Share

4. Ikatan Raga

Bola gas pijar raksasa merangkak naik ke permukaan. Cahaya menerabas gelap dan menyelubungi seluruh dunia atas dengan kehangatan. 

Mikaila baru saja terjaga dari tidur.  Kejadian kemarin masih membekas dalam ingatan. Peri itu bertekad, apa pun yang ia alami di hutan terlarang akan ditelan bulat-bulat tanpa memberitahu orang lain.

Sekarang, Mika resmi menjadi penghuni tunggal daerah kebun istana. Nona Rachel telah pergi, dia meninggalkan surat pamit di atas meja untuk Mika. Surat yang berisi perintah untuk menjaga kuil selama Nona Rachel tidak ada.

Mika merasa kehilangan, tetapi tak ada yang bisa dilakukan untuk menutupi itu.

Jadi hari ini, peri itu mengunjungi kawan lama di daerah barat dunia atas, sebuah distrik hiburan. Tempat dimana manusia dan makhluk astral lain bersatu untuk melakukan transaksi jual beli atau sekedar mencari kesenangan. Baik itu perbudakan, senjata ilegal, pelacuran, ramuan sihir, dan lainnya.

Meski berbahaya, wilayah ini diizinkan untuk ada. Pemerintah khayangan tidak melarang selagi tidak menimbulkan kerusuhan. Namun, tetap memberi saksi tegas andai hal itu terjadi.

Mika menatap pada sepasang siluman yang tengah mengobrol membahas soal ledakan besar di hutan terlarang kemarin. Berita itu memang sempat menyebar. Segel untuk memenjara penjahat tiga dunia bersarang di sana. Menyebabkan beberapa tahanan lepas. 

Namun berdasarkan informasi yang ia curi dengar dari peri istana tengah, para dewa berhasil menangkap kembali semua pesakitan yang kabur dan kondisi kembali kondusif seperti semula.

Mika bernapas lega. Pikiran baiknya menduga bahwa Griffin juga sudah tertangkap. 

Dewa kegelapan itu memang banyak songongnya. Merasa paling hebat padahal bukan apa-apa dibandingkan kekuatan elit negri khayangan. Sudah seharusnya dia telah kembali ke tempat itu.

"Ayo lah, jangan menawarnya terlalu murah. Aku mengorbankan banyak hal untuk mendapatkan bibit itu." Mika mencoba merayu.

Teman lamanya, Kristin, seorang keturunan peri angin menimbang-nimbang bibit beri di tangan. Memandang penuh tuduhan pada Mikaila.

"Kalau kau menceritakan secara jujur darimana kau mendapatkan bibit langka ini. Aku akan menaikkan harga."

"Eeh, aku kan sudah bilang. Aku menemukannya di kawasan paling ujung perbatasan timur. Aku menggali-gali tanah dan boom,  aku menemukan harta karun."

"Bohong!"

"Aku tak bohong." Mika agak terkesiap sedikit. Dia tak pandai berbual, tapi mencoba melakukannya. "Ak-aku memang menemukannya di sana."

Kristin menghela napas. Pertukaran antara bibit beri dan ramuan penguat sihir yang diinginkan Mika setara. Benda yang menjadi alat barter itu cukup menggiurkan Kristin, tetapi dia penasaran dengan cerita versi sebenarnya. 

"Kau yakin tidak mencuri bibit ini, 'kan? Bibit ini hanya tumbuh di hutan terlarang. Sangat mustahil dijumpai secara acak di perbatasan timur."

"Kalau begitu anggap saja aku beruntung." Mika mengangkat bahu.

"Baiklah, aku akan memberikan ramuan itu, tapi dengan satu syarat. Pihak siluman langgananku meminta untuk diantarkan emas merah sebagai bahan baku pembuat pedang. Bisa kau antar ke sana?"

"Eh, tapi, bukannya di sana berbahaya? Kau berurusan dengan para pembangkang?"

"Aku ini pedagang, mereka pelangganku. Selagi mereka memberiku uang, aku akan menerimanya. Kau cukup berikan pada penjaga, tak perlu masuk. Sebut namaku untuk mempermudah."

Mika menggembungkan pipi mengangguk polos. "Baik, Nona. Hamba akan melaksanakan. Tapi kau benar akan memberi ramuan penguat itu, 'kan? Aku membutuhkannya untuk ujian naik level."

"Aku bukan penipu, tenang saja."

Mika akhirnya berangkat menuju tempat yang dimaksud.

Sarang para siluman sesuai yang dibayangkan. Istananya terbuat dari batu karang menusuk langit, ujungnya yang tajam, segerombolan awan hitam menyebar memeluk wilayah. Hawa berat menyeramkan terasa membuat bulu kuduk Mika berdiri. Sama sekali tidak ada sentuhan kehidupan. Bagi Mika, tempat ini bak simulasi neraka.

Dia menyapu pandang menemukan penjaga, tetapi tak satu pun ada yang menjaga gerbang. Rasa penasaran menguar ingin menelusuri lebih jauh. Mengabaikan amanat Kristin, Mika akhirnya menerobos masuk untuk memberi secara langsung.

Langkah kaki peri itu senyap berderap, melewati lorong-lorong panjang. Melihat ke kiri-kanan menilai seluruh lokasi. Tempat ini benar-benar sangat aneh. Ada hawa mencekam yang pekat menusuk dada.

Sampai akhirnya sebuah ruangan membuat Mika menjeda langkah. Peri itu mengintip, terbelalak menemukan sesuatu menakjubkan yang tersembunyi di dalam peti emas terbuka. 

Sebuah budidaya tanaman yang keberadaannya sudah punah. 

"Hah? Tanaman itu bukannya anggrek biru, ya? Kenapa ada di sini?

Anggrek biru memiliki kekuatan untuk menetralkan segala jenis sihir. Para mata-mata biasa menggunakannya untuk menekan hawa keberadaan selagi menyusup. Mungkinkah semua prajurit siluman menggunakan tanaman ini untuk melakukan rencana jahat? Sepertinya iya.

"Kalau kuambil satu batang saja dan kutaman di halaman kuil. Apakah benda ini akan hidup? Bagaimana bisa para siluman memilikinya?"

Mika menggigit bibir. Informasi ini harus segera ia sampaikan pada pihak istana agar lebih waspada.

Dia masuk ke dalam memetik salah satu anggrek. Namun begitu akan berbalik kabur, sebuah benda tajam menempel di leher yang membuatnya langsung membeku di tempat. 

"Taruh kembali bunga itu pada tempatnya, pencuri sialan. Atau kutebas lehermu."

Rasa takut langsung mecengkram erat sekujur badan Mika.

Peri lemah itu menahan tangis menemukan segerombolan prajurit siluman telah mengepungnya. Membuat sebuah lingkaran yang mencegah Mika melarikan diri.

"Ak-aku hanya bertugas mengantarkan benda ini Yang Mulia. Maafkan aku," ringisnya meminta belas kasihan.

Wanita yang menjadi pemimpin siluman memandang serius. Matanya tajam memperhatikan wajah Mika yang sangat jelas merupakan penduduk khayangan. 

Dendam masa lalu menyelubungi. Ingatan saat bala tentara dewa menundukkan kaumnya memercik rasa benci. 

"Begitukah?." Seringainya terbentuk, menekan ujung pedang di pangkal leher. "Kau pikir aku akan percaya?"

"A-ku bersungguh-sungguh, aku hanya utusan Kristin untuk memberikan benda ini." Mika menunjukkan sekantung emas merah yang dibawanya. "Sama sekali tidak bermaksud mencuri."

"Lalu di tangan kananmu itu apa?"

Mika membelalak, dia lupa menyembunyikan angrek biru itu karena terlalu fokus pada desakan yang terjadi. 

"Ak-aku."

"Tidak ada alasan, kau sudah tertangkap basah." Pemimpin siluman melirik pada prajurit yang ada. "Bunuh dia."

"Mohon ampun, Nyonya. Biarkan aku hidup. A-aku akan segera pergi dari tempat i--"

Belum selesai Mika berbicara. Sabetan pedang menyayat daging lengannya, mengucurkan darah segar dari luka yang tercipta.

Mika meringis, terduduk menahan sakit. Air matanya tumpah. Belum selesai penderitaan itu, serangan kedua meluncur, ketiga, dan seterusnya.

"Setelah semua yang dilakukan kaummu. Kau pikir aku akan membebaskan makhluk rendah seperti kalian? Omong kosong."

Tangan pemimpin siluman mengeluarkan api biru, khas milik kaum mereka. Api yang berasal dari lapisan teratas neraka dan mampu merontokkan kulit pembalut tulang. 

Mika dipaksa berdiri. Selubung api memanjang mulai membakar gaun yang ia kenakan. 

Peri lemah itu memekik, tak punya daya untuk melakukan perlawanan. Dia merasa kulitnya mulai melepuh membuka daging merah yang bersembunyi di dalam. 

"Sakit. Aku mohon lepaskan aku. Sakit," ringisnya pedih.  "Tolong ampuni aku."

Mata peri itu makin membelalak kala sosok yang dihadapannya membentuk api di tangan menjadi sebuah tombak. Mengangkat tinggi dan langsung menghunus  dada Mika saat itu juga.

Mika pikir. Eksekusinya tak secepat ini. Biasanya para penjahat akan berlama-lama mengintimidasi mangsa, tapi ternyata pikiran itu salah. Buktinya sekarang, Mika melihat lubang besar  menembus dada. Jantungnya pecah dan darah dimuntahkan deras. 

Rasa sakit bercampur panas menyengat. Mika mustahil selamat, ini adalah kematian.

Tubuh peri itu ambruk. Namun, di detik krusial itu, bayangan orang yang paling tidak ingin dipikirkan mendadak menampung tubuh Mika.

Sosok berjubah hitam dengan mata setajam elang.

"Griffin?"

Griffin mengetat gigi. Kemarahan tercetak jelas di wajah tampannya. Tangannya terangkat ke atas membentuk sebuah bola pijar berwarna hitam. Sihir api teratas dan terkuat.

"Siapa pun yang berani menyentuhnya, akan kubakar menjadi abu."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status