan langsung saja padanya nanti di rumah," gumamku. Karena harus mengikuti mas Riko, akhirnya hari pun semakin siang. Moodku juga sudah tidak begitu baik sekarang. Aku memutuskan untuk pulang dan membatalkan pergi ke salon. Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya akupun sampai di rumah. Sembari menunggu suamiku pulang, ku rebahkan tubuhku ke atas ranjang. Memainkan po
Malam itu menjadi malam terpanjang yang pernah kulalui. Aku tidak sabar untuk menantikan hari esok di mana semua keluarganya akan ku buat malu dengan apa yang telah mereka lakukan. Bagaimana tidak, keluarga merekalah yang dulu sangat ingin berbesanan dengan keluargaku. Sedikit cerita, sejujurnya mas Riko lah yang mengejarku saat itu. Aku hanya sebatas kenal dengannya karena memang bapaknya mas Riko adalah pegawai papa. Setelah pertemuan pertama dengan mas Riko, dia lalu sering datang ke rumah hanya untuk sekedar main. Dari situ lah kita mulai akrab dan sering jalan bareng. Hingga akhirnya aku bisa membalas perasaan mas Riko padaku. Awalnya Papa kurang setuju dengan hubunganku dan mas Riko. Namun setelah melihat kesungguhan dan tanggung jawab darinya papa akhirnya merestui hubungan kami. "Melihat kesungguhan dan juga kerja keras dari Riko, maka Papa merestui hubungan kalian," ujar papa kala itu. Setelah kami menikah papa kemudian memberi jabatan yang lebih baik di kantor untu
Pertanyaan demi pertanyaan muncul di kepalaku. Entah apa yang harus ku lakukan setelah ini, aku bahkan belum bisa memikirkannya. Walaupun hari masih pagi, namun hatiku sudah sangat panas, terbakar. Aku berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan membalas perbuatan mereka. Akan ku balas penghianatan serta penghinaan ini. Baru saja aku sampai di rumah ponselku terus saja berdering. Panggilan masuk dari mas Riko. Beberapa kali panggilan masuk darinya ku tolak, akhirnya mas Riko menyusulku pulang juga. "Sayang, dengarkan penjelasanku dahulu," ujarnya. Lagi-lagi dia memintaku untuk mendengarkan penjelasan yang sebenarnya tidak perlu dia sampaikan itu. Karena semuanya sudah jelas. "Penjelasan apa, Mas? Penjelasan jika kamu akan segera punya anak????!!! Selamat ya!!!!" seruku lalu mengambil tas dan langsung pergi meninggalkan mas Riko. "Kamu mau kemana? Jangan bertingkah bodoh. Kita bicarakan masalah ini dulu dengan kepala dingin. Saat ini kamu masih sangat emosi, jangan pergi kemana-m