Share

pertunjukan panas

Author: Hangga rezka
last update Last Updated: 2022-07-15 15:39:02

“Ets, jangan gegabah dong! Santai!” cegah Agam.

Mereka mengatur siasat, untuk tetap di belakang kerumunan mematai Arya. Pelaku tak akan memperhatikan orang di sekitar karena ia lebih fokus dengan wanita yang sedari tadi ia gandeng dengan mesra. Ia sedang dimabuk cinta. Seakan dunia miliknya sendiri orang lain hanya mengontrak.

“Babi!” Mata Inggit berapi-api. Menyaksikan pertunjukan panas ini.

“Guling!” celetuk Agam asal.

“Apaan sih, kamu gam!” Inggit mencubit kesal Agam.

Sementara Arya semakin asyik bercengkerama akrab, saling melempar senyum bahkan tak segan wanita itu mengusap wajah lelaki yang masih berstatus suami orang lain. Jelas saja ini tontonan yang membuat semakin panas rasa hati Inggit. Semakin kuat pulalah cubitan yang diterima Agam.

“Lebih baik kita pulang, bukan hati kamu aja yang bakalan hancur lama-lama menonton pertunjukan ini. Tapi, kulitku juga!”

“Aku masih ingin melihat pertunjukan ini,” jelas Inggit mencubit kembali Agam.

“Awww! Sakit tauk.”

Inggit tidak memedulikan Agam yang merasakan kesakitan karena cubitan itu. Melainkan mata Inggit mempertajam memantau. Bila Inggit tak mengingat saran Agam ia sudah tak memiliki urat malu. Melabrak, memaki, dan bahkan menjambak rambut wanita murahan itu sampai rontok.

“Selingkuh balas selingkuh!”

“Sama siapa?”

“Iya, sama aku aja gimana?” tawar Agam percaya diri menawarkan jasanya.

Inggit membuang mukanya ke arah lain, dalam hati sedikit menimbang-nimbang.

Sebenarnya ada setitik membenarkan saran sahabatnya ini. Namun, apakah Agam hanya provokator saja. Mungkin Agam juga tidak jauh seperti Arya. Hanya ingin menikmati di awal, setelah bosan diabaikan. Layaknya ban motor yang sudah gundul.

“Sakitnya tuh di sini,” renggek Inggit. Hatinya teriris sakit dan tergerus kenyataan bahwa ia salah besar mengagungkan suaminya selama ini.

Jelas, di depan mata kepala, menyaksikan kemesraan dua pasang manusia yang dimabuk cinta.

Selama Inggit membina rumah tangga, tak ada masalah yang berarti, atau Arya yang pandai manipulasi, pandai menyimpan berapa bobrok sikapnya.

Inggit menghela napasnya kasar. Menyimpulkan selama ini ia salah mengenal siapa sosok Mas Arya. Sosok yang di nilainya lelaki dewasa, pria yang mampu menjadi tempat berkeluh kesah selama ini, dijadikan pelindung yang nyata. Kenyataannya lelaki tersebut pandai meletakkan luka yang bersemayam nyaman.

“Terlalu mahal bila aku membayarnya dengan air mata,” ujar Inggit sesenggukan menahan tangis.

“Lah, itu kamu nangis?”

“Siapa yang nangis? Nggak kok, hiks.” Inggit mengelap air berharganya dengan punggung tangan.

“Oh ia, gak nangis, maksudnya manggis,” Agam mengiyakan, daripada wanita itu nanti tambah merengek. “Manggis, mau manggis?”

Inggit mengernyit, “Iih, apa-apa sih kamu.”

“Nggak apa-apaan aku, serius.”

“Gak jelas, mulai deh gak jelasnya.” Inggit mencubit kembali tangan Agam, tanpa sadar kalau tangisnya mulai reda.

“Ayo kita keluar.” Agam yang tak tega bila Inggit harus menyaksikan pertunjukan yang menuai air mata.

Inggit ingin melihatnya sampai akhir, akan tetapi ia mau tak mau mengikuti langkah kaki Agam segera keluar dari acara.

Langkah Inggit mendadak berhenti dan menabrak punggung seseorang. Harum parfum yang menyeruak di hidung Inggit. Khas, untuk beberapa detik Inggit terlena dibuatnya. Seketika orang yang ditabrak memutar tubuhnya, hingga mereka berhadapan.

Mata Inggit membulat penuh menyadari siapa yang ditabraknya.

Arya?

Inggit langsung menutup separuh wajahnya dengan syal.

“Diam, bersembunyilah di belakangku,” bisik Agam membuat Inggit berada di belakang tubuhnya.

“Maaf, bila istriku menabrak kamu ... biasa dia lagi hamil muda jadi sering kepalanya pusing, tak begitu melihat jalan,” jelas Agam kepada Arya yang belum menyadari siapa wanita tersebut.

“Eh, Agam? Kamu Agam teman Inggit itu kan? Yang sering ngutang?” Arya memastikan menatap lekat-lekat wajah Agam.

Agam tersenyum miring mendengarnya. “Itu dulu men! Tolong jangan ungkit masa lalu di depan istriku.”

“Kamu sekarang ada peningkatan juga, aku kira kamu masih gembel aja.” Arya terkikik.

Agam menarik napasnya dalam, mencoba tidak terpancing emosinya dengan sikap sombong yang dimiliki Arya. Padahal ia masih manusia! Jadi manusia saja sombongnya bukan kepayang.

“Aku yakin kamu nikah karena hamil duluan! Tobat bro, dunia sudah tua.”

‘Sial! Seolah aku butuh nasehat! Tak ingat istrinya sendiri yang butuh genggaman tangan, butuh telinga untuk mendengarkan dan butuh hati yang kuat untuk saling menguatkan! Apa tidak sadar diri nih orang! Yang harusnya tobat itu kamu,’ batin Agam.

Arya melirik jam tangannya, lalu berkata, “Dah dulu bro! Aku ada meeting juga nanti, maklum HRD.”

Agam menelan ludahnya keluh, menatap punggung lelaki sombong itu, menghampiri selingkuhannya.

Sepanjang jalan pulang, Inggit lebih banyak diam mendengarkan Agam yang tidak terima oleh perlakuan Arya yang menilai dirinya begitu bajingan.

Agam memang pernah masuk ke dalam lubang hitam, menghamburkan uang dengan mabuk-mabukan dan di kelilingi wanita malam, hingga membuatnya terlilit hutang. Namun, tidak usah menilai orang dari masa lalunya. Arya seolah lebih mulia yang padahal kelakuannya lebih rendah dari seorang germo.

Tanpa menoleh sedikitpun, Agam langsung bergegas masuk ke dalam mobil dan melakukan dengan kecepatan tinggi. Rasanya Inggit benar-benar takut dengan kemarahan seorang Agam.

Agam bahkan seakan-akan lupa dengan jati dirinya. Harga dirinya seperti diinjak-injak.

“Sabar, Mas Arya memang gitu orangnya.”

“Kamu masih membela dirinya? Duh, Inggit kamu bego, ya!”

Sontak bentakan Agam mampu membuat air mata Inggit lolos, dan membasahi pipinya. “K-kamu, jahat Agam, bilang aku bego. Hiks”

Agam menggaruk kepalanya, ia tak memiliki hati untuk menyakiti Inggit. “Duh, maaf Nggit, maksud aku. Aku ini bego! Bisa-bisanya aku bego cuma gara-gara mulut Arya.”

Inggit tersenyum mendengarnya, meski air matanya masih berlinang. Ia masih bersyukur dengan keadaannya, karena ia sangat berterima kasih dengan Tuhan karena selain diberi sahabat yang baik ia juga diberikan tubuh yang kuat, untuk menerima kenyataan yang melelahkan. Terombang-ambing dengan keadaan. Meski kelak tanpa sang suami, ia harus kuat menjalani hari-hari hebat untuk ke depannya.

Apakah menjadi janda adalah pilihan?

Seketika ponsel Inggit berdering. Ia lekas mengangkat panggilan.

“Sayanggg ... maaf ia aku pulang telat, soalnya ada lembur.”

Suara yang terdengar dari seberang sana. Jelas, Inggit tahu bahwa suaminya bukan lembur karena pekerjaan melainkan perselingkuhan.

“Iya, sayang gak apa, terusin aja.” Inggit mengatakan dengan penuh penekanan.

“Terusin? Maksudnya sayang?”

“Terusin kerjanya mas, semangat ya.”

‘kerjamu itu selingkuh, Mas. Lanjutin aja sesuka kamu,’ batin Inggit membara.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Yung
ah ngomong cuma batin aja apa kalau bukan bego tuh nama nya,jelas jalas tadi arya bercumbu di depan mata di biarin aja
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Lha emank lu bego udah tau suaminya selingkuh tp ngeyel
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   mengungkap teror

    Agam tertawa dan mengusap tangan yang tercubit oleh Inggit, lalu kembali serius. "Baiklah, serius saja. Aku punya rencana untuk mengungkap kebenaran di balik teror ini. Kita harus berpencar dan mengumpulkan bukti secara terpisah." Inggit mengangguk, masih terlihat waspada. "Apa rencanamu, Gam? Aku tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada kita." Agam memandang Inggit dengan serius, lalu menjelaskan rencananya. "Kamu pergi ke rumah temanmu, Rina, dan tunggu instruksi dari aku. Sementara itu, aku akan menyelidiki parkiran ini dan mencari petunjuk tentang siapa yang melakukan ini." Inggit mengangguk, tapi terlihat ragu. "Gam, aku takut sendirian..." Agam mendekat dan memeluk Inggit pelan. "Aku akan selalu menjagamu, Inggit. Percayalah pada aku." Inggit membalas pelukan Agam dengan erat, lalu melepaskan diri dan mengangguk. "Baiklah, aku percaya kamu, Gam. Tapi kamu harus berjanji untuk berhati-hati juga." Agam tersenyum dan mengusap pipi Inggit. "Aku berjanji

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   Suasana hangat

    Pisau yang ingin tertancap di dada Inggit semakin menekan. Untungnya, Agam terlebih dulu mendorong tubuh Inggit dan melepaskan pisau itu. PRANG!Agam segera menjauhkan pisau itu dengan bantuan kakinya. Agam memeluk erat tubuh Inggit yang rapuh. “Baiklah! Aku percaya. Aku akan membantumu. Aku mohon jangan seperti ini. Inggit yang aku kenal tidak mudah patah semangat.”Nafas Inggit tersengal. Walau dadanya terasa sakit, tapi usahanya membuahkan hasil. Ia berhasil membuat Agam percaya. Akting Inggit tak sampai di sini, dirinya langsung berpura-pura pingsan, dan menjatuhkan tubuhnya di dada Agam. Agam yang sigap, langsung menuntun tubuh Inggit ke ranjang. Lalu, berlari menuju pintu. Dia berteriak meminta tolong kepada dokter. Inggit tersenyum senang menatap punggung Agam. Semua sudah Inggit rencanakan dengan matang. Dia akan membalas setiap luka dari Arya. Ia tak bodoh seperti dulu, terlalu baik untuk melupakan

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   melukai dadanya

    Tak jauh dari Inggit berdiri, mobil berhenti mendadak.“Dia pingsan.” Temannya ikut melihat wanita itu dari spion mobil. Mengerling jengah! Tentunya sangat malas mengikuti pola pikir Agam yang terlalu manusiawi. “Waktu....”Agam tetap setia menginjak pedal rem mobilnya. Sementara terlihat jelas lelaki yang ada di sebelahnya, tidak ingin membuang waktunya hanya untuk menolong wanita yang dianggap gila itu. “Emang Inggit itu siapa? Apa kamu mengenal nama itu?”“Hah, sudah tidak usah mengulik masa lalu seseorang, di sana ada luka yang cukup dalam. Sangat kentara menyakitkan.”Teman Agam tersenyum remeh, “Malah, puitis.”Mau tidak mau, Agam melaju dengan kecepatan pelan. “Waktu, Gam! Rapat tentang membuka cabang kedai akan segera di mulai, apa kamu mau membuang kesempatan ini!”Agam masih terpikir bila itu benar Inggit. Meskipun bukan Inggit, hatinya sangat berat bila tak menolong, meni

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   kembali ke kota

    “Bu Sari, nyuruh aku sembunyi.”“Kenapa?”“Itu Pak masalahnya, aku gak tau pasti,” ucapku lirih. “Ibu Sari ada bilang apa lagi?” Inggit hanya menggeleng. Pria itu mencoba menenangkan Inggit dengan mengelus pelan pundaknya. Ada sedikit rasa tertolong karenanya. Tak lama kemudian, seorang perawat keluar dari ruangan ICU. Perawat itu mengabarkan bahwa keadaan Ibu Sari mulai membaik. Hanya, memang masih butuh perawatan, sehingga harus menginap untuk beberapa waktu ke depan. “Tenang, Bu... Ibu tidak boleh banyak gerak dulu,” ucap seorang dokter yang kemudian menyusul keluar. “Terima kasih, Dok,” seru Inggit yang baru saja tiba. Dokter hanya membalas anggukan dan pamit berlalu. Inggit dan pria paruh baya itu menghampiri keadaan Ibu Sari. Dan Ibu Sari sempat bercerita singkat tentang tragedi yang sedang menimpa ini adalah suruhan Arya. Arya yang sudah mengetahui bahwa Inggi

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   tak terduga

    Dengan cepat Denny merebut bungkusan keresek. “Mas,” bentak Inggit. “Ini masih basah.” Inggit mendengus. Lalu, ia keluar kamar dan pergi ke halaman belakang. Perkataan tentang acara pernikahan itu membuat ia menyelidik. Ingin melihat dekorasi yang dikatakan Pak Djarot. Memang terlihat dekorasi itu terlihat sederhana membuat Inggit terenyuh, apabila semua rencana yang telah Pak Djarot persiapkan ini akan gagal. Inggit gelisah, bagaimana dengan dendamnya kepada sang suami, ia buru-buru meninggalkan rumah ini. Setelah sampainya di kebun tomat yang lumayan jauh dari rumah. Entah mengapa air mata Inggit menetes bila merasakan kekecewaan Pak Djarot bila mengetahui semua ini adalah setingan semata. Hampir dua jam lamanya, Inggit terjebak dalam pikiran kalutnya. Barulah setelah sedikit tenang Inggit mencoba bersabar menarik keinginannya. Namun, seketika Inggit kembali ke rumah itu tampak gelap. Padahal adzan maghrib sudah hampir satu jam lalu. Saat Inggit mende

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   janda kota dan janda desa

    “Maksud Mas, bukan ... iya benar, Mas salah. Tapi....”“Dalam soal apa lagi laki-laki harus bertanggungjawab dengan apa yang dia perbuat!” Inggit kembali maju mendekati Denny. Kini jarak mereka tak lebih dari satu meter. Inggit mendongak untuk melihat wajah Denny yang menyiratkan rasa penyesalannya. “Mas tau sebagai lelaki harus bertangungjawab, tapi Mas hanya mencari istri yang mau tinggal bersama ayah saya. Dengan segala sikap ayah saya.”“Banyak alasan, memang kenapa dengan wanita janda? Jangan mau nidurinnya aja?” Inggit menaikkan dagu tanpa mengalihkan tatapan. “Inggit....”“Jangan pernah meremehkan seorang janda, janda juga bukan hanya untuk sekadar tepat Mas memuaskan nafsu. Dan saya juga kelak akan menjadi janda, saya tahu perasaan wanita itu, Mas.”“Inggit, maksud Mas bu....”“Udah, ah. Aku beneran gak betah tinggal di sini, aku udah capek ikutin rencana ini.” Inggit berbalik menuju kamar mandi.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status