Share

BAB 4 – Pulang Ke Rumah

“Tentu saja, Ibu juga ingin mendengar penjelasanmu tentang ini!”

Alan dan Helena−Ibu Alan−pun berjalan masuk ke dalam rumah. Wanita paruh baya itu segera mengambilkan handuk bersih untuk Alan.

“Mandi dan gantilah bajumu dulu. Setelah itu temui Ibu.”

Alan mengangguk sembari menerima handuk yang ibunya berikan. Ia berjalan ke kamar mandi dan mulai membersihkan dirinya dengan sesekali meringis merasakan perih dari luka-luka di tubuhnya yang terkena air dan sabun.

Bahkan saat mandipun ia kembali menangis memikirkan nasib pernikahannya dengan Riana yang membuat hatinya terasa begitu sakit.

Selesai mandi dan berpakaian, Alan berjalan ke ruang makan dan menemui ibunya yang tengah duduk di meja makan dengan segelas teh hangat dan satu kotak yang berisi obat-obatan.

Paper bag berisi McD tadi juga masih berada di atas meja itu. Dan sialnya itu kembali membuat Alan sedih.

“Kemarilah, biarkan Ibu mengobatimu,” panggil Helena kepada Alan. Pria muda itu berjalan menghampiri ibunya dan duduk di sebelahnya dengan patuh.

“Jadi, apa yang terjadi pada wajahmu? Dan di mana istrimu yang tidak berguna itu?! Ibu baru kembali tadi, tapi tidak melihat kalian berdua,” lanjutnya. Ia mulai mengeluarkan betadine dan meneteskannya pada kapas lalu menempelkannya pada beberapa luka di wajah dan tangan Alan.

Benar, selama tiga hari kemarin ibunya memutuskan untuk pergi ke kota Jakarta, menginap di rumah adik iparnya yang sedang syukuran rumah baru. Paman dan bibinya kebetulan membuka sebuah usaha restoran kecil-kecilan hingga akhirnya menjadi sukses seperti sekarang. Dan Ibunya pergi untuk merasakan enaknya tinggal di rumah mewah dalam beberapa hari.

Alan menyetujuinya dengan senang hati karena ia merasa kasihan pada Riana yang selalu disindir dan diomeli ibunya karena hanya berdiam diri di rumah setelah keguguran.

Alan menghela napas sejenak setelah duduk di kursi meja makan bersama ibunya saling berhadapan. Mencoba menguatkan hatinya agar tidak kembali menangis ketika bercerita pada ibunya. Matanya terlihat sembab karena terlalu banyak menangis.

“Riana menceraikanku, dia bilang dia akan mengirimkan surat cerai besok. Jadi, tadi aku pergi ke rumahnya untuk menemuinya, tapi ia tidak mau bertemu. Ibunya menyuruh penjaga untuk memukuli dan mengusirku.”

“Kurang ajar! Wanita sombong itu!!!” Muka Helena memerah menahan amarah. Ia mengepalkan tangannya erat tidak terima bahwa putra tersayangnya dihina dan dipukulin seperti itu!

Dan lagi gadis tidak berguna itu! Memang bagus jika dia menurut untuk menceraikan putranya, tapi apa harus dengan cara seperti ini?! Setidaknya mereka harus ganti rugi dan memberikan uang sebagai bentuk persetujuan untuk bercerai! Dasar orang kaya yang kikir!

“Ini tidak bisa dibiarkan! Bagaimana bisa mereka memukulimu seperti ini?! Bukankah Ibu sudah memberitahumu?! Seharusnya kau yang menceraikannya lebih dulu! Gadis itu kembali ke keluarganya karena kita miskin! Seharusnya dia minta ke ayahnya untuk memberimu pekerjaan di perusahaan mereka agar hidup kita jauh lebih baik! Tapi apa?! Dia malah dibuang oleh keluarganya dan hanya jadi benalu! Bahkan mengurus diri sendiri saja tidak becus sampai keguguran!”

Alan terdiam dengan kepala tertunduk mendengar semua amarah Ibunya. Untuk beberapa kata ia tidak setuju bahwa ibunya begitu menjelek-jelekkan Riana.

“Ibu, cukup. Ini bukan salah Riana. Ini salahku karena tidak bisa membuatnya bahagia selama hidup denganku. Seharusnya aku bekerja lebih keras lagi agar ia bisa hidup dengan nyaman,”

Mata Helena melotot seolah akan keluar setelah mendengar pembelaan putranya, ia lalu memarahi Alan sembari berkata, “Dasar bodoh! Mau sampai kapan kau jadi budak istrimu!! Seharusnya kau tidak bekerja sekeras itu! Kau bekerja sebagai ojek online saat langit cerah, lalu bekerja lagi di supermarket saat langit gelap! Itu sudah keterlaluan. Lihat sekurus apa tubuhmu saat ini  karena terlalu banyak bekerja! Jika Riana mau membujuk orangtuanya untuk membantu dan memberikan uang, maka kau dan dia tidak perlu bekerja keras sampai kehilangan anak kalian!!”

Alan semakin menundukkan kepalanya dengan ekspresi terluka. Ia tahu bahwa ibunya benar. Namun, di hati terkecilnya ia masih berpikir bahwa Riana tidak salah.

Melihat putranya hanya menunduk seperti keledai bodoh, emosi Helena semakin meninggi. Ia kemudian menggebrak meja dan menunjuk Alan dengan emosi, “Kau! Sebaiknya terima saja perceraian itu! Setelah itu dekati Lily Wijaya, aku yakin gadis itu jauh lebih baik dari pada mantan istrimu! Jadilah kaya lalu balas dendammu pada wanita yang sudah membuatmu hancur! Kau tidak boleh memaafkannya!”

Mendengar nama Lily disebut, Alan langsung berdiri dan protes, “Ibu! Jangan libatkan Lily!”

“Tutup mulutmu!” Bentak Helena dengan tak kalah galak. Ia menatap Alan seolah pria itu berukuran sangat kecil di depannya. Pada akhirnya Alan masih seperti putra yang polos di matanya.

Alan tidak terima bahwa ibunya lagi-lagi melibatkan wanita kaya hanya untuk membuat hidup mereka terlihat kaya. Memang benar Lily Wijaya adalah putri bungsu dari keluarga pemilik usaha toko emas terbesar di Pekanbaru. Dan gadis itu adalah teman sekolahnya dulu.

Beruntung Alan mendapatkan beasiswa ketika SMA sehingga ia dapat bersekolah di SMA Cendana yang merupakan salah satu sekolah swasta bergengsi di kota itu. Hingga ia bisa bertemu banyak putra-putri keluarga kaya. Dan tidak semua orang kaya itu sombong. Bahkan beberapa ada yang menjadi temannya, dulu.

Termasuk Lily, yang terkadang masih suka berkunjung ke rumah mereka sebagai sahabat Riana dan juga teman Alan. Ibunya sangat menyukai Lily karena dia selalu memberi Ibunya barang-barang bermerk yang mahal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status