Share

6. Sebelumnya

Gelap. Hanya satu kata itu saja yang dapat mewakili dari semua pemandangan yang saat ini sedang berada di hadapan Griffin.

Selepas terbebas dari kuil yang memenjarakannya selama puluhan ribu tahun. Tempat pertama yang siluman rubah itu kunjungi adalah tempat di mana panglima perangnya berada. Seseorang yang bisa membantunya untuk melancarkan rencana pembalasan dendam.

Angin diam-diam mendesau. Menebar hawa dingin dan mencekam bagi satu-satunya peziarah pada makam kematian tempat bertumpuknya jiwa tersesat.

Langkah kakinya tegap berjalan, memijak pada tulang belulang rapuh yang berserakan dan tersebar hampir di seluruh tempat.

"Bangunlah, Draco. Tidakkah kau mau menyambut tuanmu," ucap Griffin.

Tiba-tiba tanah bergetar. Seperti gempa kecil yang melanda tempat itu. Langit hitam, kerumunan awan berkumpul menciptakan pusaran yang disertai badai. Siap menyambut kebangkitan makhlu mitologi tunggangan sang dewa kegelapan.

Bumi di mana Griffin berpijak sayup-sayup mengeluarkan geraman. Sesosok makhluk muncul dari dalam tanah, membuat retakan yang cukup besar dan suara benturan-benturan keras memekakkan telinga.

Griffin tetap diam di tempat, sama sekali tidak terintimidasi dengan apa yang terjadi. Dewa kegelapan itu hanya memejamkan mata, menunggu satu sosok melepaskan segel dirinya sendiri.

"Keluarlah, temui aku."

Bertepatan dengan kata itu dilontarkan, sesosok makhluk mitologi berwujud seorang anak kecil dengan topeng muncul. Telinganya ditumbuhi bulu, berdiri tegak dengan warna silver. Dia menunduk bersikap sopan pada majikan yang memanggil.

“Selamat datang kembali, Tuan.”

Hening. Hening yang cukup lama. Alih-alih mengucapkan sesuatu, Griffin memilih termenung diam. Dia sama sekali tidak mengenali siapa sosok bocah rubah dengan pakaian kimono itu.

“Kau … Siapa?”

“Saya Draco, Tuan. Karena peperangan terakhir yang terjadi membuat saya kehilangan cukup banyak kehilangan energi kehidupan dan tubuh saya menyusut menjadi seperti ini.”

Griffin mematung, berkedip dua kali. Tak habis pikir panglima perangnya yang terkenal sangar sekarang memiliki bentuk menyedihkan.

“Tapi tenang, Tuan. Saya tetap bisa bertransformasi jika dibutuhkan, maka dari itu saya menyimpan energi yang tersisa untuk detik-detik krusial. Semisal anda di dalam bahaya atau kapan pun anda meminta saya berubah.”

“Kau tidak memiliki bentuk lain selain seorang bocah? Maksudku, aku hanya merasa—“

“Tenang part dua, Tuan.” Draco memotong. “Untuk hal itu tentu saja saya bisa. Sebentar.”

Draco mengubah  bentuk tubuhnya. Menjadi rubah liar dengan yukata putih dan haori berwarna muram. Rambutnya panjang tergerai dan pedang samurai panjang di sisinya. Tampilan Draco secara keseluruhan dengan pakaian tradisiona terlihat sangat sederhana. Dia bahkan tidak mengenakan alas kaki, menatap lurus membalas pandangan Griffin yang terlihat mencela.

“Kau terlihat semakin menyedihkan, Draco.”

Draco membelalak, sesaat wajahnya menampilkan ekspresi terekejut sebelum berubah menjadi murung. “Tapi saya mengambil penampilan anda di masa dahulu, Tuan. Karena saya sangat menghormati anda, jadi saya memilih berpenampilan seperti ini.”

“Penampilanku di masa lalu? Aku pikir aku tidak terlihat semenyedihkan itu.”

“Oh, apa iya?”

“Hah? Apanya?”

“Dalam ingatan saya. Tuan terlihat semenyedihkan ini,” ucap Draco. Masih mempertahankan wajah murung.

Griffin mengingat-ngingat tampilan dirinya sendiri. Memang dahulu sebelum dia sekuat sekarang, dia lebih suka membalut diri dalam busana santai. Griffin tidak sadar busananya terlalu santai hingga membuatnya terlihat menyedihkan. “Kenapa kau tidak bilang kalau aku terlihat menyedihkan.”

“Anda tidak terlihat menyedihkan, Tuan. Anda tampan dan kuat seperti biasa.”

Griffin menghela napas. Lelah berdebat masalah kecil seperti ini.

“Berubahlah menjadi wujud dirimu sebenarnya. Aku ingin mengambil pedangku.”

Draco menunduk. Laki-laki itu merubah diri menjadi bentuk rubah berwarna putih keperakkan, ukurannya besar hampir tiga puluh meter ke udara. Langit kembali memproduksi gemuruh, ditemani kilat yang menyambar. Seolah-olah menyebut pembebasan Setelah lama terpenjara dalam ketidakberdayaan.

Draco mengaum kencang. Menggetarkan atmosfer yang ada, membuat menjadi tampak mengerikan. Dari dalam mulutnya, makhluk berwujud rubah raksasa itu mengeluarkan api biru bercampur hitam. Menyembur kuat dan di arahkan kepada tangan Griffin yang terangkat sebelah.

Sebuah pedang muncul di genggamannya. Berkilauan dengan ukiran api yang dramatis.

Setelah mendapatkan senjata yang ia simpan pada Draco. Misi selanjutnya adalah membebaskan pasukan, setelah itu, maka kiamat akan segera mendatangi hunian para dewa. Griifin dan dendam yang berkobar di dalam dada.

***

Mereka, Griffin dan Draco tiba pada sebuah padang tandus di mana terdapat ribuan siluman yang telah menjelma menjadi patung. Semua setia berada di posisi terakhir kali. Menyerang, terkapar di tanah, dan mati. Ekspresi marah penuh benci dan kengerian tiada akhir yang mengundang rasa takut bagi pasukan lawan.

Setelah puluhan ribu tahun lamanya. Kutukan itu tetap tidak terpatahkan. Seluruh prajurit Griffin masih tersegel utuh. Tidak ada yang berubah dari mereka.

Griffin menginjakkan kaki berjalan menuju area dimana dahulu singgasananya saat peperangan berada. Tempat itu ikut membatu. Benar-benar kutukan yang sangat kuat dan mematikan.

"Merepotkan sekali," ucap Griffin.

Dia kembali menduduki singgasananya, menatap dari atas seluruh pemandangan berubah patung-patung siluman berjumlah ratusan ribu. Griffin memejamkan mata, memutar memori di dalam kepalanya saat momen peperangan itu terjadi.

"Itu tidak akan berhasil, Psyche. Kau tahu apa akhir dari semua ini. Kau hanya akan mati."

"Seseorang harus menghentikanmu."

"Psyche. Apa memang harus sejauh ini?"

Psyche diam. Tak menjawab sepatah kata pun apa yang dikatakan oleh Griffin. Dia hanya memandang tenang.

Setelah itu pedang diangkat tinggi dan ditusukkan ke dadanya sendiri. Darah mengucur, jeritan dan tatapan ngeri di layangkan pada gadis pemberani ini.

Sebuah pengorbanan yan dramatis dan Griffin hanya diam saja.

"Keras kepala."

Dan begitu lah semua terjadi. Titik dimana kekuasaannya diruntuhkan dan kekuatan dewa kegelapan itu terbelenggu oleh segel milik para dewa khayangan. Psyche, sosok yang cukup dihormatinya tak disangka akan melakukan hal sampai sejauh ini. Amat sangat disayangkan.

Griffin membuka mata, menyudahi ingatan pada memori di masa lampau. Sekarang semua itu sudah berakhir. Griffin bebas dan tengah bersiap untuk melakukan penyerangan balasan.

Dia baru saja akan beranjak saat tiba-tiba sesuatu menyentak dadanya. Langkah terhenti, rasa sakit bercampur ngilu menyebar dan membuat keseimbangan goyah.

Griffin terbatuk sekali dan cairan merah kental keluar dari dalam mulut. Dewa kegelapan itu terbelalak kaget. “Apa-apaan ini?”

Dia terjatuh bertumpu dengan sebelah kakinya dan napas tersengal jantung berdebaran di luar kendali. Rasa sakit yang semakin parah dan menyiksa.

"Tuan, ada apa?" pekik Draco yang sudah kembali dalam wujud bocah siluman rubah.

Melihat pemimpinnya dalam keadaan yang tidak normal. Draco segera menghampiri dan ikut merendahkan tubuh membantu Griffin berdiri. "Tuan?"

Griffin tak menjawab, sesak di dada terasa semakin memberat. Dia mencari sumber, apakah ini ada pengaruhnya dengan sisa kutukan yang mengunci dirinya dahulu?

Grifin menggeleng. Ia memijat pelipisnya pening sambil menahan sakit.  Siapa? Siapa? Dan kenapa? cepat temukan penyebabnya.

Mata Griffin terpejam menggali ingatan dan kembali pada momen pertemuannya dengan seorang gadis lemah bernama Mika.

“Ah, peri sialan itu rupanya. Pasti dia penyebabnya. Aku harus menemukannya.”

“Tuan?”

"Tinggalah di sini, Draco. Aku akan kembali. Seseorang harus bertanggung jawab atas rasa sakit yang kutanggung," ucap Griffin misterius.

Draco tak paham, tetapi tetap menurut. Dia melihat tuannya hilang begitu saja berpindah pada tempat lain. Entah kemana.

Griffin tiba pada suatu tempat. Membuka paksa dinding dimensi hanya untuk menemukan seorang gadis mungil dalam ancaman pedang di sekelilingnya. Luka di sekujur tubuh dan sedang sekarat.

Griffin mendesis sebal, dewa kegelapan itu segera mengeluarkan api neraka tingkat teratas dan mengancam semua orang yang ada di sana.

"Siapa pun yang menyentuhnya, akan kubakar menjadi abu," raung Griffin kesal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status