Share

8. Dua rubah pencuri

Sebuah taman yang ditumbuhi oleh beragam bunga dan jenis tanaman adalah pemandangan pertama yang menyambut Griffin dan Draco. Dua makhluk sama spesies beda tingkatan itu berjalan berkeliling melihat semua yang bisa ditangkap oleh mata mereka.

“Apa saya boleh memakan buah di sini, Tuan?” Draco bertanya. Rubah itu merasa terpesona dengan banyak sekali buah-buahan yang tumbuh hampir mengalahkan jumlah daun pada pohon apel.

“Tak masalah. Makan saja.”

“Tapi kita akan terlihat seperti pencuri, Tuan.”

Griffin diam sebentar, memegang dagu sembari berpikir. “Hmm, kurasa tidak. Karena kita sudah minta izin.”

“Kapan?”

“Sekarang.” Griffin berteriak ke udara terbuka. "Minta apel, ya." Setelah mengucapkan kata itu dia menoleh pada Draco sambil melanjutkan ucapannya sendiri. "Iya, ambil saja. Nah, sudah, 'kan."

"Anda sangat jenius sekali, Tuan." 

Mereka berdua senang hati memetik buah-buahan yang ada. Menggigit sekali lalu membuangnya sembarangan. Sebuah kelakuan yang kalau pemilik kebun tahu, dua rubah itu akan di ikat dan dimasak pak petani.

"Kenapa kita menjadi seperti ini, Tuan?" tanya Draco tiba-tiba. Di antara kunyahannya yang cepat, siluman rubah itu terus berpikir kalau kelakuan mereka tidaklah benar.

"Maksudmu?"

"Saya merasa kita ini seperti kancil yang suka mencuri."

"Tapi kita ini rubah."

"Kalau begitu kita ini adalah rubah yang suka mencuri."

Griffin menggigit buah di tangannya, memikirkan kata-kata yang diucapkan oleh Draco.

Ya, bisa dibilang sebenarnya mereka adalah rubah dan rubah memang suka mencuri. Menurut Griffin tidak ada yang salah dengan itu. Mereka hanya melakukan naluri hewani yang mereka punya. 

Namun, tujuan utama untuk pergi ke tempat ini sudah melenceng dari rencana awal. Mereka datang ke tempat ini bukan untuk mencuri buah. Harusnya sekarang mereka menemui pemilik kebun yaitu Mikaila, tapi yang mereka berdua lakukan adalah justru merusak kebunnya.

"Kalau kita sudah menemukan Mikaila nanti. Aku akan mengatakan padanya kalau kita mengambil beberapa buah," ucap Griffin. "Kau tenang saja. Dewa sepertiku mana mungkin mencuri."

Draco memiringkan tubuhnya melihat ke belakang. Jalur yang mereka lewati dipenuhi oleh banyak sekali buah bekas gigitan, dan kalau ditaksir jumlahnya tidak beberapa, tapi banyak.

Seolah-olah dua rubah itu lapar mata dan memetik banyak sekali buah-buahan.

"Kurasa kita mengambil terlalu banyak dan memakan terlalu sedikit, Tuan. Anda tadi bahkan mematahkan beberapa dahan untuk menjangkau buah yang di pucuk pohon."

Griffin ikut menoleh ke belakang ke arah Draco melihat. Dia setuju dengan perkataan panglimanya itu, kali ini orang Dewa kegelapan tidak membantah, melainkan dia mengangguk-angguk tapi dengan wajah masih tidak bersalah.

"Ya, anggap saja buah-buahan itu menjadi pupuk. Kau tahu, buah yang busuk baik untuk tanah."

Draco ikut mengangguk-angguk mengikuti tuannya. Tanpa berpikir, panglima perang yang terkenal tidak memiliki ampun itu menyetujui tanpa curiga semua perkataan Griffin. Sekali lagi dia berkata, "Anda sangat jenius, Tuan."

Griffin jumawa, makin merasa tidak berdosa. "Terima kasih pujiannya."

Untuk menyamarkan hawa keberadaan agar tidak terendus oleh para penduduk Kayangan. Griffin sengaja meniadakan kehadiarannya menjadi tembus-pandang dan mengubah penampilan menjadi wujud asli yang dia miliki; Siluman rubah.

Dewa kegelapan itu telah berganti dari memakai baju zirah perang, menjadi mengenakan pakaian dengan suar besar dalam kimono bermotif api yang dramatis, rambutnya panjang berwarna putih keperakan, sepasang telinga besar mirip dengan milik Draco, dan mata miring serta pupil berwarna ungu gelap. Tak lupa dia juga membawa kipas motif api.

Griffin tahu betul pesona rupawan yang dia miliki. Sifat rubah yang licik dan memikat membuatnya memiliki daya tarik memukau dan itu jugalah yang membuat Griffin menjadi angkuh, merasa posisinya lebih tinggi dari orang lain. Karena dia tahu, dia rupawan dan dia memiliki kekuasaan.

Sang Dewa kegelapan tegak diam berdiri dengan dua tangannya bertautan di belakang.

Puas dengan aksi pencurian yang dilakukan bersama panglimanya, kini dia harus menemukan Mikaila dan mengawasi gadis itu dari dekat.

Saat sedang berjalan, tedengar kebisingan dan suara ribut-ribut yang menarik Griffin beserta Draco untuk mendekat.

Dua siluman rubah, majikan dan pelayan itu menghadapi sesuatu menarik yang membuat mereka menghentikan langkah kaki.

"Tuan, sepertinya peri lemah itu dalam bahaya."

"Hmm, kurasa begitu."

"Apa yang harus kita lakukan?"

Griffin menjilat bibir, terus menyaksikan adegan dimana Mika sedang akan diceburkan ke danau oleh teman-teman satu rasnya. 

"Ayo, dorong dia, hahaha."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status