Share

labrak, jambak!

Author: Hangga rezka
last update Last Updated: 2022-07-15 15:38:32

“Di mana, mana hatiku senang.”

“Jangan bercanda deh, kamu!” Inggit membentak.

“Iya udah aktifin kamera kalau kamu tidak percaya.”

Inggit mengernyit. Seketika pikirannya curiga karena Agam orangnya sering nyeleneh. “Tapi jangan nunjukin yang macem-macem ya! Nanti kamu kayak oknum yang gak bertanggungjawab itu? Tiba-tiba VC, langsung nunjukin kemaluan.”

Agam tertawa lepas. “Iya enggak lah, emang aku lelaki apaan. Aku jomblo gini masih punya harga diri kali. Tapi kalau kamu mau liat ya gak apa?” guraunya.

“Iihh, kamu ....”

“Mau liat enggak?”

“Liat apa?”

“Gimana sih kamu! Hah, dari dulu kamu itu memang rada bego.” Agam mengaktifkan kamera untuk beralih panggilan video.

Terlihat di layar ponsel Inggit, lelaki yang ia sayang menggandeng wanita lain. Sangat wajar apabila Inggit kesulitan melihat sisi terang atau sisi positif dalam kepelikan atau persoalan yang sedang ia hadapi. Apalagi jika permasalahan yang ia hadapi tersebut sampai membuat hatinya ‘hancur’ berkeping-keping, menjadi partikel-partikel yang tertiup angin.

Mata Inggit membulat sempurna, menatap lekat-lekat layar ponselnya, terlihat jelas suaminya dan wanita yang pernah tertangkap basah olehnya di penginapan itu.

Inggi menekan tombol merah di layar ponselnya, tak kuat bila harus melihat keromantisan suaminya. Secepat kilat Inggit lekas berganti pakaian, ia ingin terlihat cantik kali ini. Gaun warna cream belahan di bagian pahanya dan juga bagian terbuka di bagian punggung jadi daya tarik bagi kaum adam. Ia telah lama tak berpenampilan seperti ini.

Menjadi ratu sejagat semalam.

Inggit pergi dengan taksi online. Ia hanya ingin mencari bukti untuk menyelesaikan masalah yang Arya cipta. Ia enggan harus menyimpan masalah ini berlarut, akan tak baik untuk kesehatan fisik dan mentalnya kelak.

“Inggit.”

Arya menoleh ke arah sumber suara, ia menangkap seorang yang melambaikan tangan.

Segera Agam menghampiri Inggit yang baru saja turun dari taksi. Menggamit tangan Inggit memasuki acara pameran lukisan yang sudah di mulai.

“Dah liat, suami tersayang kamu menggandeng wanita lain di acara ini ... acara pameran lukisan yang dihadiri para pengusaha sukses. Coba buat apa dia beli lukisan? Padahal kamu aja sekarang aku lihat tidak terurus sepertinya.” Agam tak henti-henti nyerocos membuat hati Inggit yang mendengar cerita tersebut semakin panas.

“Agam, itu dia suamiku.” Tunjuk Inggit ke arah suaminya yang sedang menggandeng selingkuhannya.

Agam tersenyum remeh. “Suami? Masih pantas lelaki itu kamu sebut suami.”

“Aku mau labrak mereka!” Inggit sudah bersiap, bahkan sebelah tangannya sudah menarik gaun ke atas agar melangkah leluasa.

“Jangan barbar gitu dong,” Agam mencegah Inggit, meyakinkan kembali keputusannya.

“Peduli setan!” tegas Inggit melangkahkan kakinya.

Agam terdiam terpaku, hanya menonton aksi brutal yang akan Inggit perankan. Ia hanya berharap wanita yang sedang terbakar api cemburu itu tidak menjadi pusat acara, bahkan mengacaukan acara ini.

“Mas Ar--.“

Mulut Inggit seketika dibekap seseorang dibawa ke sebuah ruangan gelap dan sempit.

Sontak Inggit terkejut ketika tangan seorang pria membekap mulutnya. Matanya membelalak kaget kala menyadari pria tersebut adalah Agam.

Agam tersebut melepaskan bekapan tangannya dan membiarkan Inggit yang sedari tadi menahan ucapannya.

“Apa maksudnya ini.”

Agam hanya tersenyum miring.

Inggit yang kesal langsung menghadiahkan injakan terhadap kaki pria tersebut, akan tetapi korban tersebut menarik pinggang Inggit dan merapatkan tubuhnya hingga mereka saling bersentuhan.

Mata Inggit membeliak tajam saat pria tersebut tanpa basa-basi mendaratkan bibirnya di bibir Inggit. Bersamaan dengan itu ada wanita yang lewat di ruang sempit tempat mereka.

“Sorry,” ucap wanita tersebut. Kemudian buru-buru pergi lagi kala memergoki ada pasangan yang tak kuat menahan nafsunya.

“Lepaskan!” Inggit sontak memberontak tak terima. Lalu mendorong dada pria itu menjauh darinya. Jantung yang berdegup kencang setelah ada pria lain yang bukan suaminya menyentuh bibirnya.

“Maaf, aku hanya ingin menyelamatkan kamu.” Agam menjelaskan dengan santai. Ia menyandarkan tubuhnya di dinding.

“Menyelamatkan? Apa?” kecam Inggit menunjuk wajah pria tersebut dengan amarah dan kesal.

Seringai miring hanya balasan.

“Jangan kurang ajar!”

“Kurang ajar bagaimana? Jadi kamu harus menikah denganku baru aku boleh menciummu biar aku tidak dibilang lelaki kurang ajar?”

“Kamu!” rahang Nayla mulai mengeras beberapa saat. “Bukan waktunya bercanda sekarang.”

Agam tersebut malah mendekat dan berujar. “Kamu tahu Mas Aryamu telah lama main belakang, hanya saja kamu bego masuk dalam permainannya, kamu tidak lebih hanya boneka selama ini, aku tahu banyak tentang Mas Aryamu, bersikap santai, dan balas dengan kecerdasan,” jelas Agam ceriwis menatap Inggit penuh arti.

Kemudian memilih pergi dari ruang gelap dan sesak itu. Meninggalkan Inggit dengan semua tanda tanya.

Terpaksa Inggit membuntuti pria itu, ketika para pengunjung sedang menikmati acara tersebut.

Namun Inggit berubah pikiran ia tak ingin mendengar penjelasan lebih tentang suaminya, kenapa masalah hidupnya kini lebih rumit. Ia pikir bahwa dirinya telah mendapat kebahagiaan ternyata sebaliknya.

“Sudahlah, aku mau pulang saja!” Inggit mengerucutkan bibir.

“Selangkah lagi,” jelas Agam mencoba menahan Inggit. “Bagaimana kalau kamu rekam, atau foto untuk kamu tunjukkan kepada Arya, sebagai tanda bukti!”

Inggit bag mikir, beberapa detik kemudian mencari sesuatu yang dikira pas untuk menutup wajahnya, ia melihat syal hitam yang dikenakan Agam.

“Boleh Aku pinjam? Ayo kita masuk.”

“Nih pakai juga,” Agam memasangkan kaca mata hitam untuk menutupi penyamaran. Mereka yakin bahwa Arya si lelaki hidung belalang, belakang, ehk... Belang itu tidak akan menyadari penyamaran mereka.

“Thanks you, Agam,” ucap Inggit berbinar.

“Tidak usah berterima kasih, semua yang aku lakukan ada maunya.” Agam menatap genit Inggit.

“Apa?”

“Cium!” canda Agam terkekeh.

Sebelum melangkah masuk Agam dihadiahi cubitan kecil dari Inggit.

Detak jantung Inggit yang berdebar saat mulai masuk ke dalam, melihat pangerannya ternyata buaya. Ia melihat jelas dengan mata kepalanya ada seorang wanita yang tidak lebih cantik darinya bergelayut manja di sisi suaminya.

“Aku labrak! Aku jambak juga, nih!” Inggit naik pitam. Napasnya tersengal. Ia tak dapat lagi mengatur akal sehatnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   mengungkap teror

    Agam tertawa dan mengusap tangan yang tercubit oleh Inggit, lalu kembali serius. "Baiklah, serius saja. Aku punya rencana untuk mengungkap kebenaran di balik teror ini. Kita harus berpencar dan mengumpulkan bukti secara terpisah." Inggit mengangguk, masih terlihat waspada. "Apa rencanamu, Gam? Aku tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada kita." Agam memandang Inggit dengan serius, lalu menjelaskan rencananya. "Kamu pergi ke rumah temanmu, Rina, dan tunggu instruksi dari aku. Sementara itu, aku akan menyelidiki parkiran ini dan mencari petunjuk tentang siapa yang melakukan ini." Inggit mengangguk, tapi terlihat ragu. "Gam, aku takut sendirian..." Agam mendekat dan memeluk Inggit pelan. "Aku akan selalu menjagamu, Inggit. Percayalah pada aku." Inggit membalas pelukan Agam dengan erat, lalu melepaskan diri dan mengangguk. "Baiklah, aku percaya kamu, Gam. Tapi kamu harus berjanji untuk berhati-hati juga." Agam tersenyum dan mengusap pipi Inggit. "Aku berjanji

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   Suasana hangat

    Pisau yang ingin tertancap di dada Inggit semakin menekan. Untungnya, Agam terlebih dulu mendorong tubuh Inggit dan melepaskan pisau itu. PRANG!Agam segera menjauhkan pisau itu dengan bantuan kakinya. Agam memeluk erat tubuh Inggit yang rapuh. “Baiklah! Aku percaya. Aku akan membantumu. Aku mohon jangan seperti ini. Inggit yang aku kenal tidak mudah patah semangat.”Nafas Inggit tersengal. Walau dadanya terasa sakit, tapi usahanya membuahkan hasil. Ia berhasil membuat Agam percaya. Akting Inggit tak sampai di sini, dirinya langsung berpura-pura pingsan, dan menjatuhkan tubuhnya di dada Agam. Agam yang sigap, langsung menuntun tubuh Inggit ke ranjang. Lalu, berlari menuju pintu. Dia berteriak meminta tolong kepada dokter. Inggit tersenyum senang menatap punggung Agam. Semua sudah Inggit rencanakan dengan matang. Dia akan membalas setiap luka dari Arya. Ia tak bodoh seperti dulu, terlalu baik untuk melupakan

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   melukai dadanya

    Tak jauh dari Inggit berdiri, mobil berhenti mendadak.“Dia pingsan.” Temannya ikut melihat wanita itu dari spion mobil. Mengerling jengah! Tentunya sangat malas mengikuti pola pikir Agam yang terlalu manusiawi. “Waktu....”Agam tetap setia menginjak pedal rem mobilnya. Sementara terlihat jelas lelaki yang ada di sebelahnya, tidak ingin membuang waktunya hanya untuk menolong wanita yang dianggap gila itu. “Emang Inggit itu siapa? Apa kamu mengenal nama itu?”“Hah, sudah tidak usah mengulik masa lalu seseorang, di sana ada luka yang cukup dalam. Sangat kentara menyakitkan.”Teman Agam tersenyum remeh, “Malah, puitis.”Mau tidak mau, Agam melaju dengan kecepatan pelan. “Waktu, Gam! Rapat tentang membuka cabang kedai akan segera di mulai, apa kamu mau membuang kesempatan ini!”Agam masih terpikir bila itu benar Inggit. Meskipun bukan Inggit, hatinya sangat berat bila tak menolong, meni

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   kembali ke kota

    “Bu Sari, nyuruh aku sembunyi.”“Kenapa?”“Itu Pak masalahnya, aku gak tau pasti,” ucapku lirih. “Ibu Sari ada bilang apa lagi?” Inggit hanya menggeleng. Pria itu mencoba menenangkan Inggit dengan mengelus pelan pundaknya. Ada sedikit rasa tertolong karenanya. Tak lama kemudian, seorang perawat keluar dari ruangan ICU. Perawat itu mengabarkan bahwa keadaan Ibu Sari mulai membaik. Hanya, memang masih butuh perawatan, sehingga harus menginap untuk beberapa waktu ke depan. “Tenang, Bu... Ibu tidak boleh banyak gerak dulu,” ucap seorang dokter yang kemudian menyusul keluar. “Terima kasih, Dok,” seru Inggit yang baru saja tiba. Dokter hanya membalas anggukan dan pamit berlalu. Inggit dan pria paruh baya itu menghampiri keadaan Ibu Sari. Dan Ibu Sari sempat bercerita singkat tentang tragedi yang sedang menimpa ini adalah suruhan Arya. Arya yang sudah mengetahui bahwa Inggi

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   tak terduga

    Dengan cepat Denny merebut bungkusan keresek. “Mas,” bentak Inggit. “Ini masih basah.” Inggit mendengus. Lalu, ia keluar kamar dan pergi ke halaman belakang. Perkataan tentang acara pernikahan itu membuat ia menyelidik. Ingin melihat dekorasi yang dikatakan Pak Djarot. Memang terlihat dekorasi itu terlihat sederhana membuat Inggit terenyuh, apabila semua rencana yang telah Pak Djarot persiapkan ini akan gagal. Inggit gelisah, bagaimana dengan dendamnya kepada sang suami, ia buru-buru meninggalkan rumah ini. Setelah sampainya di kebun tomat yang lumayan jauh dari rumah. Entah mengapa air mata Inggit menetes bila merasakan kekecewaan Pak Djarot bila mengetahui semua ini adalah setingan semata. Hampir dua jam lamanya, Inggit terjebak dalam pikiran kalutnya. Barulah setelah sedikit tenang Inggit mencoba bersabar menarik keinginannya. Namun, seketika Inggit kembali ke rumah itu tampak gelap. Padahal adzan maghrib sudah hampir satu jam lalu. Saat Inggit mende

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   janda kota dan janda desa

    “Maksud Mas, bukan ... iya benar, Mas salah. Tapi....”“Dalam soal apa lagi laki-laki harus bertanggungjawab dengan apa yang dia perbuat!” Inggit kembali maju mendekati Denny. Kini jarak mereka tak lebih dari satu meter. Inggit mendongak untuk melihat wajah Denny yang menyiratkan rasa penyesalannya. “Mas tau sebagai lelaki harus bertangungjawab, tapi Mas hanya mencari istri yang mau tinggal bersama ayah saya. Dengan segala sikap ayah saya.”“Banyak alasan, memang kenapa dengan wanita janda? Jangan mau nidurinnya aja?” Inggit menaikkan dagu tanpa mengalihkan tatapan. “Inggit....”“Jangan pernah meremehkan seorang janda, janda juga bukan hanya untuk sekadar tepat Mas memuaskan nafsu. Dan saya juga kelak akan menjadi janda, saya tahu perasaan wanita itu, Mas.”“Inggit, maksud Mas bu....”“Udah, ah. Aku beneran gak betah tinggal di sini, aku udah capek ikutin rencana ini.” Inggit berbalik menuju kamar mandi.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status